Dua Belas

330 29 0
                                    

Diana mengusap telinganya yang berdengung setelah mendengar teriakan Dika. Terkadang Diana heran siapa yang wanita diantara dirinya dan Dika. Karena setiap ada hal yang mengejutkan, pria itu yang akan berteriak dan berseru dengan hebohnya.

“Jangan teriak di kuping gue dong.” Seru Diana sembari memukul kencang bahu Dika.

“Abis omongan lo gak masuk akal, buat gue kaget aja.” Kesal Dika. “Gue tahu lo gak normal, tapi gue gak sangka lo gila juga, Diana.”

“Apa sih, orang itu beneran. Lo inget omongan gue gak yang soal punya temen yang kayak gitu.” Ujar Diana memberi kode agar Dika mengerti tanpa harus menyebut nama.

“Waktu itu lo gak jadi ngomong karna orangnya dateng ke meja makan kita kan?” Ujar  Dika memastikan kembali.

Kepala Diana menoleh ke kiri dan kanan, memastikan jika situasi saat ini aman untuk berbicara. Setelahnya tangannya bergerak menyuruh Dika untuk mendekat ke arahnya. “Kalo lo gak percaya, gue punya bukti fotonya, Mas.” Bisik Diana.

“Serius lo?” Pekik Dika. “Udah deh jangan ngomong yang aneh-aneh Diana, inget dosa.” Ujar Dika memilih untuk tidak percaya.

“Udah sana, bete gue ngomong sama lo, Mas.” Kesal Diana karena informasinya ditolak mentah-mentah oleh Dika.

“Makan dulu nasinya, sayang kalo basi belinya pake duit itu.”

“Mbak Diana.”

“Ya, hadir.” Ujar Diana saat seseorang memanggil namanya dari depan pintu ruangan.

Diana dan Dika memperhatikan seorang OB yang melangkah menghampiri kubikelnya sembari membawa sebuah plastik bermerk donat terkenal. Mengernyitkan kening, ia merasa tidak memesan makanan apapun hari ini.

“Ini mbak ada titipan katanya buat mbak Diana marketing.”

Meski bingung Diana tetap mengambil bungkusan tersebut. “Dari siapa?”

“Saya kurang tahu, mbak. Kalo gitu saya permisi.”

Diana menganggukan kepalanya. “Makasih ya.”

Diana membuka plastik tersebut dan mengeluarkan sekotak donat dari dalamnya. Mata mereka berdua menatap kagum pada berbagai jenis varian rasa donat yang jumlahnya lebih dari dua puluh buah itu.

“Ini.. banyak banget wey.” Pekik Dika. Baru kali ini dirinya melihat seseorang memberikan donat dalam jumlah yang banyak seperti ini.

“Ini kayaknya semua rasa, Mas.” Ujar Diana. Meski ia penyuka donat, namun bukan berati ia akan merasa senang mendapat kiriman misterius seperti ini.

“Buruan tutup lagi kotaknya.” Ujar Dika dengan nada panik.

Meski tidak mengerti, Diana tetap menutup kembali kotaknya. “Eh.. apa? Kenapa, Mas?"

“Taruh di lantai langkahin tiga kali, baru abis itu lo makan.”

Diana mengernyitkan keningnya. “Apa? Kenapa harus kayak gitu?”

“Siapa tahu itu ada peletnya. Lo gak mau kena pelet kan? Ikutin saran gue.”

“Aturan darimana njir, gue gak pernah denger, Mas. Lagian masa makanan di langkahin, gak sopan tahu.” Ujar Diana dengan nada kesal. “Donatnya buat lo aja Mas, gue kurang suka juga.” Lanjutnya lagi.

Dika mengangkat sebelah tangannya. “Maaf, Na gue gak mau kena resiko setelahnya.”

“Resiko apa sih.” Kesal Diana. “Yaudah, kalo lo gak mau mah.” Diana bangkit dari duduknya berniat pergi ke pantry dan menaruh donat tersebut disana.

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang