Empat Puluh

225 18 0
                                    

“Ayo sekarang kita cari di rak sebelah sana.” Ujar Diana penuh semangat.

Keano tersenyum kecil melihat wanita itu yang kini lebih bersemangat dibanding dirinya. Stt, ini adalah sebuah rahasia. Sebenarnya buku yang akan ia berikan pada Radith berada di bagasi mobilnya. Bukan hanya satu buku, Keano bahkan membawa satu kardus penuh buku bergambar untuk anak-anak di yayasan.

Ah, ini bukan jebakan, ia hanya memanfaatkan situasi dengan baik.

Diana menaruh buku kesepuluh yang diambilnya ke dalam keranjang belanjaan yang dipegang pria itu. “Sepuluh buku cukup gak sih?” Tanyanya.

Tersenyum kecil, Keano berujar. “Kalo kurang ambil aja lagi, Diana.” Ujarnya yang dibalas senyum kecil Diana.

“Radith mau beli apa lagi?” Lanjutnya, bertanya pada Radith yang sedari tadi hanya diam memperhatikan.

Mendongak, mata bulat itu berbinar terang. “Boleh beli es krim, om?”

Melirik ke arah Diana, Keano tidak tahu anak laki-laki ini diperbolehkan makan es krim atau tidak. “Kita tanya Kak Ana dulu ya.” Ujar Keano dengan lembut.

Dengan tangan kiri memegang keranjang belanjaan sementara di tangan kanannya menuntun Radith, Keano berjalan menghampiri Diana yang tampak sibuk membaca sinopsis buku novel yang dipegangnya. Tersenyum kecil, sepertinya kekasihnya ingin membeli buku itu.

“Diana.” Panggil Keano dengan pelan. Matanya melirik ke arah buku yang kembali ditaruh itu. “Bukunya gak dibeli?” Tanyanya dengan heran.

Diana tersenyum kecil. “Buku novel gak ada di dalam daftar belanjaan, Pak.” Ujarnya dengan nada bercanda.

Ayolah, tidak mungkin ia mengatakan secara gamblang jika saat ini keadaan dompetnya tengah mengering kan?

Keano menarikan sebelah alisnya. Baru saja membuka mulut, suara dering ponsenya membuat perhatian mereka teralihkan. “Ayo kita ke kasir.”

Menganggukkan kepala, Diana mengambil Radith dari tuntunan Keano dan berjalan lebih dulu. Sejujurnya ia ingin meminta pria itu untuk mengangkat panggilan terlebih dulu.

Keano adalah seorang petinggi di hotel dan hari ini pun bukanlah akhir pekan, hingga bukan tidak mungkin Keano melewatkan pekerjaannya hanya untuk pergi dengannya.

Menarik napas panjang, Diana menoleh ke belakang. “Pak, teleponnya angkat dulu aja, takutnya penting.”

Menaruh keranjang belanjaan di atas meja kasir, Keano berjalan mendekat ke arah Diana. “Bukunya berat, Diana.” Ujarnya sembari tersenyum kecil.

“Saya angkat telepon dulu ya.” Lanjutnya kemudian melangkah menjauh.

Berkedip beberapa kali, Diana tertawa kecil setelahnya. Jantungnya berdebar dengan kencang karena Keano kembali bertingkah gentlement. Sepuluh buku bergambar, tidak seberat rindu kan?

“Mbak, mbak.”

“Eh..” Diana kembali tersadar kemudian tersenyum malu ke arah petugas kasir. “Jadi berapa semuanya, mbak?” Ujarnya sembari mengeluarkan dompet dari dalam tas.

“Belum saya transaksiin bukunya, mau pake plastik atau paperbag, mbak?” Tanya petugas kasir itu sembari tersenyum.

Berdeham pelan, Diana berujar dengan pelan. “Pake paperbag aja.” Ujarnya dengan pipi yang memerah karena malu.

“Suaminya romantis banget, mbak.” Komentar sang petugas disela kegiatannya.

Terdiam sejenak, Diana tertawa setelahnya. Ah, jadi ini yang Keano maksud dengan orang lain salah sangka pada mereka bertiga. “Iya, emang romantis orangnya.”

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang