Sepuluh

346 29 0
                                    

“Mas, anterin gue ambil motor napa.” Pinta Diana pada Dika yang masih sibuk dengan pekerjaannya.

“Gue sih mau aja, Na, tapi lo gak liat apa kerjaan gue masih banyak. Kayaknya bakal lembur hari ini.”

Diana menghela napasnya, jika saja yayasannya dekat atau paling tidak satu arah dengan rumahnya, tentu ia tidak akan meminta Dika untuk mengantarnya. Masalahnya, jaraknya lumayan jauh dan juga berlawan arah. Belum lagi hari sudah mulai malam dan jalan menuju kesana termasuk jalan yang sepi. Sedihnya, hanya ada sisa uang kembalian di dompetnya sehingga Diana tidak bisa memesan ojek online.

“Yah.. terus gue pulang gimana, Mas. Mau minta jemput tapi teleponnya gak diangkat sama bokap gue.”

“Gini aja lo pesen ojol tapi bayarnya nanti di rumah, minta bayarin sama emak lo. Motor lo gak usah diambil dulu, hari libur aja diambilnya.” Saran Dika.

“Terus gue besok berangkat naik apa?”

Dika memukul pelan kepala Diana. “Naik ojol lagi, bego. Heran deh punya temen kok gini banget.” Dika menggerutu.

Diana mencebik mendengarnya. “Omongan lo sama kayak emak gue, Mas. Udah ah, makasih sarannya, gue mau balik dulu.” Ujar Diana kemudian melangkah menuju lift.

“Ck. bukannya di pesen dulu tuh ojol baru turun ke lantai satu. Bodo ah, lemot banget jadi orang.” Dika kembali mengerutu.

-------

Kepala Diana menoleh ke kiri dan kanan, mencari motor yang berplat sama dengan yang ada di layar ponselnya. Diana mendongak ketika merasakan setetes air jatuh mengenai wajahnya. Dengan cepat, ia berlari kembali ke dalam loby kantornya. Hujan langsung turun dengan deras begitu ia sampai di dalam.

“Udahlah, gue gelar karpet aja terus nginep disini.” Guman Diana.

“Gak bisa pulang ya.”

Diana menoleh dengan cepat. Mendengus pelan, ia harus menjawab pertanyaan dari atasannya tersebut. “Bisa, Pak cuma mobil sport saya belum dateng ngejemput.”

Keano menaikan sebelah alisnya. “Mau pulang bareng saya gak?”

Diana menoleh dengan cepat. Otak gratis-annya menyuruhnya untuk meng-iyakan tawaran tersebut, tapi ia gengsi mengatakannya. Apalagi tadi dia sudah menjawab seperti itu.

“Bapak nawarin ke saya? Gak cuma bercanda doang kan?” Tanya Diana memastikan.

Keano tersenyum kecil. “Saya nawarin Dika, tuh orangnya di samping kamu.”

“Allahuakbar!” Pekik Diana begitu Dika menepuk bahunya. “Katanya lo lembur, Mas?”

Dika tersenyum lebar. “Di suruh besok lagi sama Pak manager, ya kan Pak?”

Keano mengangguk. “Iya, berkasnya masih diminta minggu depan kok. Jadi mau pulang bareng saya gak?”

Diana memberikan tatapan horor pada Dika. Kepalanya menggeleng dengan kaku, menyuruh pria itu untuk menolak ajakan Keano. “Jangan mau, Mas.” Bisiknya.

“Si oon dia nawarin lo bukan gue.” Kesal Dika sembari mengetuk kepala Diana.

Diana mendengus pelan, jelas-jelas tadi Keano menawarkan tumpangannya pada Dika bukan pada dirinya. Beginilah efek dari lembur di tanggal tua, pendengaran pun ikut menua. Seketika ia merasa kasihan pada temannya itu.

“Lo tadi gak denger, dia bilang tawarannya buat lo bukan gue, Mas.” Ujar Diana.

Dika menghela napasnya. Setelah kehilangan wajahnya siang tadi, kini ia harus kehilangan kesabarannya. “Nih Na, gue kasih tau. Gue mau nolak ajakannya Pak Keano jadi lo aja yang pulang bareng dia. Kan ojol yang lo pesen gak muncul-muncul tuh, lumayan Na gak usah ngeluarin duit loh.” Bisik Dika.

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang