"emangnya dia gak bakal selingkuh" ucap pak parman saat bertamu ke rumah kami. Dia curiga dengan gelagat istriku yang hari ini pergi, sehingga aku jadi sendirian.
"Aku sangat mengenalnya pak, dia begitu cantik dan menawan, lagipula dia istriku satu-satunya" candaku mengkounter prasangka nya
"Ya iya lah pak, dia kan belum dimadu oleh bapak, lagian mana bisa bapak menduakan istri bapak yang super power itu"
Entah mengapa aku tersenyum. ya istri ku begitu super power, tetangga juga tahu betapa istriku sangat kuasa. Dia adalah anak dari seorang nyonya yang kuasa. Pemilik pabrik tekstil yang semua karyawan nya adalah warga sini.
Istriku memang cuman anak nomer 2, tapi wibawanya turunan dari mamanya. Aku menikah dengan dia karena mamanya memungut aku. Mamanya punya insting yang bagus. Dia membawaku ke hadapan istriku -waktu itu kami masih sepasang dua orang asing- di hari yang panas. Mamanya berharap kalau aku menjalin hubungan dengan dia supaya dia mau menikah secepatnya.
Awlannya aku heran, mengapa orang seperti ku bisa menikah dengan perempuan ini. Padahal status ku dalam profesi hanya seorang office boy di sebuah kantor usang.
"Aku dengar dari mama katanya kamu laki-laki penurut, aku seorang penuntut loh, apa kamu mau dengan ku yang seperti ini" ucapnya waktu itu. Dari sorot matanya yang menghujam langsung, aku terperangah dan aku hanya bisa mengangguk saja. Dari situlah dia mau menikahi ku.
Aku terpesona dan terjerat tatapan matanya, dalam diriku membuncah perasan ingin sekali tetap berada di dekatnya, apakah mungkin ini adalah momen cinta pertama, yang di sebut orang orang sebagai cinta yang tak kan pernah terlupakan.
"Pak, apakah ada tanda tanda akan di anugrahi momongan" tanya pria baya setelah menyeruput kopi yang aku buatkan.
"Eh gimana ya, saya tidak bisa melakukan apa pun kecuali dia mengizinkan pak. Tapi pernah sih dia meminta aku melakoni setiap malam, sampai sekarang belum ada tanda tanda, sih" jawabku seadanya.
"Terus apa kata nyonya besar?"
"Nyonya besar?, oh maksudnya ibu mertua saya, ya beliau sih bersikap santai. Kaka mertua saya pun belum ada momongan, jadi, mungkin ya, mungkin ini, beliau masih bersabar" agak sedikit bingung aku atas pertanyaan pak parman barusan. Entah mengapa sebutan "nyonya besar" hari hari ini merujuk pada istriku bukan mama mertuaku. Memang sih yang masih tinggal di rumah ini hanya aku dan istri. Mama mertua, Kaka serta suaminya sudah pindah ke rumah lain yang lebih mewah.
"Beruntung ya pak" Hela nafas pria di depanku memancarkan keirian. Ya pria baya di depan ku ini hanya buruh di pabrik milik mama mertua ku. Bapaknya, pamannya, dan sepupu-seupunya juga buruh pabrik yang sama.
"Puja dan puji syukur kehadirat Tuhan pak. Nasib orang siapa yang tahu, menjadi seperti saya pasti tidak lekang dari gunjingan para tetangga toh" gumamku
"Emang siapa yang berani mengunjing bapak, semua orang dusun paham betul. Ini ya, bahkan jika bapak menyuruh mereka semua buat cium kaki bapak, mereka pasti menurut toh"
"Emang bapak mau kalau saya suruh cium kaki saya"
"Waduh pak, tentu saya mau toh, tapi mbok jangan, saya kan teman bapak" dia mencoba mencarikan suasana. Aku hanya tersenyum tipis melihat gelagat nya yang takut dengan imaji menjijikan yang barusan dia katakan. Mana ada orang yang mau melakukan hal menjijikan seperti itu kepada ku yang lemah ini, ya meskipun aku adalah Sumi istriku yang sangat disegani di dusun sini.
Aku pun tahu mereka para tetangga ngomongin aku. Membuat gosip yang tidak tidak. Bahkan bila diizinkan bertaruh, orang yang sedang ngobrol santai dengan ku saat ini, pasti pernah atau bahkan sering ngerasani diriku saat kami tidak bertemu.
"Emang bapak dapat cuti berapa hari?" ajaku mengalihkan topik. Dia nampak berfikir menghitung hasil SK yang dia terima tempo hari.
"Kayaknya cuman tiga hari deh, kami kan hanya buruh kecil yang di bayar perhari, jadi jika cuti ya, hilang lah uang heheh" keluhnya kemudian.
Meskipun begitu, aku tidak peduli juga, pria baya di depan ku ini, terlalu cari perhatian. Dulu waktu umur pernikahan ku masih satu bulan. Jarang sekali aku mendapatkan tamu, bahkan tidak ada. Tapi istriku lain lagi, banyak tamu yang ingin bertemu dengan nya. Meski ku lihat jarang dari teman temannya, kebanyakan para kolega ibu mertua, karena beberapa tanggung jawab pabrik diserahkan kepada istriku, maka ya, mereka berbondong-bondong soan kepada nya. Sering kali aku lah yang membuatku wedang untuk para tamu, saat mengantar tumpukan gelas di atas nampan. Nampak wibawa istriku membuncah, membuat hatiku berdebar dibuatnya.
lalu pria ini datang ke rumah, beranjang sama sebagai tetangga. Awalnya aku menolak. Tapi suatu pagi, naas bukan aku yang pertama kali menemuinya tapi istriku.
"Itu ada tetangga kita mau bertamu katanya. Dia sangat sopan, dia bahkan menghormat padaku selayaknya raja. Aku suka orang yang tahu posisinya dihadapan ku. Mirip kaya kamu sih, iya kan sayang, nah maka dari itu, temani dia gih, buatkan kopi, jadikan dia teman ngobrol, sesekali bergosip tidak apa apa, kamu jug pasti boring dengan pekerjaan rumah yang rutin kamu kerjakan kan!" Ucap istriku waktu itu.
Mau tidak mau aku harus meladeni pria baya itu. Tapi seiring waktu, dia ternyata asik juga. Dia pandai mengolah kata menjadi terdengar manis, Tak buruk rupanya. Meskipun aku tahu dia menjelekkan ku di belakang saat kami tidak bertemu.
Taksi berukuran besar melaju lalu parkir di depan teras. Tentu saja aku tahu kalau yang datang pasti istriku. Dan Benar seorang perempuan seumuran ku, mengenakan kaos hitam favoritnya keluar dari taksi lalu berjalan menghampiri kami. Aku dan pak parman seketika berdiri menyambut kedatangan nya
"Selamat datang Nyonya!" Pak parman mendahului ku mengucapkan selamat datang, mulut manisnya benar-benar ahli. Istriku hanya mengangguk, kemudian menatap ku. Seketika aku paham. Ku putar sedikit lalu ku tata kursi yang tadi aku pakai supaya mudah untuk dia duduki. Benar saja dia langsung duduk dan menyilangkan kaki karena kelelahan. Bergegas aku ambil sandal hotel dan ku taruh di dekat kakinya, tanganku bekerja cekatan. Ku lepas tali sepatu sneaker yang dia kenakan dan menyelesaikan kerja cekatan ku sampai kaki istriku mengenakan sendal hotel dengan sempurna.
"Pak parman cuti ya" istriku bertanya sekilas
"Iya nyah, saya sedang mengambil cuti, saya ingin ngobrol dengan tuan supaya beliau tidak bosan di rumah terus""Ya baguslah" ucap istriku dengan nada tidak peduli
"Udah kan sayang, nih bawa masuk" dia meyerahi ku tas selempang yang dia kenakan waktu keluar tadi. Aku menerima dengan kedua tangan dengan tadzim. Kalimat perintah itu benar benar kode agar pria yang bertamu di rumah kami agar segera pergi.
"Kalau begitu, izinkan saya buat under diri ya nyah, tuan" dia melanjutkan gerag geriknya dengan berlutut membungkuk, menempelkan kedua tangan, dan sungkem ke hadapan istriku, 5 Detik dia bertahan di posisi itu seakan memberi penghormatan tertinggi kepada orang paling mulia di dunia ini. Setelnya Dia melangkah mundur. Menuju motor nya yang terparkir, lalu pergi.
Heran aku dibuatnya. Saat kami berdua bersama, tidak sekalipun dia memanggil ku dengan sebutan "tuan", kenapa sekarang dia melakukannya, aneh sekali.
Tamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Itu Kamu [END]
Poesiakumpulan cerita dan puisi atau narasi dari semesta yang ada didalam kepala shophilosopher, semesta ini terbentuk semenjak ia mulai memahami warna, bentu, Suara, rasa, dan aroma. 🦋🦋🦋🦋 ,-shophilosopher