Semesta Itu Kamu [END]

© harapan kepada kaisar ©

Pada gang kumuh,berdiri tenda pemukiman kami, beruntung di area pasar ini, aku dan kedua orang tuaku masih bisa diberikan kesempatan mendirikan tenda sederhana. Kami sangat miskin, sehingga untuk bernaung saja kami kesulitan. Sudah beberapa kali tenda yang kami dirikan, malah diobrak-abrik oleh preman atau bahkan petugas keamanan kekaisaran.

Aku menjadi anak 17 tahun yang terbiasa Menjangal perut sejak dini. Ayah ibuku pun terbiasa. Beruntung sedikit, kami mengalami yang namanya pergantian pemimpin, saat yang mulia kaisar Yulia de Atapcia naik tahta menggantikan ibunya.

Ku kira, kaisar bakal membantu kami para rakyat jelata. Memang beberapa daerah yang terkenal kumuh, banyak mendapat bantuan sosial berupa gandum roti dan moda usaha. Itupun aku tau dari beberapa surat kabar yang di buang para tuan tuan di pasar.

Kami selalu berharap. Meski kami adalah masyarakat kumuh, kami tetap rakyat kekaisaran bukan!?. Apa karena tempat tinggal kami di kota yang sudah maju, sehingga kaisar yang dikenal baik itu jadi tidak bisa melihat kami, mengakses penderitaan kamu yang akut ini.

Terkadang ibu jadi buruh angkut. Ayahku sakit-sakitan, terkadang terbaring di tenda dan tidak bisa membantu ibu membanting tulang. Aku juga sama, di toko-toko para saudagar, aku jadi pesuruh.  Tapi mengapa aku selalu di bayar dengan sangat kecil. Uangnya bahkan tidak cukup untuk memberi roti yang bisa tahan sampai seminggu.

Saat saudagar itu sudah mendapatkan pesuruh lain,aku di usianya. Terkadang dihina dan diludahinya sebagai kami orang orang kumuh yang mendirikan tenda di pasar.

"Sial! Dasar miskin, lebih baik jadi budak sana!! Kenapa kaisar yang baru naik tahta itu masih memelihara kalian, buang saja lagi!!, Ke laut atau ke lahar di kawah gunung" hinaan mereka sampai membawa bawah nama kaisar.

Keluarga kami tidak sendirian yang menderita, sekitar 27 keluarga yang bernasib sama. Mendirikan tenda di gang kumuh, terpencar di pasar yang luas ini.

Aku punya teman miskin, namanya Yoi. Dia juga miskin, sama seperti ku. Orang miskin selalu memiliki teman miskin, yang kaya apa mungkin mau berteman dengan kami, wong lapar saja, mungkin mereka tidak pernah rasakan, apa lagi berteman. Ada juga teman kami yang lain, yang juga miskin, tapi dia mati. Karena ibu dan keluarganya tidak memiliki biyaya pemakaman, dia kami kubur di hutan yang jauh dari pasar. Dengan modal seadanya. Akhirnya kami istirahatkan dia dalam kemiskinan.

Seandainya kami bisa bertemu kaisar, apa hidup kami bakal berubah, tidak ada yang tau., Sebab ayahku pernah bertemu kaisar yang bertahta sebelumnya, tapi kaisar itu seakan tidak peduli, atau mungkin peduli tapi, apa yang dia janjikan seperti tidak pernah kami rasakan. Ayah bercerita kalau yang mulia kaisar yang bertahta sebelumnya, seakan memiliki masalahnya sendiri. Ayahku memang peka orangnya, meskipun miskin , membuat ibu terpesona dengannya dan menikah dalam kemiskinannya pula.

𝕾𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝕾

Yang mulia kaisar Yulia de Atapcia.
Dimuliakan nama mu
Dengan kuasa yang luas, dalam anugerah tanah Atapcia yang makmur
Aku hdup miskin dan lapar
Apa kasur di istana empuk?
Pernahkah kaisar sekali pun pernah kelaparan ?
Atau mungkin kehabisan uang untuk membeli obat?
Aku memuliakan nama Yulia dalam batin ku, tapi perutku seakan tidak terima
Ia butuh makan bukan cinta.
Yulia sang penguasa
Kuasamu ku tunggu selalu
Dengan rumor kebaikan hatimu, aku jadi berharap
Engkau datang ke tenda kami lalu membawa kami ke istana, makan sepuasnya.
Hanya makan dan tidur hangat saja yang ini aku rasakan.
Apa itu tidak mungkin wahai Dewi kami.
Yulia de Atapcia dimuliakan namamu dalam batin kami
Kau ingin kau tau kalau kami masih miskin dan lapar.
𝕾𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝕾

Surat itu aku tulis dari pena yang ku temukan di jalan ,dan sebuah kertas bekas. tapi Yoi merebutnya. Dan membaca dengan ekspresi marah

"Dimuliakan apanya bangsat! Ia sama saja dengan kaisar sombong itu, kita tidak perlu berharap kepadanya, kita hanya perlu menahan lapar.