Dua Dua

295 23 0
                                    

Diana melangkah pelan menuju toilet yang berada cukup jauh dari meja mereka. Membasuh tangannya dengan air dan sabun setelahnya Diana memandang pantulan wajahnya di cermin. Apa yang salah darinya hingga orang-orang sering mempermainkan hidupnya?

Diana menundukkan kepala, lima tahun yang lalu seorang laki-laki juga mempermainkan cinta yang ia punya dan membuat hidupnya berantakan. Setelah pengkhianatan itu, Diana bertekad untuk tidak pernah memulai sebuah hubungan yang terdapat wanita lain di samping pria yang mendekatinya.

Sama seperti kasus David kemarin, Diana tidak bisa menebaknya dengan pasti apa pria itu benar-benar tertarik padanya atau ada alasan lain di belakangnya. Sekalipun David dan wanita itu hanya berteman, namun Diana tidak tahu pertemanan macam apa yang mereka miliki.

Lagipula dari perkataan David semalam, pria itu seolah tidak akan memberitahu siapa wanita itu sebelum ia dan Diana memiliki sebuah hubungan. Entahlah Diana pikir jika masa pendekatan mereka berlangsung selama beberapa bulan berarti selama itu pula ia harus mengigit jari ketika overthinking menghampirinya.

Diana tidak akan pernah percaya ada pertemanan antara laki-laki dan wanita. Salah satu dari mereka pasti akan memendam rasa suka dan merasa sakit ketika salah satunya memiliki pasangan. Apalagi ia paling membenci ketika si pria menyuruh kekasihnya untuk berteman dengan teman wanitanya.

Yang paling buruk adalah ketika waktu hubungan antar teman itu sudah terjalin lebih lama dibanding dengan waktu hubungan yang terjalin dengan kekasihnya. Mereka berdekatan seperti sepasang kekasih namun mengatasnamakan pertemanan dan terus menyakinkan kekasih si pria jika mereka memang berteman. Sial, resiko pengkhianatan terlalu besar untuk disembunyikan.

Diana menggelengkan kepala kemudian membasuh wajahnya dengan air. Kisah buruk tidak perlu diingat, tidak akan ada senyuman di dalamnya hanya bisa terus menorehkan luka. Dan untuk Keano, ia tidak marah hanya merasa kecewa karena lagi-lagi merasa dipermainkan.

Saat itu mereka belum sedekat sekarang, mereka bahkan baru bertemu lagi di acara reuni. Namun Keano entah dengan motif apa menjahilinya seperti itu. Wajar bukan jika Diana berpikir Keano memang berniat membalas rasa malunya dulu dengan mempermainkan hidupnya.

Kembali menghela napas, Diana tidak tahu harus menunjukan reaksi seperti apa nanti di depan dua pria itu. Tadi ia terlihat benar-benar marah dan menghindari Keano. Tunggu.. Diana menyadari sesuatu, tadi kenapa Keano tampak panik dengan kemarahannya? Diana memiringkan sedikit kepalanya, ternyata benar-benar ada keanehan disini.

Mungkinkah... Keano masih menyukainya?

Diana menggelengkan kepala, hal yang sangat mustahil. Ia terlalu jahat untuk orang yang sudah dipermalukan di depan publik olehnya. Dan pria itu terlalu mempermainkan dirinya jika memang benar-benar menyukainya.

Merasa sudah terlalu lama berada di dalam toilet, Diana melangkah keluar. Suasana restoran masih ramai seperti sebelumnya dan tampak beberapa meja sudah berganti orang yang menempatinya. Diana mengarahkan matanya pada sudut yang tadi menarik atensinya. Menarik napas lega, ternyata tadi ia memang salah melihat. Tidak ada orang yang dikenalnya di restoran ini selain Dika dan Keano.

“Diana.”

Tubuhnya menegang selama beberapa detik, Diana kenal dengan pemilik suara itu. Berbalik dengan anggun, pertemuan kembali ini harus ia yang menangkan. Tidak boleh ada cela bernama kesedihan di matanya, Diana harus terlihat lebih bahagia daripada saat bersamanya.

“Saya kenal kamu?” Tanya Diana dengan nada menjengkelkan.

Pria itu tersenyum sedih yang tidak berefek apapun pada Diana. Wanita itu justru semakin menunjukan raut tidak perduli. “Aku Kevin, Di.”

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang