Aku Dewi, mahasiswi biasa dengan kegiatan gadis lanjut jenjang pendidikan yang juga biasa saja. Tapi pernah tidak sih, kegiatan yang biasa biasa saja ini sebenarnya hal yang telah di rancang manusia, dengan kesadaran manusia yang terstruktur sedemikian rupa, dan tanpa sadar membuat beberapa pihak secara tidak sadar, "dipojokkan", di buat agar tidak berdaya secara politik dan sosial.
Dalam bahasa Inggris "Man" yang diartikan dalam bahasa sebagai"manusia", menunjuk kalau pihak lain, yakni "woman" adalah lain dari "man", atau secara kasar adalah lain dari manusia.
Aku baru mengetahuinya, semenjak tau sedikit sedikit tentang isu gender, semenjak mengenal filsafat yang dikenalkan oleh Miss putri, Dosen yang aku kagumi.
Sejak kecil, sebagai anak ke 2 yang lahir berkelamin perempuan. Ibu dan ayah mewanti-wanti aku agar menjadi wanita ideal sesuai imajinasi mereka. Mereka berharap agar aku terus mengenyam pendidikan, tidak perlu serius, tapi harus terlihat bagus di mata lelaki.
Aku diajarkan dengan keras, bagaimana cara melayani pihak laki laki kelak. Karena kata mereka , aku bakalan jadi istri, skil memuaskan lelaki harus ditanamkan secara tegas. Memasak, mencuci, berhias belanja dan banyak skill domestik lainnya.
Aku tidak marah atau benci. Karena Miss putri pun tidak mempermasalahkan hal baik seperti itu, katanya. Tapi mau tidak mau aku menjadi jengkel. Mana, ketika aku ingin melakukan hal yang ingin aku lakukan. Mereka melarang larang karena tidak sesuai dengan citra perempuan, sedangkan Kaka laki lakiku, mereka memfasilitasi apa pun yang dia ingin lakukan. Kata mereka "laki laki harus memiliki banyak pengalaman".
Dalam hatiku, aku juga ingin memiliki banyak pengalaman dong. Seperti menaiki motor milik bapak. Ikut begadang melihat pagelaran wayang kulit atau menonton bola bareng bapak dan Kaka, sambil ikut berteriak teriak ketika striker akan mengolkan bola ke gawang lawan.
Aku tidak benci dilahirkan sebagai perempuan. Miss putri, dosenku itu juga sama. Ia malah bersyukur karena diciptakan memiliki rahim dan payudara. Itu berarti menjadi perempuan adalah menjadi tali penghubung generasi para manusia.
Terkadang memang, menjadi perempuan yang memiliki tubuh yang lebih kecil. Terlihat lemah dan perlu dikasihani. Menjadikan para " man" menganggap kami sebagai obyek, lebih parahnya lagi sebagai masyarakat nomer 2. Bahkan di masa lalu. Miss putri pernah bercerita. Bahwa wanita adalah properti yang bisa diwariskan. Mengenaskan menjadi perempuan di jaman itu.
Parahnya. Hal semacam itu, di masa itu adalah sebuah hal yang biasa-biasa saja. Padahal aku dan laki-laki sama sama memiliki anatomi yang sama,sama sama bisa berfikir, tapi diperlakukan oleh masyarakat secara berbeda. Aneh bukan?!.
Tapi apa? Hal itu dianggap biasa bisa saja.
Dulu Aku sangat tertarik dengan ilmu ilmu hewan dan astronomi, kecenderungan itu muncul sejak kelas 3 sekolah dasar. Waktu itu aku meminta bapak agar mengsekolahkan ku di SMP N 1 yang fasilitas nya untuk pengembangan ilmu pengetahuan alam lengkap dan memadai.
Tapi apa? Mereka tidak menuruti nya, mereka memasukkan aku ke sekolah agama, kata mereka karena aku calon ibu, aku harus paham agama. Sejak saat itu aku terpisah sama sekali dengan ilmu ilmu alam. Aku tidak membencinya. Hanya iri dengan Kaka yang masuk SMA N 1, padahal biayanya sangat malah. Aku tidak benci aku hanya iri.
Ada lagi hal yang membuat jengkel, aku memang suka berlaku dominan diantara teman sepermainan ku. Aku muda bergaul, ceria dan ya lumayan lah jika tidak dianggap cantik. Sehingga suatu ketika teman-teman ku mengajukan ku ke pencalonan ketua OSIS di sekolah ku. Mereka antusias mendukung ku. Para guru juga mengenali ku dengan baik, sehingga mendukung ku juga. Pada saat voting, dengan segala hal yang aku citrakan ke mereka, aku mendapat suara terbanyak.
Hanya saja, ketika pengumuman hasil voting. Kepala sekolah intervensi dalam kegiatan siswa ini, para siswa marah tapi kami tidak memiliki kuasa lebih besar darinya. Dia, sang kepada sekolah. Mengumumkan bahwa aku, tidak boleh jadi ketua OSIS. Katanya "wanita tidak boleh jadi pemimpin dan belum ada wanita satu pun yang pernah jadi ketua OSIS di sekolah ini" .
Sehingga calon laki laki lah yang terlantik waktu itu, padahal secara kompetensi dia lebih buruk bahkan tidak berbakat, sama sekali. aku menagis sejadinya, bahkan sampai pingsan. Teman teman ku marah, beberapa guru protes, tapi keputusan itu final. Aku dan mereka tidak bisa berbuat apa pun.
Aku tidak marah, aku hanya jengkel.
Miss putri pernah bercerita bahwa perjuangan, penyetaraan "man" dan "woman" masih sangat panjang. Sebab laki-laki maupun perempuan sama sama memiliki ego. Bahkan di beberapa tempat, laki laki lah yang menjadi masyarakat nomer dua, dan banyak mendapat perlakuan deskriptif. Saat ungkapan itu aku dengar, aku terperangah. Apa benar ada yang seperti itu di dunia ini?
"Kesetaraan adalah hal yang sangat sulit tercapai, namun dengan demikian, perjuangan atas kesetaraan adalah perjuangan yang harus dilakukan tanpa henti"
𝕾𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝕾
Dunia perempuan yang pilu
Ku tuliskan tinta tentangnya
Betapa runyam nasibnya
Rela mati ketika melahirkan manusia
Manusia mahluk yang semu
Dia berlaku congkak atas anugrah
Lalu bertindak semena-mena terhadap sesamanya
Di sisi manusiawi yang lemah itu
Ada secercah harapan diantara mereka
Pihak-pihak yang mau berbenah diri
Perempuan maupun lelaki
Sehingga terjadi harmoni
Begitulah kami, manusia yang semu dan sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Itu Kamu [END]
Poetrykumpulan cerita dan puisi atau narasi dari semesta yang ada didalam kepala shophilosopher, semesta ini terbentuk semenjak ia mulai memahami warna, bentu, Suara, rasa, dan aroma. 🦋🦋🦋🦋 ,-shophilosopher