© tuli(p) itu merah bukan?©

17 4 0
                                    

"Tulip itu berwarna pink atau merah sih?" Tanya seorang gadis kepada lelaki yang baru satu bulan ini ia temui itu.

"Hei, merah dan pink itu sama saja, pink itu nama lain dari merah muda tahu" jawab lelaki itu lewat typing di atas kepala karakter Avatar yang dia pergunakan.

"Ah iya, tentu saja, kau kan seorang lelaki, kau tak pandai membedakan warna selain warna yang dasar" ucap gadis itu dari karakter Avatar yang dia pakai, sangat cantik dan centil.

Taman ini sedang sepi, para user tak banyak login hari ini, seeakan merek berdua lah yang menguasai taman digital ini. Namun jika di teliti lewat daftar peserta, setidaknya ada 7 orang yang sedang berada di taman ini, berada berjauhan dari mereka berdua.

"Ya memang aku tidak peduli dengan warna mendetail seperti itu, lagian tulip kan ada yang merah ada yang pink, mungkin." Lelaki itu tidak bersuara hanya typing yang muncul dari atas kepala. Dia bisu, mau di dunia rill atau digital, dia tetap bisu, sehingga menulis adalah alternatif yang efektif untuk nya.

" Ya baiklah, aku akan cari tahu lebih lanjut. Kau tenang saja, aku kan gadis yang baik" yaa. Dia gadis yang baik, namun tidak ada yang tahun sifat aslinya kan. Mereka berdua hanya mengenal lewat dunia digital ini.

Abad 21, abad dimana internet bersatu dengan kehidupan sehari-hari. Kini mereka bisa masuk ke dalam dunia digital, bukan dunia, lebih tepatnya taman. Taman yang mempersatukan orang orang lewat percakapan dan tulisan. Ada yang sampai saling suka diantara Meraka. Ada yang membuat perkumpulan, entah diskusi, atau sekedar fan base.

"Kenapa kau tak pernah, on mic, sih?" Tanya perempuan itu dengan nada yang centil kelewatan.

"Suaraku itu jelek, kau pasti ingin berak  di celana, jika mendengarnya hahah" jawab lelaki itu dengan penuh kebohongan. Setiap dia,ditanya mengapa tak pernah bersuara, dia selalu mengelak. Mencari jawaban tak masuk akal, agar mereka tak terus bertanya hal itu. Dan ya ini kan Dunia digital, tak ada keharusan untuk menunjukan Nada suara, apa lagi jika tak memilikinya sama sekali.

"Ihh sebal, kau selalu begitu padaku, padahal jika aku dengar suaramu, aku pasti langsung jatuh cinta", lelaki itu tertegun, bukan hanya dari bagaimana perempuan itu mengeluhkan nada, kata kata yang dia susun, selalu membuat lelaki bisu itu tertarik.

"Sebenarnya aku....." Dia typing namun hanya diakhir titik sebayak lima kali"

"Eh sebenarnya aku , apa! , maksudmu?" Jawab perempuan yang dia sedang ikut bercakap, membacakan typing nya.

"Eh bukan apa apa kok" typing nya lagi.

"Apa jangan jangan kau, itu sebenarnya... Mencintai ku hahah" cerocos wanita itu dengan suaranya yang centil. Di depan sebuah kaca mata virtual reality, jauh dari yang dapat diduga, wajah asli lelaki itu bersemu merah. Dia malu dikatain mencintai si perempuan. Tapi ya namanya remaja dia suka diperlakukan demikian.

"Bercanda mu itu loh...//sambil memberikan emoticon kesal" typing si lelaki kemudian

"Haha, kau pasti salting dengan kata kata ku kan, secara, aku kan cantik anggun membahana" voice nya dengan tetap centil cekikikan.

Avatar si lelaki kini berjalan menjauh darinya. Tentu mengetahui itu, si perempuan mengikuti langkah kaki digital dari sang lelaki. Mereka menuju sudut maps, lelaki itu berniat kabur dari si perempuan, tapi apa mau dikata, si perempuan malah mengikutinya. Ingin typing agar ia berhenti mengikutinya, tapi dia tak enak hati melakukannya.

Sampailah mereka berdua di sudut maps, tak ada Avatar lain, hanya mereka berdua.

"Eh lihat, kita sampai di taman tulip, tapi tulipnya berwarna hijau" oceh perempuan itu.

"Iya benar, berarti asumsi kita salah besar hahah" typing lelaki,

"Iya sih, tapi kan ini di dalam digital, bukan yang asli" ungkap perempuan itu. Ia tak menduga apa pun atas semua yang telah dia lakukan di dunia digital. Dia hanya menikmati apa yang dia lakukan.

Berbeda dengan sang lelaki, berkat dunia digital dia memiliki banyak kesempatan untuk berbincang dengan orang lain, berinteraksi, mencari pertemanan, mengobrol banyak hal, sungguh dia tak pandai membedakan antara yang nyata atau digital, semua terasa sama,

"Aku beritahu ya, digital maupun asli , apa kau mampu membedakan, ha!?"

"Ya tentu saja bisa!!,"

"Terus, terus jikalau bisa membedakan, apa kau bisa merasakan perasaan ku pada mu??" Perempuan itu tercengang dengan typing si laki laki, dia tak menyangka, si laki-laki bakal blak-blakan seperti ini, setelah berkenalan satu bulan lamanya.

Mereka tak tahu bagaimana bentuk wajah masing-masing di dunia selain digital. Hanya bentuk wajah Pixel yang mereka ingat satu sama lain. Tapi sudah banyak percakapan yang mereka lakukan setiap harinya, bahkan setiap jamnya. seakan mereka saling percaya dalam kecurigaan. Dua hal yang bertentangan yang berada dalam satu waktu.

Kini mereka sama sama tuli, hanya kesunyian diantara mereka, saling menatap tulip hijau digital di taman yang sepi pula, siapa yang akan tahan dengan kesunyian semacam itu, dua orang dalam satu ruang, berdiam karena sebuah pernyataan.

"Sebenarnya kita ini apa sih!?" typing si lelaki, terbaca tegas namun memuakkan.

"Kita ini tidak ada, aku tak membicarakan apa pun, aku tak mendengar apa pun" lalu si perempuan logout meninggalkan lelaki bisu sendiri di taman tulip hijau dengan tatapan mata yang nanar secara digital.

Semesta Itu Kamu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang