Empat Dua

149 12 0
                                    

Dengan kepala yang bertumpu pada meja, Diana menutup mulutnya yang sedang menguap. Ini adalah hari ketiganya menjalani shift malam, namun sayang mata dan tubuhnya belum juga terbiasa.

Ia masih bisa menahan kantuk ketika sedang lembur dulu namun entah mengapa untuk shift malam terasa berat sekali. Pukul dua pagi, biasanya di jam ini ia tengah tertidur pulas dan menjelajah alam mimpi.

“Mata lo merah banget, Diana.” Komentar Selvi sembari mengetik laporan di komputernya.

“Iya kah?” Tanya Diana kemudian mengambil kaca kecil dari dalam punchnya. “Hm, mataku beler banget ya. Kantong matanya juga item banget lagi.”

Menggeser sebungkus snack ke arah Diana, Selvi menyuruh anak baru itu untuk makan. “Sambil ngunyah nih, siapa tahu ngantuknya ilang. Lo baru pertama kali ikut shift malem ya?”

“Emang boleh makan ya, Bu?” Diana bertanya namun tangannya sudah lebih dulu mengambil cemilan tersebut dan memakannya.

“Ish, mataku gak kuat melek. Iya, ini pertama kalinya aku ikut shift malem.”

Selvi tertawa kecil. “Pantesan aja. Nih Diana gue kasih tahu ya, biasanya jam segini tuh suka ada kejadian aneh.”

Diana menegakkan tubuhnya. “Kejadian aneh apa, mbak?”

Ayolah, meskipun Diana sudah paham dengan konsep ‘mereka’ ada dimana-mana, namun ia kerap kali merasa penasaran dengan pengalaman dari orang-orang yang pernah ‘bersinggungan langsung’. Ey, tapi tentu penasaran itu bukan berarti dirinya ingin mengalaminya sendiri.

Sebagai seorang yang penakut namun punya mulut yang besar, Diana harus menunjukkan sikap pemberani dan juga tidak peduli meskipun jantungnya berdetak kencang karena ketakutan.

“Kopinya, mbak Selvi.” Ujar seorang pria.

Terkejut, Diana nyaris terjatuh dari kursinya. Haish, kakinya lemas dan jantungnya juga berdetak dengan kencang. Tidak bisakah pria yang tidak ia ketahui namanya itu tidak datang secara tiba-tiba dan mengejutkannya?

“Parah banget lo, Bayu. Anak orang kaget nih.” Ujar Selvi sembari tertawa.

“Eh, maaf mbak. Saya gak maksud ngagetin.” Ujar Bayu. “Mbak yang orang baru itu ya? Pas banget saya buat dua gelas kopi, satunya buat mbak aja sebagai permintaan maaf saya.”

Diana menoleh dan melemparkan tatapan bingung pada Selvi. Dia tidak meminta kopi pada pantry tadi, mungkin saja gelas kopi yang ditawarkan padanya itu sudah ada pemiliknya.

“Terima aja, Na. Gue yang biasanya minum dua gelas, tapi perut gue lagi gak enak jadi satu buat lo aja.” Ujar Selvi yang mengerti.

Tersenyum, Diana menerima kopi tersebut. “Makasih kopinya, Pak.” Ujarnya dengan sopan.

Hening, dua orang rekan kerjanya itu saling melemparkan tatapan kemudian tertawa. Memangnya ada yang salah dengan perkataannya tadi?

“Mbak-nya formal banget.” Komentar pria itu.

Selvi mengangguk setuju. “Gue aja dipanggil ibu sama dia.” Curhatnya masih dengan tawa. “Diana, nama dia Bayu, lo panggil aja namanya.”

“Ya kan aku kan tadi gak tahu namanya, Bu.” Bela Diana. “Kalo gitu makasih kopinya, Mas Bayu.” Ulanganya, berterima kasih lagi.

Bayu menganggukkan kepala. “Yo, sama-sama.”

“Nih, Na. Tadi lo mau tahu ada kejadian aneh apa aja kan? Lo tanya Bayu deh, dia yang paling banyak pengalamannya dibanding gue.” Ujar Selvi.

“Lah iya, orang saya dibagian housekeeper. Hampir tiap hari kali ada aja yang aneh di kamar-kamar yang kosong, lorong atau tempat-tempat yang lain.”

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang