Dua Tiga

295 25 0
                                    

Menyesap kopi yang baru saja dibuatnya, Diana tersenyum kala membayangkan hadiahnya akan diterima dengan baik oleh pria itu. Hadiah yang ia siapkan dengan usaha yang besar karena harus mengambil semuanya seorang diri. Belum lagi hadiah yang ia kasih itu mampu membantu menjaga kesehatan pria itu. Benar-benar hadiah yang sangat bermanfaat dan pasti membuat orang itu terkejut.

Diana menoleh ke belakang ketika mendengar suara pintu pantry diketuk dari luar. Tangan kanannya terangkat, jam tangan hitam miliknya itu baru menunjukkan pukul tujuh lebih sepuluh menit, siapa yang sudah datang sepagi ini selain dirinya?

Jam masuk kantor baru di mulai pukul delapan nanti, masih terlalu pagi untuk datang ke kantor jika bukan karena ada keperluan seperti dirinya. Ya, Diana datang pagi agar bisa menaruh kotak hadiah tersebut di ruangan Keano tanpa ada yang tahu.

Meninggalkan gelas kopinya di atas meja, Diana memberanikan diri menghampiri pintu. Menarik napas panjang pada hitungan ketiga tangannya menarik knop dan matanya terpejam begitu pintu sudah terbuka.

“Kamu kenapa?”

Merasa kenal dengan suara itu, Diana kembali membuka matanya. Keningnya mengernyit melihat kehadiran Keano di kantor yang masih sepi ini. Pria itu tampak rapih dengan kemeja biru dan celana hitam, sementara jasnya tergantung di tangan kirinya.

“Tumben berangkat pagi, Pak?” Diana balik bertanya.

Keano mengernyit sejenak sebelum menjawab pertanyaan itu. “Saya selalu udah stay di kantor dari jam 7 pagi. Ada juga kamu yang tumben berangkat pagi.”

Diana tertawa canggung. “Kerjaan saya ada banyak, jadi berangkat pagi.” Bohongnya.

Kemarin pesan yang terakhir dikirim pria itu hanya berakhir dibaca olehnya. Diana bahkan tidak memberitahu Keano jika dirinya jadi memberikan hadiah. Ia yakin jika saat ini Keano berpikir hadiah yang mereka bahas kemarin hanyalah candaan saja dan tidak benar-benar akan Diana berikan. Syukur-syukur karena sepertinya Keano tidak marah karena pesannya hanya ia baca saja.

Sejujurnya ini sedikit aneh menurut Diana, pria yang biasanya selalu marah ini tampak biasa saja pagi ini padahal pesannya tidak dibalas. Kira-kira apa yang membuat Keano tidak marah padanya ya?

“Kamu tahu jam masuk itu start dari jam 8 kan?” Keano bertanya dengan nada kesal.

“Masuk jam segini gak akan kehitung waktu kerja loh, walaupun absensi udah bisa.”

“Eh.. saya absen doang, abis itu saya tinggal nyari sarapan, Pak.”

Keano menaikan sebelah alisnya. “Bukannya tadi kamu bilang ada banyak kerjaan.”

Diana berdecak pelan. “Iya, saya ada banyak kerjaan. Abis absen saya tinggal nyari sarapan terus baru balik lagi ini ke kantor.” Diana merangkai semua kalimat yang tadi ia katakan.

Keano terdiam sejenak kemudian menganggukan kepalanya. Pria itu melangkah masuk ke pantry tanpa banyak bertanya lagi. Meski bingung Diana tidak ambil pusing dengan kegiatan Keano yang kini tengah membuat teh dua cangkir sekaligus. Mungkin pria itu haus, begitu batinnya berbicara. Kembali ke meja tempat kopinya berada, Diana mengangkat gelas kopinya berniat menyesap kembali minuman berkafein itu.

“Jangan minum ini!”

Suara ‘tuk’ dari benturan antara dua benda keras yang kencang seketika membuat mereka  berdua terdiam. Giginya baru saja terbentur gelas karena Keano secara tiba-tiba menarik gelas tersebut. Menutup mulutnya dengan tangan, Diana meringis pelan kala rasa ngilu langsung menyerangnya. Ia yakin giginya tidak berdarah ataupun patah, tapi mengapa rasa sakitnya begitu kuat?

“Diana, saya minta maaf.” Ujar Keano dengan panik. “Gigi kamu gak apa-apa kan? Patah gak? Kalo patah ayo saya anterin ke dokter gigi.”

Keano kembali berbicara ketika Diana tak kunjung merespon. “Kepala kamu gak pusing kan? Gigi itu ngaruh ke kepala loh. Saya langsung anterin ke rumah sakit aja ya. Saya minta maaf, Diana.”

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang