Tiga Tujuh

303 23 0
                                    

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam lamanya, mobil yang dikendarai oleh Keano dan Diana sebagai penunjuk arah jalan itu berhenti di depan sebuah hotel mewah. Keano bernapas lega karena hotel yang mereka tuju untuk kencan ini merupakan milik salah satu rekan kerjanya, jadi besar kemungkinan mereka akan mendapatkan meja disini.

“Kita mau makan malem disini, Diana?” Tanya Keano berbasa-basi.

Diana terdiam dengan kepala yang sedikit dimiringkan. Setiap acara resepsi pernikahan itu pasti ada prasmananya kan? Dan karena hari sudah malam, makan di acara pernikahan itu bisa disebut juga sebagai makan malam kan?

“Iya, kita makan malam disini, Pak.” Ujar Diana sembari tersenyum kecil.

Tangannya merapihkan kembali rambutnya yang sudah ia tata sedemikian rupa. Untung saja, hotel milik Keano menyediakan seragam khusus untuk para pegawainya hingga Diana tidak perlu repot pulang terlebih dulu untuk mengganti bajunya.

Saat berangkat kerja tadi pagi ia sengaja memakai gaun semi formal dan menaruh seragam kerja di loker miliknya untuk kemudian diganti saat sudah tiba di hotel.

Keano melepas seatbeltnya kemudian kembali menoleh pada Diana yang kini tengah sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya. “Kamu lagi nyari apa, Diana?”

“Am—ah, gak jadi udah ketemu. Ayo turun, pak.” Ujar Diana kemudian membuka pintu mobil.

Merasa perasaan yang tidak enak, Keano menggelengkan kepala kemudian menyusul wanita itu yang sudah lebih dulu keluar dari mobil. Berjalan menghampiri Diana, Keano mengulurkan tangannya meminta wanita itu untuk menggandengnya seperti tadi saat di basement.

Diana menerima uluran tangan itu. Matanya memperhatikan Keano yang memberikan kunci mobilnya pada petugas palet. Bibirnya tersenyum senang, jadi seperti ini rasanya datang ke resepsi pernikahan bersama dengan pasangan.

Meski ini bukan yang pertama kalinya, namun ia ingat dengan jelas jika perasaan yang dia rasakan sekarang berbeda dengan dulu saat ia datang dengan mantan kekasihnya.

Padahal langkah kaki mereka baru sampai di depan sebuah lift, namun jantung Diana sudah berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Entah ini efek samping yang dia bicarakan tadi pada Keano atau mungkin juga karena hal lain, yang pasti dirinya merasa jantungnya berdebar kencang.

“Restoran ada di lantai tujuh.” Ujar Keano begitu masuk ke dalam lift.

“Lantai tujuh?” Diana balik bertanya. “Kita mau makan di lantai tiga, Pak.” Lanjutnya lagi tepat sebelum Keano menekan tombol lantai.

Keano mengernyitkan keningnya, apa dia salah mengingat informasi saat berbincang dengan temannya yang seorang manajer di hotel ini? Seingatnya restoran di hotel ini berada di lantai tujuh, bar di lantai lima belas, dan caffe berada di lantai satu.

Mungkinkah ada perubahan? Kemungkinan yang nyaris tidak mungkin sebenarnya, namun ia tetap menekan tombol angka tiga sesuai dengan perkataan Diana.

“Kamu pernah kesini sebelumnya, Diana?” Tanya Keano, pasalnya wanita ini tahu soal informasi yang bahkan tidak dia ketahui.

Menganggukkan kepala, Diana memang pernah ke hotel ini bersama Riri saat survei lokasi.

“Pernah dong. Waktu itu saya pergi sama temen setelah pulang kerja.” Ujarnya dengan nada bangga, menunjukkan jika dirinya pernah datang ke hotel mewah lain selain saat makan malam hari itu.

Menaikan sebelah alisnya, Keano menatap lurus mata Diana. “Setelah pulang kerja? Lebih tepatnya kapan?” Tanyanya dengan nada tenang.

Tidak menangkap sinyal aneh dari nada suara Keano, Diana justru kembali mengingat-ngingat kapan dia pergi dengan Riri. “Kapan ya? Oh, hari dimana Pak Keano marahin saya karna gak cek email.” Ujarnya dengan nada kesal.

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang