Dengan rambut yang berantakan, Diana memandang tajam ke arah pegawai yang tadi terlibat pertengkaran dengannya. Dalam hati ia terus mengumpat karena hanya memelintir tangan pria itu. Seharusnya sekalian saja ia hancurkan masa depannya dan memukul kepalanya dengan keras.
Gara-gara pria itu ia harus kembali masuk ke dalam ruang hrd dan menjadi bahan tontonan. Jika saja tadi Keano tidak menariknya menjauh dari pegawai tadi, mungkin dia bisa melakukan hal yang lebih menyeramkan.
Kesabaran itu tidak ada batasnya, namun entah mengapa kesabaran Diana seolah diuji terus-menerus pagi ini. Ia sudah mencoba menahan segala macam emosinya mendengar bisikan-bisikan buruk tentangnya dan sudah mencoba untuk mengabaikan tindakan pria gila ini yang menyentuh pinggangnya.
Saat itu ia berusaha berpikir positif jika pria gila itu mungkin saja tidak sengaja menyentuhnya. Namun sial, ternyata pria itu memang sengaja melakukan hal tercela itu.
"Jadi apa alasan kalian bertiga buat keributan di kantor?"
"Saya gak tau, Pak. Tiba-tiba mereka berdua nyerang saya."
Diana mencebikkan bibirnya. Dasar gila. "Heh, ada juga lo yang megang-megang pinggang gue waktu di lift. Wajar dong kalo lo kena damprat sama temen gue." Ujar wanita itu yang tidak terima dengan tuduhan tak berakal itu.
"Lo kali yang sengaja ngedeketin badan lo ke gue. Lo kan cewek murahan."
"Si anjing! Lo beneran nyari mati, bego!" Umpat Dika sembari kembali menarik kerah baju pria itu.
"Tolong tenang!" Bentakan itu membuat Dika kembali melepaskan cengkramannya. "Saya gak mau ada keributan lagi di kantor ini. Jelasin secara baik-baik kan bisa."
"Bapak tadi denger kan? Pelecehan secara verbal, orang gila ini juga ngelakuin hal yang sama pas saya sama temen saya keluar dari lift." Jelas Diana dengan menggebu-gebu.
"Diana tolong tenang." Ujar Keano yang duduk di sebelahnya.
Diana menoleh ke arah Keano dengan tatapan marah. Tenang? Di situasi ini bagaimana ia bisa bersikap tenang? Sialan, hanya Dika yang membelanya di ruangan ini.
Semua orang menyudutkannya, padahal ia yang korban disini. Pakaian yang ia kenakan hari ini juga seperti biasanya, celana panjang dan blouse yang sama sekali tidak menunjukkan bentuk tubuhnya apalagi menerawang.
"Jadi Diana merasa mendapatkan pelecehan waktu di lift sama Yuda. Sementara Yuda bilang dia gak ngelakuin hal itu dan itu murni ketidaksengajaan aja."
Diana berdecih, perkataan hrd nya itu seolah ia mengada-mengada pelecehan tadi demi bisa mencari keuntungan. Mana ada bentuk ketidaksengajaan yang dilakukan dua kali.
Pria itu semakin mendekat ke arahnya kala Diana mendekat ke arah Dika tadi. Keuntungan dari mana jika harus mengorbankan tubuhnya, kerugian besar namanya jika ia membiarkan pria brengsek menyentuh tubuhnya sebelum suaminya nanti.
"Ketidaksengajaan dari mana, Pak? Jelas-jelas tadi cowok brengsek ini emang megang pinggang saya. Kalo Bapak gak percaya, cek aja cctv yang ada di lift." Diana masih berusaha membela kehormatannya.
"Saya gak sengaja Pak, orang tadi keadaan lift juga penuh. Jadi wajar dong kalo gak sengaja kena."
Diana menatap tajam seekor anjing yang tengah menggonggong di depannya. Haruskah ia mendaratkan sepatunya pada orang ini agar berhenti berbohong dan mengakui perbuatannya? Diana akan senang hati merelakan sepatunya jika boleh melakukan hal itu.
"Anjing! Lo gak mau ngaku juga? Pengecut lo, setan!" Dika kembali bereaksi dengan keras. Ia tidak terima sepupunya diperlakukan seperti itu.
"Diana dan Dika, kalian kena SP 1 karna berbuat keributan sementara Yuda, anda kena SP 2 karna tindakan pelecehan secara verbal dan juga berbuat keributan." Ujar hrdnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Chaos
عاطفيةBagi Diana kemunculan kembali Keano adalah bentuk kesialan sekaligus keberuntungan dalam hidupnya. Rasa bersalah karena sudah menorehkan luka dan membuat malu pria itu, membuat Diana kini secara tidak sadar selalu memperhatikan Keano. Ia bukanlah pe...