Dua Sembilan

293 28 0
                                    

Bersiul pelan, Diana merapihkan barang-barang di meja kerjanya dengan santai. Hari ini adalah hari terakhirnya bekerja di perusahaan ini dan entah kenapa dirinya justru merasa senang.

Tidak seburuk yang sebelumnya ia pikirkan, pada hari-hari terakhir kemarin calon mantan—eh mantan atasannya itu bersikap dingin hingga menyusahkan satu ruang divisi.

Diana yang saat itu akan resmi berhenti bekerja disini, tidak memperdulikan sikap kejam atasannya itu. Ayolah, yang terpenting tema iklan untuk promosi produk baru itu jatuh pada timnya. Jadi hingga akhir dirinya tetap memberikan yang terbaik bagi perusahaan dan tidak merusak namanya sendiri.

Ia menoleh ke arah Dika yang masih mendiaminya. Pria yang berpikiran simple itu ternyata marah begitu tahu kalau ia mengundurkan diri tanpa memberitahunya terlebih dulu.

Menghela napas panjang, Diana berjalan menghampiri meja Dika, padahal waktu pulang sudah lewat sepuluh menit yang lalu, namun pria itu tidak juga beranjak dari kursinya.

“Mas, makan bareng di resto yang baru buka di deket perempatan itu yuk. Gue yang traktir, mau gak? Ajak Ghina juga deh atau ajak cewek lo juga boleh.”

Dika berdecak pelan. “Ayo, tapi jangan ngajak mantan gue. Malesin banget.”

Diana membulatkan matanya kemudian menepuk kencang pundak pria itu. “Udah jadi mantan?!” Pekiknya dengan terkejut. “Lo selingkuh ya?”

Menoleh tidak terima, Dika melayangkan tatapan tajam. “Enak aja! Dia yang selingkuh, puas lo?”

Diana menutup mulutnya. “Enak banget dia selingkuh setelah ngabisin duit lo?! Lo sih bego Mas, orang atm tuh dipegang sendiri ini sok sok an dikasih. Inget dia tuh masih jadi pacar bukan istri, bego!” Makinya dengan sepenuh hati.

“Lo juga gak tau diri, gue belum sempet cerita soal patah hati ehh lo udah mau berhenti tanpa bilang apa-apa sama gue. Pengkhianat lo, pengkhianat!”

“Eh, gue juga kena?” Tanya Diana dengan nada polos sembari nunjuk dirinya sendiri. “Sebagai permintaan maaf, ayo kita makan bertiga sama Ghina di restoran depan.”

“Ghina nya aja udah pulang, Na.”

“Eh kata siapa? Dia nungguin di loby tau, Mas. Udah ayo, tapi lo bantu angkat kardus gue ya.” Ujarnya sembari tertawa kecil.

Dika memutar bola matanya. Ahh, seharusnya dia mengerti tabiat Diana, wanita itu pasti meminta sesuatu juga.

“Naik apa kesananya? Gue gak bawa motor, tadi bareng si Bagas.”

Diana mengangkat ponselnya. “Naik ini, kita pesen taksi online. Tenang aja, gue juga yang bayar kok.” Ujarnya dengan nada bangga.

“Kalian mau ada perayaan gak ngajak saya?”

Mendengar suara itu sontak Diana dan Dika berbalik. Keano berdiri tak jauh dari mereka sembari menenteng tas kerja dan jas di tangannya. Membungkukkan sejenak tubuhnya, Diana menarik lengan Dika dan mengajaknya untuk segera berjalan pergi.

“Kalian beneran gak mau ngajak saya?” Tanya Keano lagi.

Dika menahan langkah kakinya dan berbalik lagi. “Pak Keano gak keberatan kalo ikut kita juga? Saya sih gak masalah, lumayan biar gak cowok sendirian. Tapi yang mau traktir Diana Pak, jadi terserah dia.”

“Gimana Diana, saya boleh ikut?”

“Ah, sebenernya ini bukan perayaan, Pak. Masa saya ngerayain pengunduran diri saya, jadi... enggak.”

Dika membulatkan matanya. Astaga, temannya ini kurang ajar sekali. Meskipun wanita itu sudah resmi mengundurkan diri akan tetapi ini masihlah di lingkungan kerja mereka. Sial, nilai kinerjanya di pertaruhkan disini.

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang