Diana menyalakan komputer di depannya. Hari senin pagi yang menyebalkan, ia harus menyiapkan materi rapat dengan sempurna untuk minggu depan. Materi sebelumnya memang sudah ada, namun karena dijadikan ide sampingan Diana tidak menyiapkannya dengan sempurna. Belum lagi tugas-tugas lainnya yang menumpuk, ia ketua tim namun mengapa semuanya seolah dia yang mengerjakan seorang diri?
Kepala Diana menggeleng, berburuk sangka itu tidak baik. Diana menoleh ke arah rekan-rekan yang satu tim dengannya. Semua orang pasti sedang sibuk sama seperti—ah.. Diana mendatarkan raut wajahnya. Ya, semua orang sedang sibuk. Dua orang sibuk merapihkan make upnya dan dua orang sibuk dengan ponselnya. Hanya tersisa dua orang yang sibuk dengan pekerjaan sama sepertinya.
Menghela napas, Diana bangkit dari duduknya. Tangannya mengetuk-ngetuk pelan dinding kubikel miliknya. Ia tersenyum ketika seluruh atensi mengarah padanya.
“Ayo, ayo, jam kerja udah mulai nih. Nanti saya mintain laporan masing-masing sebelum jam istirahat ya.” Ujar Diana dengan ramah namun tidak dengan matanya yang terlihat berkilat marah.
“Eh iya, maaf bu ketua.”
Diana kembali duduk setelah memastikan semuanya sudah mulai bekerja. Kacamata dengan bingkai bulat terpasang di wajahnya, dengan raut wajah yang serius berulang kali Diana menghela napas panjang. Tangan kirinya terangkat memijit pelan keningnya yang berdenyut nyeri. Ada beberapa pekerjaan yang belum terselesaikan dengan baik oleh anggota timnya, sementara ia masih harus melakukan survei data untuk bahan materi rapat.
“Argh.. kepala gue pusing.” Gumam Diana sembari menundukkan sejenak kepalanya.
Empat jam berlalu sejak ia mengeluh tadi, Diana melepaskan kacamatanya dan mengusap pelan matanya yang terasa perih. Kepalanya menoleh ke sekitar semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, termasuk Dika yang biasanya tampak santai kini terlihat serius dengan dokumen di tangannya. Kepala Diana kemudian menoleh dan menatap lama pintu ruang kerja Keano yang tertutup rapat sejak pagi.
Persaingan yang Keano katakan sepertinya menjadi cambuk tak terlihat bagi semua orang. Tidak berpihak ke salah satu sisi, semua orang pasti waspada akan sikap Keano. Meski harus bekerja lebih keras dibanding sebelumnya, Diana bersyukur karena setidaknya dengan adanya persaingan ini, ia dan timnya tidak akan mengalami penindasan lagi.
“Mbak, tadi aku udah kirim email laporan yang mbak butuhin, kalo ada yang salah bilang aku aja ya, nanti ku revisi lagi.”
Diana menganggukan kepalanya. “Ya, coba lo liat lagi deh laporan marketing series X1 yang kemarin lo buat, ada yang salah di bagian data penjualannya. Tolong dibenerin lagi ya.”
“Ya, mbak.”
Kepala Diana menoleh ke samping kubikel setelah kepergian junior yang tadi berbicara dengannya. “Ghin, lo lagi ngerjain apa?”
“Eh, aku lagi buat laporan dari series Y, kenapa mbak?”
“Bisa tolong mintain data ke anak keuangan gak? Gue udah nge-chat dari hari sabtu tapi gak ada respon terus. Gue butuh buat ngecek laporan yang kemarin Ratih kasih, gak balance soalnya.” Pinta Diana.
“Ya, Mbak. Bentar lagi kan jam istirahat, nanti aku mintain ke mereka.”
Menghela napasnya, Diana menumpukan kepalanya ke atas meja. Entah mengapa hari ini tubuhnya terasa pegal dan tidak nyaman digerakan. Diana memejamkan matanya, kemarin setelah pulang dari yayasan ia langsung tertidur tapi mengapa hari ini seluruh badannya terasa sakit. Diana menguap, mungkin jam istirahat nanti ia akan memilih untuk tidur di ruang kesehatan saja. Ya harap-harap setelah bangun tidur nanti tubuhnya menjadi lebih baik.
“Mbak Diana.”
Menegakkan kepala secara cepat, Diana nyaris terjatuh dari kursi ketika rasa pusing menyengatnya dengan kuat. Memegang ujung meja dengan erat, Diana membiarkan kursinya terdorong jauh ke belakang sementara dirinya dalam posisi setengah berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Chaos
RomanceBagi Diana kemunculan kembali Keano adalah bentuk kesialan sekaligus keberuntungan dalam hidupnya. Rasa bersalah karena sudah menorehkan luka dan membuat malu pria itu, membuat Diana kini secara tidak sadar selalu memperhatikan Keano. Ia bukanlah pe...