Delapan

418 29 0
                                    

Diana membuka jendela mobil di sampingnya. Kepalanya mulai terasa berputar dengan perut yang mual. Ia butuh menghirup udara segar segera  sebelum dia mengeluarkan kembali isi perutnya. Udara beraroma jeruk selalu tidak baik bagi hidungnya sejak dulu.
Mendengus pelan, Diana memasukkan mobil David ke dalam daftar hitam mobil yang tidak akan dia naiki lagi.

“Kamu mabuk?” Tanya David.

Diana menoleh. Kedua pipinya sedikit memerah karena malu. “Iya, perut saya sedikit mual. Padahal biasanya gak gini.”

“Mau minum obat pereda mual gak? Kayaknya saya punya satu.” Ujar David sembari membuka dasboard mobilnya.

“Boleh. Maaf ya saya ngerepotin.” Ujar Diana merasa tidak enak.

David tersenyum. “Santai aja, saya emang biasa sedia buat keadaan darurat.”

Mata Diana berbinar. Sudah tampan, perhatian pula. David ini adalah calon suami idaman yang sulit dicari dan juga sulit tuk didapatkan. Apalah dirinya yang bahkan tidak sebanding dengan pria ini. Jangankan dari segi visual, dari segi pendidikan dan profesi saja berbeda jauh dengannya. Ingin bermimpi tapi ini masihlah siang hari, Diana mendengus, malam datang lebih lama jika ditunggu.

“Saya juga bisa malu kalo kamu tatap terus kayak gitu.”

Diana tertawa canggung. “Abis situ ganteng banget sih.” Gumamnya.

“Kita mau makan dimana?” Tanya Diana.

David menoleh sekilas. “Emm, dimana ya. Kalo saya ajak ke restoran yang biasa saya datengin, mau gak?”

“Diajak ke KUA juga saya mah ayo aja.” Canda Diana.

“Beneran mau nih, nanti saya ajak beneran loh.” Balas David sembari tertawa kecil.

Membulatkan matanya, Diana tidak menyangka akan mendapatkan serangan mental lagi seperti ini. Ah.. jantung tolong tetap diam pada tempatnya.

David tertawa kecil melihat ekspresi Diana yang hanya diam membeku dengan pipi yang bersemu merah. Rasanya aneh bila mengingat cerita Dewi mengenai wanita ini. Masa iya Diana sulit menemukan pasangan, padahal ia bersinar dengan ciri khasnya sendiri. Tapi lain ceritanya jika Diana sulit mendapat pasangan karena sibuk seperti dirinya.

“Nah kita sampai. Ayo turun.” Ujar David sembari membuka seatbeltnya.

Diana keluar dari dalam mobil sembari menenteng tas punggung miliknya. Matanya menatap ke sekeliling, lokasi restoran ini terbilang cukup terpencil dan bangunannya pun tidak terlalu besar. Namun sepertinya banyak pengunjung yang datang kesini.

“Tas nya taruh aja di mobil. Barang-barang penting jangan lupa di bawa ya.” Ujar David.

Diana sedikit terkejut dengan kehadiran David di sampingnya. Tadi pria itu masih berada di dalam mobil saat dirinya turun.

“Oh iya.” Jawabnya sedikit kikuk.

Mereka berjalan masuk ke dalam restoran. Seperti anak itik yang mengekor pada induknya, Diana memilih untuk berjalan di belakang David. Ia mendadak kehilangan kepercayaan dirinya ketika memasuki restoran ini. Bukan karena tempatnya yang mewah, melainkan karena sepertinya ini tempat yang sering di kunjungi oleh orang kalangan ke atas.

Diana mengernyit ketika melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Kakinya berhenti melangkah, ia memperhatikan dengan serius. Punggung seorang pria yang berdiri di tangga tampak familiar di matanya. Ia seperti pernah melihatnya, tapi dia tidak ingat, siapa orang itu.

Orang itu berbalik dan berjalan ke lantai atas. Matanya membulat, Diana menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia menatap tidak percaya pada apa yang dilihatnya saat ini.

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang