Selamat membaca
~~~
"Ga! Jega bangun!"
Jega terduduk kaget saat tubuhnya diguncang kuat oleh seseorang, kepalanya pusing karena bangun terlalu cepat dan mendadak. Ia menolehkan kepalanya mendapati Rasya yang tengah menatapnya khawatir.
"Hah?" Jega menolehkan kepalanya ke kanan ke kiri secara brutal, ia bingung. Sesaat dirinya mencoba mengatur nafasnya lalu melamun, kenapa dirinya ada di rumah sakit? bukannya ia tengah makan bersama keluarganya di rumah?
"Hah?" ulang Rasya yang tak mengerti ada apa dengan Jega.
"Sya?"
"Ya?"
"Kok gue disini?" tanyanya bingung.
Rasya tentu menukikkan alisnya tak faham, "Ya emang dari kemaren lo disini Ga. Keadaan lo sekarang gimana? udah gak papa?"
Jega menggelengkan kepalanya pelan masih tak mengerti, kedua tangannya menyugar rambutnya kebelakang dengan manik mata yang tak fokus. Tetesan keringat jatuh beberapa kali dari anak rambutnya.
"Kemarin lo pingsan,"
"Hah??"
Rasya diam tak menjawab, ia hanya menundukkan kepalanya. Sementara Jega mengalihkan pandangannya kedepan, otaknya mencoba memutar apa yang sebelumnya terjadi, hingga suatu ingatan terlintas di kepalanya.
Jega berlari memasuki rumah sakit ketika Haksa juga berlari hendak mengejar Riky. Tubuh Jega terjatuh kala seorang dokter berjas putih bersama beberapa suster berlari tergesa hingga tak menyadari telah menyerempet Jega. Sempat mengaduh sebentar lalu berdiri, pandangannya mengikuti kemana arah dokter tadi.
Deg!
"Jean?" gumam Jega melihat dokter tadi masuk kedalam Ruang ICU dimana Jean tengah di rawat. Detak jantungnya semakin tak beraturan, ada rasa takut yang teramat kala mengingat ekspresi dokter yang nampak panik tadi.
Dengan ketakutan serta kepanikan Jega berlari ikut menghampiri ruang ICU. Mengintip dari balik jendela bundar pada pintu, dokter tengah melakukan CPR sebagai pertolongan pertama.
"Defibrillator!"
Tubuh ringkih Jean beberapa kali terangkat ketika alat kejut listrik itu menyentuh tubuhnya. Wajah pucat dengan mata kucingnya yang tertutup rapat membuat Jega semakin takut. Jega menangis, ia bahkan tak sadar sejak kapan air matanya keluar.
"Adek, ayo bertahan, Abang mohon" gumam Jega, ia terus merapalkan do'a berharap kali ini Tuhan tak mengambil Adiknya untuk kedua kalinya dan memberinya kesempatan sekali lagi untuk menjaga Adiknya.
Titt.......
Tit......
"Detak jantung pasien kembali, tapi irama-nya sangat lemah."
Belum sampai lima detik dokter berucap, monitor itu kembali menampilkan garis lurus horizontal.
Tiiitttttttt------
Semua orang disana kembali panik saat detak jantung Jean kembali berhenti, dokter menekan dada Jean hingga kembali memberikan kejut listrik, namun sama sekali tak ada respon. Hingga pada akhirnya dokter memberi isyarat pada suster untuk menaikkan selimut putih Jean sampai kepalanya, beberapa suster yang lain mulai melepas alat alat medis yang terpasang pada tubuh ringkih itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Light Of Happiness [✓]
Novela JuvenilTentang mereka, tujuh luka yang berusaha mencari cahaya kebahagiaannya di tengah gelapnya harapan. Hadirnya orang tua mereka bukan lagi untuk mencium kening atau sekedar mengucapkan segala kata-kata kasih sayang serta penyemangatnya. Keduanya hadir...