Lima Belas

338 27 0
                                    

“Ghina, Mas Dika pesen aja yang kalian mau gak usah malu-malu, gue yang bayar semuanya.” Ujar Diana dengan nada sombong.

“Wih.. makasih, mbak. Mbak Diana the best nih.” Ujar Ghina sembari bertepuk tangan.

Dika mencebik melihat kelakukan Diana yang sepertinya sudah kembali ke semula. Wanita itu bahkan dengan tidak tahu malunya bernyanyi menggunakan sumpit sebagai mikrofon. Mereka ini sedang berada di restoran Korea, bukan tempat karoke yang sudah pasti aman dari pandangan pengunjung yang lain.

Dika menghela napasnya, tangannya terangkat dan memijit pelan keningnya yang berdenyut. Entah mengapa dia yang merasa malu melihat kelakuan absurd sahabatnya itu. Lain Dika lain pula Ghina, wanita tampak asik memperhatikan Diana yang masih bernyanyi sembari bertempuk tangan.

“Na, sttt.. Na lo bisa udahan gak nyanyinya? Kasian pengunjung yang lain keganggu sama suara lo. Udahan ya?” Tanya Dika dengan nada pelan.

Diana menoleh kemudian mencebikkan bibirnya. “Ah.. tau kayak gitu tadi gue gak ngajak lo, Mas.”

“Ish.. omongan gue bener dari tadi orang-orang pada ngeliatin lo, Na. Kalo lo  mau nyanyi abis ini kita karokean deh. Lo yang bayar, gue janji.” Ujar Dika sembari mengangkat satu tangannya.

“Dasar gak tau diri.” Umpat Diana. “Oke.” Ujarnya lagi sembari tertawa.

“Mbak Diana kayaknya lagi stress banget karna kejadian tadi siang. Yang sabar mbak, aku juga kena marah kemarin sama Pak Keano karna ada typo di laporan yang kubuat.” Keluh Ghina.

Diana menganggukkan kepalanya. “Ya kan? Kesalahan kecil kayak gitu aja di marahinnya kayak kita ngerugiin perusahaan. Emang tuh orang kadang-kadang suka cosplay jadi reog kalo lagi marah.” Diana kembali mengutarakan rasa tidak sukanya.

“Iya, Mbak. Sampe aku mikir, ada apa cewek yang suka sama orang pemarah.”

“Kalo ada pun cewek itu pasti..” Ujar Diana menjeda kalimatnya.

“Aneh.” Ujar Diana dan Ghina bersamaan. Mereka berdua tertawa sementara Dika menggelengkan kepala lelah melihat dua rekan kerja ini.

“Heh.. gue kasih tau nih ya. Cowok kalo jadi pemimpin di lingkup kerjanya pemarah belum tentu jadi kepala keluarga juga kayak gitu. Justru kadang dia bisa nunjukin sisi lembutnya itu cuma sama istri dan anaknya nanti.” Ujar Dika membela kaumnya.

Diana berdecih. “Heh Mas, dua lawan satu, lo kalah. Ngalah aja napa sih sama cewek.” Sewot Diana yang tidak terima Dika yang malah membela Keano.

Menghela napasnya, Dika menuang segelas air. “Lo gak mabok tapi kelakuan lo kayak orang mabok. Inget dosa, Na.” Gerutu Dika. “Nih.. minum dulu.”

Meski mencibir perkataan Dika, Diana tetap mengambil segelas air itu dan meminumnya. Matanya melirik Ghina dari balik gelas yang masih menempel di bibirnya itu. Entah apa yang terjadi, namun mata wanita muda itu tampak berbinar.

“Mbak.. mbak sama Mas Dika pacaran ya?”

Pertanyaan bernada polos itu membuat Diana spontan menyemburkan air yang diminumnya. Lain dengan Diana lain pula dengan Dika. Laki-laki yang lebih tua dua tahun dari Diana itu menatap horor ke arah dua wanita di depannya. Bahkan sumpit yang tengah di pegangnya pun jatuh ke lantai bersama dengan daging yang hendak dibakarnya tadi.

“Lo.. barusan ngomong apa, Ghina? Gue.. sama nih anak pacaran? Iuuh..” Tanya Dika sembari menunjuk jijik Diana.

Satu pukulan keras Diana layangkan pada jari yang terarah padanya. Hei.. cantik-cantik begini Diana masih bisa membuat lawan jenisnya terpesona padanya. Pikiran Diana yang lagi-lagi bersikap narsis.

Sweet ChaosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang