~~~"Terus, kenapa Abang gak bilang dari awal?"
"Kan Abang udah cerita Je, Abang lupa ingatan gara-gara kecelakaan kecil itu. Awalnya Sastra yang hampir jatuh dari atas prosotan,
pas banget waktu itu Abang lihat dan langsung tarik si Sastra, eh taunya Abang yang kepleset dan berakhir jatuh sampe kepala Abang kebentur batu. Gak parah cuman ngilangin sebagian ingatan, gak seluruhnya. Sedangkan Sastra, Joe sama Jega, mereka sendiri gak inget karena waktu itu mereka masih kecil." Jelas Haksa panjang lebar, kini diriny tengah diintrogasi oleh Adik adiknya. Lebih tepatnya tiga adiknya sih, cuma Senja, Jean, sama Riky.Sementara Sastra lagi pura-pura tidur di kasurnya, Joe lagi di kamar mandi, dan Jega lagi di depan pintu kamar gatau juga lagi ngapain. Tapi Haksa tau mereka lagi nguping.
"Dengan keadaan Abang yang kaya gitu, Papa sama Mama nganggep itu sebagai kesempatan, mereka sengaja ngebiarin Abang lupa sama asal usul Joe, Jega, dan Sastra, bahkan Abang sendiri, Abang yang lahir diluar nikah sebagai anak haram." Haksa menundukkan kepalanya, suaranya memelan ketika sampai pada kalimat terakhirnya.
"Mungkin niatnya biar Abang bisa melihat kalian semua sama rata sebagai Adik-adik Abang tanpa pengecualian, juga menghapus ingatan buruk yang dari kecil Abang dapet dari orang-orang yang nge-cap Abang sebagai anak haram." Lanjutnya sambil mengangkat kembali kepalanya, bibir tipis itu mengulas senyum tipisnya.
Senja menghela nafasnya pelan, dirinya kini juga bingung, tak faham dengan alur cerita dan asal usul mereka ini. "Kalau emang itu niat Papa sama Mama, kenapa sekarang justru Papa sendiri yang bongkar semuanya?"
"Abang juga gak tau. Tapi Abang inget dulu Abang pernah gak sengaja denger pas Papa sama Mama berantem malem-malem, mereka ngomongin masalah jalang, laki laki gak bener, bar, perempuan malam, anak tiri, anak buangan, anak haram, dan entah apa itu semua. Abang gak tau karena waktu itu Abang masih kecil."
Haksa sedikit mengerutkan keningnya, lalu kembali menyambung kalimatnya, "Tapi Abang rasa, semua masalah Mama sama Papa berawal dari itu semua. Semenjak pertengkaran malam itu, Papa sama Mama mulai sering berantem, Papa jarang pulang kerumah dengan alasan lembur kerja, Mama mulai sering ngebentak dan marahin kita bahkan gak segan-segan buat pukul kita, perhatian mereka perlahan memudar, keharmonisan dalam keluarga kita juga perlahan hilang."
Mereka ikut mengangguk-anggukkan kepalanya mengingat apa yang baru saja dikatakan oleh Haksa memang benar adanya.
"Terus apa hubungannya sama Papa yang bongkar rahasia ini?" Kini Riky ikut bersuara, manik kosong itu menyipit mencoba serius mendengarkan.
"Karena Papa..." Haksa nampak menggantungkan kalimatnya sesaat, ia tidak yakin dengan jawabannya, "udah gak cinta sama Mama lagi dan otomatis kasih sayangnya sama kita hilang gitu aja."
Alis Senja bertaut tak faham, "mana mungkin bisa begitu? Bang Haksa tau dari mana?" Tanyanya ngegas. Hatinya sedikit tak terima mendengar pernyataan Haksa, mengingat se harmonis apa dan se sayang apa dulu Papa kepada mereka.
"Papa sendiri yang bilang."
Detik itu juga Senja melenyapkan rasa tak terimanya. Mencoba menelan pil pahit kenyataan yang bahkan Papanya sendiri yang menyatakannya.
Jean mendengus pelan lalu terkekeh, "jadi maksudnya, Papa sayang sama kita pas dia masih cinta sama Mama? Dan ketika cinta itu udah ilang, Papa dengan mudah ninggalin kita, berarti kasih sayangnya sama kita selama ini semata hanya karena cintanya sama Mama yang singkat itu? Cih! Manusia mana yang punya hati kaya gitu." Decihnya emosi, kekecewaan terlihat jelas dibalik mata yang mulai berkaca-kaca itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Light Of Happiness [✓]
TeenfikceTentang mereka, tujuh luka yang berusaha mencari cahaya kebahagiaannya di tengah gelapnya harapan. Hadirnya orang tua mereka bukan lagi untuk mencium kening atau sekedar mengucapkan segala kata-kata kasih sayang serta penyemangatnya. Keduanya hadir...