39; Perpisahan Yang Tak Diharapkan

1K 66 24
                                    


Hellowww

~~~

"Lepas! Lo jahat, Bang!"

Haksa semakin dibuat panik ketika melihat wajah sembab Joe dengan sorot mata tajamnya.

"Joe, kenapa?" Tanyanya dengan nada yang diturunkan berharap Joe meredakan emosinya.

"Abang yang kenapa?! Kenapa Abang tega, hah?? Joe ada salah apa sama Abang??" Dengan suara bergetar parau Joe berteriak menaikkan nada bicaranya pada Haksa.

Yang lebih tua tentu kaget, ia tak faham dengan maksud Joe. Dengan penuh kesabaran Haksa mencoba meraih lengan sang Adik untuk dipeluknya, namun lagi dan lagi tangannya dihempaskan begitu kasar oleh Joe.

"Abang gak faham sama maksud kamu, Joe," jujur Haksa menatap nanar Joe yang kini terlihat diliputi emosi.

"Jadi ini yang selama ini lo sembunyiin. Kenapa... Kenapa Bang Haksa tega ngebuang gue? Gue salah apa, Bang?"

Bagai tersambar petir, detik itu juga Haksa sadar akan situasi saat ini. Dengan raut gelisah ia menggelengkan kepalanya. "E-enggak Joe, bukan gitu maksud Abang. Denger dulu penjelasan Abang."

"Penjelasan apa? Bang Haksa emang nunggu waktunya kan? Sekarang waktunya, Joe udah pasrah Bang, kalau memang Bang Haksa merasa terbebani dengan adanya Joe, Joe ikhlas dibawa pergi sama Bapak brengsek itu."

"Joe.."

"Apa?? Abang mau belain dia lagi?? Mau Bang Haksa bilang berbagai alasan dan kebaikan orang itu, Joe tetep gak akan ngerubah pandangan Joe ke dia. Joe udah bilang berkali kali kan, Bang? Kenapa justru Abang yang ngusir Joe?" Kini tak hanya tetesan, air mata Joe mengalir deras bagai arus sungai. Hatinya berdenyut begitu sakit, detik itu juga rasanya ia ingin menghilang dari sana, berlari ke tempat dimana tak ada seorangpun yang bisa menemukannya.

"Tolong dengerin penjelasan Abang, Dek. Sekali aja."

Joe tertawa remeh, "Dek? Siapa? Lo udah ngebuang gue."

"Joe-"

"Pergi!"

"Tapi, Dek."

"Stop panggil gue Adek!! PERGI GUE BILANG!!" Teriakan kencang lolos dari buah bibir Joe. Sungguh, rasanya ia tak sanggup mendengarkan sepatah kata dari mulut Haksa. Rasanya ia tak bisa mempercayai apapun yang dikatakan oleh Abangnya. Kepercayaannya lenyap digantikan kekecewaan yang begitu membekas di hatinya. Sekali lagi, Joe merasakan rasanya dikhianati. Setelah dikhianati oleh perempuan yang dicintainya, lalu dengan sahabatnya yang ia percaya, dan sekarang, dengan saudaranya yang begitu ia sayang. Tak ada yang tahu seberapa sakit hatinya menerima banyaknya pengkhianatan dari orang terdekatnya.

Dengan langkah gontai Haksa berjalan kembali kearah mobil sedan yang terpakir lumayan jauh dari tempat mereka berdua saat ini. Meski jauh mobil tersebut masih nampak oleh mata telanjang. Air matanya sudah luruh entah sejak kapan. Ketakutannya benar benar terjadi. Ini alasan mengapa dirinya belum juga siap untuk jujur pada Joe. Sorot kekecewaan serta kebencian terpampang begitu jelas dari mata sang Adik, membuat hatinya seolah kembali tergores hingga meninggalkan luka yang menganga begitu menyakitkan.

Kacau. Satu kata yang dapat mendeskripsikan liburan mereka saat ini. Entah masih bisa disebut liburan atau tidak karena hubungan mereka bahkan sudah kacau sebelum sampai di tempat tujuan. Berkali kali Haksa merutuki dirinya yang bodoh.

Light Of Happiness [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang