Enam Belas

331 27 0
                                    

Dengan rambut terkunci rapi dan kacamata yang membingkai wajahnya, Diana berdiri dengan percaya diri menjadi moderator rapat pada hari ini. Memang bukan rapat besar, namun ini pertama kalinya dia berdiri di hadapan Keano selaku manajer pemasaran yang baru. Seharusnya Diana tidak perlu merasa gugup lagi karena ini bukan yang pertama kalinya ia ditunjuk sebagai moderator rapat oleh divisinya. Namun sayang tatapan tajam Keano membuat keringat dingin mengalir dari balik bajunya.

“Saat ini trend kpop tengah menjadi sorotan yang paling tinggi di masyarakat. Bisa dilihat, berdasarkan data yang sudah kami kumpulkan rata-rata produk yang menjadikan idol kpop sebagai brand iklan memiliki kenaikan penjualan yang signifikan dibanding sebelumnya. Karena itu kami mengusulkan untuk mempromosikan produk baru dengan menjadikan salah satu bintang kpop sebagai brand iklan.” Ujar Diana menjelaskan dengan percaya diri.

“Udah berapa lama kalian kerja disini?” Keano mengintrupsi Diana dengan nada suara yang datar.

Meski bingung Diana tetap menjawab pertanyaan Keano dengan sopan. “Rata-rata lima sampai tujuh tahun, Pak.”

Keano menganggukan kepalanya. “Lima tahun lah ya. Siapa yang nge-riset data ini? Tim kamu apa tim Dika?”

“Tim saya, Pak.” Jawab Dika sembari mengangkat tangannya.

“Oh, tim marketing satu.” Ujar Keano dengan nada ramah. “Udah selama itu kalian kerja tapi masih gak ngerti produk yang kita buat itu ponsel, hp. Data macam apa yang kalian kumpulin ini.”

Nada dingin itu membuat ruang rapat semakin terasa menyeramkan. Selaku ketua tim Dika berusaha menjelaskan dengan baik data yang sudah mereka kumpulkan. “Walaupun kita ngambil data dari beda produk, tapi saya rasa kita bisa ikutin cara marketingnya mereka, Pak.”

Keano tersenyum dingin, jarinya mengetuk-ngetuk meja hingga menimbulkan suara yang justru semakin menciutkan bawahannya. “Bodoh itu ada batasnya. Data yang kalian buat ini gak ada gunanya, mau tahu kenapa?” Tanya Keano dengan tajam. “Jual hp sama jual makanan tuh beda. Arti sempitnya, cara marketingnya pun berbeda.”

“Siapa yang masukin ide jelek kayak gini ke dalam rapat?” Tanya Keano lagi dengan tajam.

Diana menegakkan tubuhnya ketika tidak ada satupun anggota tim Dika yang mengangkat tangannya. Dalam hati dia mengumpat karena sudah ia duga ide ini tidak akan berhasil untuk Keano. Sedari awal Diana dan timnya pun sudah menyiapkan ide untuk mempromosikan produk baru mereka, namun sayang ide mereka hanya dijadikan ide sampingan jika ide tim satu gagal.

Ini semua karena prinsip senioritas, Diana dan timnya kalah karena rata-rata orang yang sudah lama bekerja berada di tim satu bersama dengan Dika. Sedangkan timnya terdiri dari orang-orang yang baru berkarir selama tiga sampai empat tahun di perusahaan ini.

Suara gebrakan meja membuat Diana mengernyit terkejut. Memang tidak terlalu keras, namun mampu membuat aura ruang rapat semakin mencekam. Diana memperhatikan dengan serius raut wajah Keano yang datar. Pria itu tidak terlihat marah dan tidak juga terlihat mentolelir kejadian ini.

“Kalo kalian emang gak bisa buat ide, pelajarin lagi materi-materi tujuh sampai delapan tahun sebelumnya. Ambil referensi dari sana, tapi bukan berarti ngejiplak ide-ide yang ada. Jangan masukin keinginan pribadi kalian ke dalam materi pekerjaan.” Ujar Keano dengan nada dingin.

“Maaf menyela, Pak. Itu bukan keinginan pribadi tapi karena atensi publik lagi mengarah kesana, jadi kami pikir itu yang terbaik.”

Diana menahan napasnya ketika melihat seniornya, anggota tim Dika memberanikan diri mengutarakan pendapatnya. Tidak ada yang salah memang, namun entah mengapa Diana merasa hawa ruangan semakin mendingin.

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang