37. Benci menjadi cinta

320 14 12
                                    

"Makasi, Ven. Udah nganterin aku pulang," ucap Maira sambil melepas sabuk pengaman.

Arven mengangguk, lalu mengusap kepala Maira, "Habis ini ganti baju, mandi, langsung tidur," titah Arven.

Maira terkekeh mendengar perintah Arven yang kini telah resmi menjadi pacarnya, "Iya, Ven."

"Udah sana masuk, selamat istirahat sayang." Arven tersenyum manis, senyum yang belum pernah Maira lihat sebelumnya.

Maira menggigit bibir bawahnya, lalu mengangguk pelan, setelah itu Maira memasuki gerbang rumahnya sambil melambaikan tangan.

Arven yang melihat kekasihnya itu pun kembali tersenyum, "So cute baby." Setelah itu Arven langsung melajukan mobilnya.

****

"Udah jam berapa ini, Za?" tanya papahnya yang sedang duduk di sofa depan televisi.

Maira pun melihat jam tangan yang melingkar di tangannya, "Baru jam setengah sepuluh, Pah." Maira menunduk, tak berani menatap papahnya, takut jika papahnya akan marah.

Farel menghela nafas panjang, lalu mengangguk kecil, "Yaudah, sekarang kamu ke atas, ganti baju."

Maira tersenyum tipis mendengarnya, ia kira papahnya akan marah, ternyata dugaan nya salah, lalu ia pun menaiki tangga menuju kamarnya.


Lalu setelah itu Maira kembali melanjutkan langkahnya menaiki tangga untuk menuju kamarnya.

"Ga nyangka ya, gue udah jadian sama Arven, cowo yang gue kejar-kejar dulu akhirnya bisa gue dapetin juga," monolog nya.

"Usaha emang ga mengkhianati hasil," lanjutnya.

"Ga sia-sia usaha gue selama ini buat dapetin Arven." Maira tersenyum tipis ketika mengingat-ingat bagaimana perjuangan nya dulu untuk bisa mendapatkan Arven.

Maira pun menggeleng pelan, lalu beranjak dari kasur untuk menuju kamar mandi.

****

Arven menutup pintu mobilnya, lalu melangkah memasuki rumahnya. Namun, belum sempat membuka pintu rumah, telinga nya mendengar suara motor yang memasuki gerbang rumahnya. Yap, siapa lagi kalau bukan Ravin?

Arven menggeleng pelan, untung saja ayahnya sedang tidak berada dirumah, jika ada ayahnya, huh bisa-bisa Arven kena imbas juga karena telah meminjamkan motor ke adiknya, karena Ravin belum diperbolehkan ayahnya untuk mengendarai motor.

"Bang!" panggil Ravin setelah turun dari motor ninja milik Arven.

Arven mengangkat alisnya.

Dengan cepat Ravin menghampiri Arven, lalu menyerahkan kunci motor milik abangnya itu, "Thanks," ucap Ravin.

Arven mengangguk, lalu setelah itu langsung memasuki rumah.

"Punya Abang sifatnya kaya gini amat dah, gue kaya bicara sama patung hidup," keluh Ravin sambil mengusap wajahnya, karena saking cueknya sifat Arven.

Setelah memasuki rumah, Arven tidak melihat bundanya yang biasanya kalau malam duduk di ruang tengah sambil menonton TV.

Karena penasaran, Arven pun mencari keberadaan bundanya ke dapur, dan benar saja ternyata bundanya sedang memasak di dapur.

ARZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang