~~~
Jega yang saat itu masih menduduki bangku kelas sembilan sekolah menengah pertama, mengintip ketakutan di balik pintu ruang kerja Ardi. Disana ia lihat Senja, Adiknya terlihat tengah ketakutan hebat, seluruh badannya gemetar, tubuh kecilnya terus meringkuk menerima setiap pukulan dari Ardi.
Tadinya Ardi mengajak Senja keluar untuk di antar les, namun entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal di hati Jega. Setiap Adiknya pulang les, pasti ada saja lebam yang entah itu di tangan, tubuh, kaki, atupun wajah, membuat rasa curiganya kian membesar. Wajah Senja yang selalu nampak ketakutan saat di ajak Ardi, membuat kekhawatirannya bertambah. Akhirnya, dengan modal nekat bocah itu memutuskan untuk menyelinap masuk ke dalam mobil Ardi sebelum mereka berangkat. Dalam perjalanan, kecurigaannya semakin terbukti, ketika Papa sering kali membentak hingga memukul Senja, seakan tuli bahkan Papa menghiraukan tangisan Senja, dan malah membentaknya kembali menyuruhnya untuk diam.
Di balik pintu tersebut, kini Jega dapat mendengar jelas, jerit kesakitan Senja, bentakan sang Papa, hingga pukulan Ardi yang menimbulkan bunyi nyaring, bisa di bayangkan betapa sakitnya Senja saat itu.
"Saya sudah bilang, nilai kamu harus tinggi Senja! Kamu tega banget ya malu-maluin saya!" Sentaknya menggelegar penuh emosi.
"Senja gak bisa Pa... Senja sudah berusaha.." cicit Senja diiringi isak tangis yang terus keluar dari belah bibirnya, tubuh kecilnya tengah menunduk ketakutan di hadapan sang Papa.
Duaghh
Tendangan melayang sempurna mengenai tubuh kecil Senja, membuatnya kembali tersungkur menambah kencang tangisannya, darah segar mengalir dari hidung Senja.
"Bukan gak bisa! Tapi kamunya yang malas!! Mau di letakkan dimana muka saya ketika bertemu rekan kerja saya nanti? Hah?!" Sembur Ardi menggebu, menatap nyalang putra kecilnya yang meringkuk ketakutan.
"Maaf Pa, Senja akan berusaha lebih keras," sesal Senja berharap kali ini Papa akan melepaskannya.
"Harus! Kamu itu—" secara tiba tiba kalimatnya terpotong entah kenapa, tapi justru diam nya sang Papa membuat Senja semakin takut. Ardi mendekat ke arah Senja yang kini mulai kembali ketakutan, tangisnya semakin kencang kala tubuh Ardi semakin dekat dengannya. Tubuhnya ia seret mundur perlahan takut jika Papa akan memukulnya kembali.
Tanpa di duga, Ardi justru mengusap lembut surainya, membuat Senja terdiam terpaku. Namun, tak lama ketakutannya kembali muncul, ia takut, masalahnya ia tak tahu kelanjutannya saat ini bagaimana, bisa saja Papa menjambaknya seperti yang sudah sudah?
Di tengah ketakutan Senja, Ardi justru mengusap kepalanya lembut, memberinya sebuah pelukan, pelukan yang sudah lama sekali tak Senja dapatkan. Ia rindu sekali dengan pelukan ini, Senja kecil amat rindu dengan pelukan hangat Papa-nya.
"Nggak papa, Senja sudah berusaha, gak perlu nangis lagi udah. Papa gak bakal pukul Senja kok, cup, ya sayang?" Tuturnya lembut yang seketika mampu mebuat Senja diam seribu bahasa.
"Lagian kapan sih Papa pernah pukul Senja?"
Senja masih terdiam dengan badan bergetar, mulutnya seolah kelu untuk sekedar menjawab. Kenyataannya hampir setiap nilai ujiannya turun Ardi akan membawanya untuk diberi hukuman, tentunya itu sebuah pukulan dan berbagai kekerasan lainnya. Tapi apa yang baru saja pria dewasa didepannya ini bicarakan. Kapan? Hampir setiap saat, jawabannya.
"Diam! Atau saya kurung kamu di kamar mandi!" Ancamnya berbisik tepat di telinga kecil Senja. Detik itu juga harapannya pupus, sirna seketika kala bisikan keji sang Ayah menyapa indra pendengarannya.
Senja kini kecewa, ia kira Papanya yang dulu sudah kembali. Bagai di buat melayang tinggi, lalu di jatuhkan sejatuh-jatuhnya, Senja benar-benar sedih. Apakah sosok Papanya yang dahulu penuh dengan kasih sayang serta canda tawa kini sudah lenyap?
KAMU SEDANG MEMBACA
Light Of Happiness [✓]
Teen FictionTentang mereka, tujuh luka yang berusaha mencari cahaya kebahagiaannya di tengah gelapnya harapan. Hadirnya orang tua mereka bukan lagi untuk mencium kening atau sekedar mengucapkan segala kata-kata kasih sayang serta penyemangatnya. Keduanya hadir...