~~~
PYARR
Semua yang ada disana sontak menolehkan kepala secara bersamaan. Betapa terkejutnya mereka ketika salah satu kaca jendela rumah tersebut di pecahkan oleh Ardi dengan nekatnya. Ardi keluar masih dengan kayu digenggamannya, menatap horror kearah Haksa.
"Pa?" panggil Haksa dengan suara bergetar, pasalnya Papa yang berada tepat di depan mereka itu benar benar terlihat begitu menyeramkan.
Ardi mulai melangkahkan kakinya hendak menghampiri Haksa, namun salah satu Ibu ibu, sebut saja Bu Kina, dengan cepat memasang badan di depan Haksa yang tengah terduduk memangku kepala Riky. Tak lama beberapa ibu ibu lain ikut menghampiri Bu Kina turut serta memasang badan untuk dua remaja di belakangnya, menyisahkan satu Ibu ibu yang senantiasa menjaga Jega disana.
"Jangan berani beraninya Anda menyentuh mereka! Atau kami benar benar akan menyebarkan berita Anda ke media!" tegas Kina menunjuk Ardi.
"Bacot! Persetan dengan media, semua sudah hancur dan itu karena mereka! Anak sialan gak guna!!" sewot Ardi yang malah lebih emosi.
Saat hendak menerobos pertahanan Ibu ibu, Bu Marni datang dengan banyaknya warga yang ikut di belakangnya. Bapak bapak mulai menahan tubuh Ardi yang masih mengamuk, hingga mengancam akan menelepon polisi, namun Ardi tetap memberontak dengan mulut yang terus mencerocos menyumpah serapahi Haksa serta Adik adiknya.
"LEPASINNNN! ANAK GILA ITU MASIH BELUM SELESAI DENGAN HUKUMANNYA!!"
"PAK ARDI DIAM!!"
"ANDA YANG DIAM!! SAYA HANYA MAU MENGHUKUM ANAK SAYA, MENGAPA KALIAN SEMUA IKUT CAMPUR HAH?!"
Haksa memejamkan matanya erat, deretan kalimat yang masuk kedalam gendang telinganya terlalu menohok, hatinya tentu sakit menerima semua perkataan jahat tersebut yang ditujukan untuk dirinya serta Adik adiknya. Air mata yang menumpuk di pelupuk kini turun membasahi pipi tirus Haksa. Pria itu mengusap kasar air matanya lalu berdiri secara mendadak.
"Biarkan saya bicara dulu dengan Papa saya," katanya tiba tiba, dua netra berwarna hitam legam itu bertubrukan, salah satunya memancarkan kemurkaan yang begitu besar, matanya seolah membara hanya dengan melihat Haksa dan dua sosok anaknya itu. Salah satunya lagi memancarkan sorot marah namun penuh luka, seolah pria itu telah menghabiskan seluruh rasa sabarnya dan hendak menngeluarkan semua yang ia pendam selama ini.
Haksa menolehkan kepalanya memutuskan pandangan mata anak ayah itu, "Buk, saya titip Adek saya sebentar ya?" ucapnya pada Bu Marni yang dibalas anggukan, sebentar lagi ambulance akan datang, ia tak perlu risau.
Haksa berjalan mendekati Ardi yang pergerakannya masih dikunci oleh beberapa warga. "Kita bicara di dalem."
"Mas Haksa yakin?" tanya salah satu warga yang dibalas anggukan mantap oleh Haksa.
Setelah itu Haksa melenggang masuk kedalam rumah dahulu, lalu disusul oleh Ardi yang masih kesal.
Agak jauh mereka berjalan menjauhi pintu hingga sampai pada ruang keluarga yang biasanya menjadi tempat untuk Haksa serta Adik adiknya berkumpul bersama, saling berbagi cerita, melempar canda yang tentu akan mengundang tawa, sesekali bertengkar karena masalah sepele. Sudah lama rasanya, kebiasaan itu sudah lenyap sejak kematian Senja, mereka hidup dalam sebuah rasa bersalah, mereka berantakan ketika tak hanya satu persatu, bahkan secara bersamaan, masalah datang menimpa keluarga tanpa sosok Orang tua tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Light Of Happiness [✓]
Novela JuvenilTentang mereka, tujuh luka yang berusaha mencari cahaya kebahagiaannya di tengah gelapnya harapan. Hadirnya orang tua mereka bukan lagi untuk mencium kening atau sekedar mengucapkan segala kata-kata kasih sayang serta penyemangatnya. Keduanya hadir...