“Kak Ana.” Panggil seorang anak kecil. “Ayo main lagi.”
“Oh, jadi anak kamu manggil ibunya itu kakak.”
Diana menggeram pelan, nada penuh ejekan itu terdengar sangat jelas di telinganya. Namun bukan Diana namanya jika dia tidak bisa keluar dari situasi seperti ini. Tertawa kecil, Diana meraih Radith ke dalam gendongannya. “Manggil kakak ke ibu itu lagi jadi tren tau.” Ujar Diana yang semakin menyulitkan dirinya sendiri.
Keano tersenyum tipis. “Tren? Di negera mana? Di indonesia gak ada tren ini soalnya.”
Mati. Ia hanya asal menjawab. Lagipula semasa sekolah dulu Diana kerap kali tertidur saat jam pelajaran sejarah. Diana tidak tahu ini ada korelasinya atau tidak, namun yang pasti ia tidak tahu banyak tentang negara luar. Sama seperti sebelumnya, haruskah Diana asal menjawab atau pilih menyerah saja?
Diana menggelengkan kepala. Ey, tentu saja ia tidak boleh menyerah. Keano bisa semakin menertawakannya nanti.
“Bi.. Birmingham?” Ujar Diana dengan tidak yakin.
“Ah.. Birmingham, saya tahu itu.” Ujar Keano sembari mengangguk-anggukan kepalanya. “Tapi saya lupa itu di negara mana ya? Soalnya kayaknya itu nama distrik deh.”
Diana tertawa canggung. Oh, ternyata itu benar-benar nama sebuah daerah di luar negeri. “Am.. Ame.. Amerika.” Ujar Diana dengan pelan.
“Amerika?” Tanya Keano memastikan yang ia dengar.
Diana menganggukan kepalanya penuh semangat. “Ya, negara Amerika, distrik Birmingham. Trennya dari sana.”
Tawa Keano mengalun dengan kencang. Diana menatap dengan bingung, ia tidak merasa ada yang salah dari jawabannya tuh. Lalu orang di depannya ini menertawakan apa?
“Birmingham itu nama distrik di negara Inggris.” Jelas Keano sembari masih tertawa dengan kencang. “Amerika.. Birmingham hahaha..”
Dengan wajah yang menahan malu, Diana menghela napasnya dengan kencang. “Ayo Radith, kita pergi dari sini. Oksigen disini gak baik buat jantung."
“Tapi oksigen itu biasanya sama paru-paru, Kak.”
Nada polos itu membuat tawa Keano semakin kencang. Diana menurunkan Radith dari gendongannya kemudian menendang pohon di belakangnya. Sedetik kemudian ia mengangkat kakinya dan meringis kesakitan. Diana mencebikkan bibirnya ketika melihat Keano masih asik tertawa sementara Radith menatap bingung padanya.
“Kak Ana kalah debat sama orang ini?” Tanya Radith sembari menunjuk pada Keano.
“Ey, mana ada Kak Ana kalah, ini nga—”
“Iya, dia kalah sama saya.” Keano menyela perkataan Diana. “Yang kalah harus traktir makan, Radith mau makan apa?”
Diana menoleh dengan cepat ke arah Keano. Apa-apaan pria itu? Seenaknya saja berkata begitu padahal tidak ada perjanjian apapun diantara mereka. Lagipula mana bisa seenaknya mereka pergi dari yayasan, apalagi dengan acara yang belum selesai. Dan lagi sejak kapan Radith bisa akrab dengan mudah pada orang asing?
“Radith gak akan mau makan sama orang asing kan?” Tanya Diana, berharap bocah laki-laki itu juga menolak kehadiran Keano seperti David waktu itu. Diana tidak akan keberatan jika hanya makan berdua dengan bocah itu, tapi tidak dengan Keano.
“Orang itu emang bukan temen, kakak?”
“Bukan, Kak Diana ini bawahan saya di kantor.” Jawab Keano.
“Tuh.. orang asing ‘kan? Ayo, Radith makan sama kakak aja.” Bujuk Diana lagi.
Radith memiringkan kepalanya. “Bawahan itu apa?”“Anak buah, saya bos nya.” Jelas Keano dengan nada sombong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Chaos
RomanceBagi Diana kemunculan kembali Keano adalah bentuk kesialan sekaligus keberuntungan dalam hidupnya. Rasa bersalah karena sudah menorehkan luka dan membuat malu pria itu, membuat Diana kini secara tidak sadar selalu memperhatikan Keano. Ia bukanlah pe...