01; Rumah

2.7K 175 8
                                    

~~~

Bruk

"BANG HAKSA MAHENDRA ARVENDRI TETUA KITA YANG PALLLLIINNGG KITA HORMATI, BANGOOONNN! NGEBO MULU!!" Teriak seorang remaja dengan tinggi tak manusiawi mengingat kedudukannya sebagai si bungsu namun memiliki tinggi badan diluar angkasa. Remaja dengan tampang tak berdosanya yang melempar kakak tertuanya dengan bantal. Bisa dibilang kelakuan bungsu satu ini menggambarkan bokem teratas dari yang paling atas.

Pria yang dilempar bantal dengan sadis tepat mengenai wajah tampannya itu tentu terbangun dengan keterkejutan. Siapa lagi kalau bukan si bungsu Riky pelakunya, sangat mudah ditebak, sipaling jailnya minta ampun.

"Apasih dek? Kaget tau!" Risih Haksa dengan alis menukik serta kedua matanya yang masih merem melek. Kesel dia karena tidur indahnya keganggu.

Sementara si pelaku justru menampilkan deretan gigi putih dan rapihnya lalu berkata dengan cengengesan, "hehehe, minta uang." Kini bocah itu sudah berada di ranjang Haksa dengan tangan menengadah. Apalagi kalo ga minta duit.

Haksa yang nyawanya belum kekumpul masih ngucek mata sambil nguap. "Buat apa? Kan gak sekolah sih."

Laki-laki tertua di rumah itu beranjak dari ranjangnya, merenggangkan tubuh sejenak lantas berjalan menuju kamar mandi, berniat melakukan ritual mandi paginya.

Bungsu dengan sejuta tingkah ajaibnya itu ikut berdiri mengikuti kemana saja sang abang berjalan. "Beli cilok mang Ujang di ujung sana, ayolah bang, lima rebu doang." Rengeknya dengan tangan yang terus menengadah dan kaki yang terus berjalan mengikuti kemana Haksa pergi.

"Apasih dek, ngintilin mulu," risih Haksa untuk kesekian kalinya hendak menyentil dahi Riky. Tapi gajadi, sayang adek sendiri. Lantas sosoknya beralih merogoh saku celana yang tergantung lalu mengeluarkan dompetnya. "Jean sama Senja nggak minta?" Katanya melontarkan tanya sebab biasanya kalo si Riky beli pasti itu dua bocil lainnya juga minta.

Yang lebih muda meletakkan jari telunjuknya pada bibirnya. "Sssstttt, bang Jean lagi sibuk sama kucingnya, kalau bang Senja lagi sibuk nonton Spongebob. Biarin buat Riky aja." Bisiknya kelewat jahannam. Lihat aja aura adek durjannah nya.

Si sulung berdecak lantas berikan tatapan sinisnya, "gak boleh serakah Rik! Jean sama Senja beliin juga, awas lu!" Haksa mengeluarkan satu lembar uang sepuluh ribuan dan satu lembar uang lima ribu dari dompetnya, "nih."

Yang lebih muda tentu menerima uluran uang tersebut dengan hati riang. "Iye dah tapi ga janji," katanya dengan nada kurang meyakinkan.

"Udah gede Rik, jangan berantem mulu." Laki-laki yang baru saja lulus sekolah itu kembali melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

"Dih, gue mah masih kelas delapan SMP bang. Abang lupa? Udah ah, gue berangkat dulu. Oh iya, makasihh bangg." Riky berlari keluar kamar setelah kasih pose saranghae ke abangnya. Tentu dengan uang lima belas ribu di tangannya.

Sedangkan yang baru saja dipalakin hanya mampu menggelengkan kepalanya tak habis fikir melihat tingkah adik bungsunya yang begitu diluar nurul.

"Kelas delapan esempe tapi tinggi dah hampir sama ama gua." Cibirnya setelah itu melesat masuk kedalam kamar mandi.

~~~

Rumah berlantai dua dengan cat putih kekuningan yang melapisi setiap sisi tembok, pagar ber-cat hitam yang tingginya sekitar tinggi badan orang dewasa, ditambah perkarangan kecil yang ada di halaman depan serta halaman belakang rumah yang dihiasi beberapa tanaman hias, terlihat mempercantik tampilan rumah ketujuh saudara itu.

Rumah ini kini hanya terisi tujuh orang, Ardi dan Rani memutuskan untuk bercerai saat Haksa menginjak kelas delapan SMP. Mereka rasa Haksa sudah cukup dewasa untuk mengurus adik-adiknya. Sebenarnya Ardi dan Rani sudah memutuskan pembagian anak yang akan dibawanya masing-masing pada keluarga baru mereka, tetapi Haksa dan adik-adiknya menolak, mereka menolak untuk dipisahkan. Haksa yang saat itu masih kecil dengan lantang berkata, "Haksa bakal jagain adik-adik, Haksa janji! Asal mama sama papa jangan pisahin kita, kita gak mau pisah!"

Light Of Happiness [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang