06; Adik Tiri

1.4K 109 0
                                    

~~~

"Bodoh! kamu ingin Papa kembali menuntut Senja?" Murka Ardi praktis membuat Jega menggeleng kuat.

"Mangkanya lakuin yang bener! Jangan malu-maluin!" Sungutnya seraya menoyor kepala Jega.

"Kalau memang nggak mampu, gak usah sok sok an mau menggantikan Senja–"

"Tapi Jega gak bisa lihat adik Jega di pukulin papa terus-terusan cuma karena nilai, pa!" Sambar Jega menyela kalimat sang papa.

"Bakat Senja ada di bidang musik, papa tahu itu! Jega yakin Jega bisa, maaf untuk nilai Jega kali ini, Jega janji akan berusaha lebih keras." Kukuhnya mencoba meyakinkan Ardi.

Jadi selama ini, Jega-lah yang mengajukan diri untuk menggantikan posisi Senja. Itu mengapa Ardi tak lagi mempertanyakan nilai kepada Senja yang tentunya membuat Senja kebingungan. Jega tentu tak tega melihat Adiknya terus di pukuli hanya karena nilai. Pada akhirnya ia mengajukan diri untuk menggantika Senja dengan syarat Ardi tak boleh menyentuh Senja lagi. Namun satu hal yang tak Jega ketahui, beberapa kali, Ardi kerap memukuli Senja hanya untuk melampiaskan amarahnya, tanpa sepengetahuan Jega tentunya.

"Beraninya kamu menyela ucapan saya! Dasar Anak gak sopan! Gak berguna! Menyesal saya punya anak seperti kamu!"

Degg!

Jega tersenyum kecut mendengar penuturan dari mulut Ardi. "Gak berguna? cih!"

Buggh!

Buggh!

Krekk

Jega meremat kaleng soda di tangannya lalu membuangnya asal.

Gak berguna? Jadi dia anak yang gak berguna ya? Lalu untuk apa nilai yang selama ini ia perjuangkan hanya untuk dipamerkan olehnya? Pikiran Jega terus melayang pada kalimat terakhir yang Ardi ucapkan, itu terlalu menohok untuk diterima.

Menyadari darah di sudut bibirnya kembali mengalir Jega segera menghapusnya dengan kasar. Kini Jega tengah duduk di depan Minimarket tak jauh dari kantor Ardi. Sejak setengah jam yang lalu Jega belum beranjak dari duduknya, selain karena perkataan Ardi terakhir kali membuatnya terus kepikiran, Jega juga bingung harus mencari alasan apa lagi untuk luka luka di wajahnya ini. Hingga tak berselang lama sekelibat ide muncul di benaknya.

Helaan napas keluar dari buah bibir Jega, "oke, tinggal balik." Monolognya sambil beranjak dari duduknya.

Belum beberapa langkah kakinya pergi, seseorang sudah lebih dahulu mencekal lengannya menghentikan pergerakannya. Jega menolehkan kepalanya, mendapati seorang gadis kecil yang tengah mencekal lengannya dengan kepala yang mendongak menatapnya tanpa rasa takut.

"Ngapain lagi sih, Sa?"

"Itu kak," telunjuknya mengarah pada luka-luka Jega, "ayo dong, sebentar doang, suwer," Alsa mengangkat dua jarinya membentuk huruf v.

Dia Alsa, Alsaraeni Gracelia, Adik tiri mereka. Kebanyakan dari mereka tak pernah berbicara secara langsung dengan Alsa, namun tidak dengan Jega. Ia sudah berkali kali berbincang dengan Alsa, tak jarang juga, Alsa lah yang mengobati luka-lukanya. Karena memang cuma dia yang tahu akan hal ini.

"Gausah! Gak mood gue!" Jega menghentakkan tangannya hingga cekalan Alsa terlepas, lalu pergi meninggalkan gadis kecil itu begitu saja. Bukan tanpa sebab Jega seperti ini, tapi demi apapun kini isi kepalanya benar benar sangat berisik, ucapan Ardi terakhir kali terus berputar di kepalanya.

Alsa menghela nafasnya pelan memandang punggung sang saudara tiri yang kian menjauh sitelan gelapnya malam. "Maaf. Alsa tau Kakak pasti ngelarang Alsa untuk minta maaf, tapi tetep aja, maaf untuk semuanya."

Light Of Happiness [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang