Si Angkuh Jamila

3.4K 305 12
                                    

Buat menemani istirahat makan siang kalian nanti.

Enjoy!


















































“Aku nggak mau tinggal di sini.”

Perkataan itu diucapkan dengan begitu tegas. Diiringi pula dengan gerakan tangan menyilang di dada, dan dagu yang mendongak angkuh.

“Apa?”

“Aku nggak mau tinggal di sini.”

Ucapan itu kembali diulang tanpa berubah sedikit pun. Disambut helaan napas pasrah, marah, dan juga kecewa yang tidak bisa ditutup-tutupi. Akan tetapi, lelaki paruh baya itu tidak bisa berbuat banyak.

“Kamu mau tinggal di mana, Nduk?”

“Rumah Nenek,” sahutnya singkat.

“Rumah Nenek kosong. Nggak ada yang tinggal di sana selama ini.”

“Aku tahu. Karena rumah itu kan, memang buat aku. Aku punya, kok, surat dari Nenek yang isinya bilang kalau rumah itu udah dihibahkan buat aku.”

Sungguh, Jamila bukan gadis mata duitan. Dia sebelumnya tidak peduli dengan rumah neneknya yang sudah dihibahkan untuknya saat sang nenek masih hidup. Ayahnya hanya anak semata wayang, sedangkan orang yang sejak kecil ia panggil pakde, hanya anak angkat yang dirawat neneknya sejak masih bayi. Pembagian harta itu tentu tidak bisa diusik oleh siapa pun.

Akan tetapi, kini keadaan begitu berbeda dari sebelumnya. Hidupnya yang begitu nyaman di ibukota, mendadak menjadi seperti neraka, saat ia tahu kalau tantenya berusaha menjodohkan ia dengan banyak pria agar Jamila segera hengkang dari rumahnya. Tidak ada tempat lain yang bisa ia tuju selain ayahnya di sini. Satu-satunya orangtuanya yang masih tersisa di dunia ini.

“Bapak tahu, Nduk. Tapi, kamu mau tinggal di sana sama siapa?”

Lelaki tua itu, ayahnya, menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa Jamila terka. Mereka baru saja bertemu beberapa menit yang lalu, setelah bertahun-tahun lamanya tidak bertemu.

“Loh, bukannya aku bilang minta dicariin calon suami?”

Setelah kembali ke sini sebagai salah satu rencana gila yang ia miliki, Jamila memiliki syarat lain yang ia ajukan kepada ayahnya agar ia mau kembali lagi ke sini. Yaitu dicarikan calon suami sesuai kriteria yang Jamila berikan sebelumnya. Rupanya harus tampan, setidaknya tidak gampang membuat Jamila bosan saat memandangnya. Biar bagaimanapun juga, pernikahan itu akan berjalan lama, di sisa umur mereka kalau tidak ada aral melintang di tengah jalan. Jamila yang merasa kalau dirinya cantik, tentu saja ingin pasangan yang seimbang dari segi fisik.

Selain itu, berpenghasilan lumayan. Yang tentu saja harus bisa memenuhi kebutuhan Jamila setelah mereka menikah. Entah itu sandang, pangan, dan kebutuhan lain yang sebelumnya mampu dipenuhi oleh uang kiriman dari sang ayah. Lelaki itu tentu harus bertanggung jawab pada statusnya setelah menikah. Sebagai suami, dan juga sebagai ayah setelah Jamila mengandung dan melahirkan nantinya. Bukan tipikal lelaki mata keranjang yang hobi menggoda wanita lain, agar tidak ada lagi kasus cerai karena perselingkuhan.

“Nduk, apa kamu yakin ... mau menikah?”

Jamila menatap ayahnya heran. Tidakkah ayahnya ingin melihat Jamila menikah dan memiliki keluarganya sendiri dan hidup bahagia?

“Bapak nggak mau aku nikah?”

Jamila dapat melihat dari sudut matanya, seseorang yang mengintip dari gorden pembatas ruang tamu dan ruang tengah, kemudian buru-buru pergi saat Jamila melarikan tatapan tajamnya ke sana.

Perhaps LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang