Empat Belas

318 29 0
                                    

“Diana.”

“Diana.”

“Woy Diana!”

Mengerjapkan mata Diana melemparkan tatapan tajam pada Dika yang berkacak pinggang di depannya. Laki-laki yang sudah Diana anggap sebagai keluarga itu terlihat benar-benar marah hingga akhirnya membuat Diana menciut takut. Diana tidak merasa membuat kesalahan, tapi mengapa Dika marah padanya.

“Lo kenapa sih seharian ini bengong mulu?” Tanya Dika dengan kesal.

Diana menghela napasnya. Alis matanya turun, menunjukkan ekspresi sedih yang tidak pernah dia tunjukkan sebelumnya. “Mas gue mau minta solusi dong sama lo.”

“Apa? Kenapa? Lo ada masalah apa, Na?”

Kembali menghela napas, Dika menatap khawatir sahabatnya yang bahkan tidak menyentuh makan siangnya. “Jadi.. gue kehilangan sesuatu yang berharga, Mas.”

Mata Dika membulat. “Apa? Kok bisa? Siapa orangnya? Ya Allah Na, inget dosa.”

“Karna gue inget dosa, mangkanya gue nanya sama lo. Tolong cariin solusi yang bisa buat gue tenang.”

“Siapa si brengs*k yang berbuat kayak gitu ke lo? Sialan, dia gak kenal gue apa ya.”

“Keano.. Keano yang udah ngambil parfum gue.” Ujar Diana dengan sedih. “Gue sampe mikir mau nyolong punya dia waktu di kasir kemarin, tapi gue inget dosa jadi gak jadi. Tapi sekarang parfum inceran gue udah sold out, Mas. Gue harus nunggu empat bulan lagi buat beli parfum itu.”

Dika tercengang. Lagi-lagi Diana membuat Dika ingin menjadi orang jahat. Kesabaran itu tidak ada batasnya, namun bagi Dika kesabaran untuk menghadapi Diana sering kali overload hingga membuatnya selalu ingin mencekik wanita itu.

Mencoba bersabar lagi, Dika juga tidak tega melihat Diana yang benar-benar ingin menangis. “Kok bisa? Kan kemarin lo gak ikut makan malem tapi kok bisa gak kebagian parfumnya?”

“Gue semalem makan sama someone Mas, terus pas gue liat jam ternyata udah mau mendekati jam tutup tokonya. Akhirnya gue buru-buru kesana ternyata pas gue sampe di rak pajangnya udah gak ada.” Jelas Diana dengan sedih. “Padahal sebelumnya masih ada sekitar sepuluh botol lagi, tapi tiba-tiba cuma ada satu botol di meja kasir yang lagi dibayar sama Keano.”

Dika menganggukkan kepalanya. Pantas saja kemarin atasannya itu pergi lebih dulu setelah menyelesaikan makannya. “Yaudah beli yang lain. Kan masih banyak wangi yang lain.”

Diana menggeleng. “Gak mau, gue ngincer yang wangi itu dari bulan kemaren, tapi.. tapi.. hiks..”

“Sstt.. udah jangan nangis, Na. Parfumnya gak usah ditangisin, nanti juga ada lagi ya walaupun lo harus nunggu lagi sih.”

“Bukan itu doang yang buat gue sedih, Mas. Ada satu kejadian lagi yang buat gue bener-bener sedih.”

“Apa?” Tanya Dika penasaran.

“Gue ditembak sama cowok semalem.” Aku Diana dengan sedih.

Dika naik pitam, temannya ini memang tidak bisa dimengerti jalan pikirannya. Kemarin-kemarin wanita ini pula yang mengeluh karena status jomblonya yang bertahan sampai 5 tahun lebih. Namun kini saat ada pria yang menyatakan perasaan, dia malah merasa sedih seperti orang yang patah hati.

“Na.. jangan buat gue marah.” Ujar Dika dengan nada pelan. “Lama-lama emosi jiwa, gue ngomong sama lo.”

Diana merengut. “Kan gue mau cerita, Mas. Gue takut. Takut kayak waktu pacaran sama dia.”

Mengerti apa yang Diana maksud, Dika menepuk-nepuk pelan bahu wanita itu. “Gak semua cowok kayak gitu, Na. Liat.. gue gak kayak dia kan yang ngekhianatin lo.”

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang