Dua Puluh

286 26 0
                                    

David berdecak dengan keras kemudian kembali berjalan ke mejanya. Diana menatap kedua orangtua dari anak yang tadi menabraknya, menundukkan sedikit tubuhnya Diana meminta maaf pada mereka karena sudah membuat keributan. Tak lupa juga Diana meminta maaf pada pengunjung lain yang merasa terganggu atas ulah David tadi. Sial, baru kali ini Diana tidak berani mengangkat wajahnya di muka umum.

Diana duduk dan melemparkan tatapan kesal pada David. Menghela napasnya, Diana memilih untuk memalingkan wajahnya ke arah jendela. Ia menghindari tatapan orang-orang yang melihat ke arah meja mereka. Warna lampu gedung-gedung yang bersinar terang tidak membuat hati Diana ikut bersinar. Ia terlanjur malu dan kehilangan nafsu makannya.

Tangan Diana meraih buku menu yang diberikan oleh seorang pelayan pria. Membuka lembar pertama, mata Diana membulat melihat berbagai menu makanan khas Italia tertulis sebagai daftar makanan. Bagi Diana yang bukan penyuka keju dan tomat restoran Italia bukanlah tempat makan yang cocok untuknya. Meski rasa makanannya enak sekalipun, lidahnya sulit menerima rasa dari keju dan tomat. Tahu ini restoran Italia, Diana akan meminta David untuk mengubah tempat makan mereka.

“Mas, saya pesen pasta gnocchi, lasagna, sama bruschetta. Minumnya aperitivo.”

“Mbaknya pesan apa?”

Diana tersenyum kemudian berniat membuka mulutnya sebelum David kembali berbicara. “Samain aja.”

Senyum yang tadi mengembang di bibir Diana kembali tertarik. Apa itu makanan yang paling murah disini hingga David memesankan menu itu juga untuknya?

Ayolah Diana tidak akan keberatan sama sekali jika harus spilt bill, asalkan ia bisa memilih menu makannya sendiri. Diana menundukkan kepalanya, berusaha menahan tawa jengkel yang sedari tadi tertahan di ujung lidahnya. Tenang, tenang, Diana harus tenang dan tidak mengeluarkan sumpah serapah pada sepupu ipar sahabatnya ini.

“Kamu suka bunganya?”

Diana mengangguk. “Iya, suka.”

David tersenyum mendengar jawaban Diana. “Lain kali saya kirim lagi buket bunga ke kantor kamu deh.”

Diana menggeleng. “Gak usah.”

“Kenapa? Saya gak merasa direpotin sama sekali kok. Lagi wajar kan kalo saya ngirim bunga ke kantor kamu.”

Diana terdiam. Tidak wajar, karena Diana berniat menolak David malam ini. Setelah mempertimbangkan tingkah David tadi pada anak kecil, sepertinya Diana akan sulit menjalin hubungan dengan pria yang tidak suka anak-anak. Bagaimana pun juga ia menjadi relawan di sebuah yayasan yatim piatu dan secara langsung itu menunjukan jika Diana sangat dekat dengan anak-anak. Ia tidak mau memiliki kekasih yang mungkin nantinya akan membatasi ruang geraknya untuk bertemu anak-anak.

“Saya gak enak sama rekan-rekan kerja yang lain, jadi tolong jangan kirim bunga lagi ya.” Ujar Diana dengan nada pelan, berusaha agar tidak membuat pria di depannya ini tersinggung.

Bau dari keju dan tomat menyengat tajam hidung Diana ketika makanan mereka disajikan ke atas meja. Diana menatap horor makanan yang David pesankan untuknya, seharusnya tadi ia membatalkan pesanan itu walaupun harus membuat malu pria di depannya ini. Jika harus memilih, Diana lebih baik memakan makanan yang mengandung banyak saus tomat dibanding mengandung banyak keju. Dan menu makanan yang dipilih David adalah yang mengandung kedua bahan itu.

Mengambil sendok dan garpu dengan enggan, Diana memulai acara makan malamnya. Rasa saus tomat dan keju yang kuat membuatnya tersedak, meraih gelas yang ada di ada di atas meja kemudian tangannya menggantung di udara. Ia mencium bau yang asing dari minuman tersebut.

Melemparkan tatapan penuh tanya pada David, Diana bertanya di sela batuknya. “Ini alkohol?”

“Iya, cuma sedikit kok, gak akan buat kamu mabuk. Paling sekian persen doang sisanya sari buah anggur.” Jawab David kebingungan.

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang