Bab 13

1.2K 212 10
                                    

Jamila tergelak mendengar cerita Bu Atik tentang anaknya, yang semenjak hamil menjadi judes pada suaminya sendiri. Walau katanya hal itu wajar, tetapi ada perasaan kasihan juga yang merambati batin Jamila. Selain itu, anak Bu Atik juga masih sering mual dan muntah, makan pun paling maunya makan buah dan minum susu kemasan rasa stroberi. Lucu sekali orang hamil kalau dipikir-pikir.

Ia mengibaskan rambut yang kini terasa lebih panjang. Sore ini cukup cerah dan ia sudah menghabiskan segelas besar es jeruk peras sejak tadi. Ganendra belum juga pulang, mengingat sekarang hari Jumat, lelaki itu pasti pulang lebih sore dari biasanya.

Jamila memutuskan untuk membereskan lemari setelah mandi. Pakaiannya baru selesai disetrika tadi, dan belum sempat ditata ke dalam lemari. Karena meskipun ia membiarkan Bu Atik membantunya membersihkan kamar, tetapi ia membereskan sendiri lemari pakaian dan lainnya. Ia hanya terbiasa melakukan itu sendiri, dan tidak mau kebingungan saat mencari sesuatu yang ternyata diletakkan di lain tempat dari biasanya.

Beberapa minggu terakhir, ia dan Ganendra jadi sering berkeliling saat akhir pekan. Sekadar melepas penat dan mencari hiburan. Kebiasaan itu membuat hubungan mereka semakin dekat, bahkan sudah tidak ada lagi sekat.

Jamila ingat sekali, ajakan intim itu adalah ia yang memulainya. Mula-mula hanya sekadar ciuman yang mereka bagi di pagi dan malam hari sebelum tidur, sampai akhirnya, mereka benar-benar bercinta untuk pertama kalinya. Tidak benar-benar pertama, sih, karena jujur saja, Ganendra tidak memaksakan kehendaknya ketika menyadari Jamila tidak sanggup dengan rasa sakit yang menyerang bagian paling intimnya. Siapa sangka bahwa bercinta itu awalnya sebegitu menyakitkannya, sampai Jamila merasa tidak nyaman dalam beberapa hari.

“Heran, ya ... aku kalau nggak ada Bu Atik di rumah, kayaknya jalanku beneran kayak orang habis sunat. Kenapa banyak pasangan di luar nikah yang kelihatannya biasa aja waktu habis ML pertama kalinya?” ujar Jamila waktu itu, usai percintaan mereka yang entah ke berapa. Jamila tidak lagi menghitungnya, karena dia ingin lupa dan mengingatnya lagi dengan melakukannya lagi.

Ganendra terkekeh mendengar ucapannya itu. “Sakit banget?”

Jamila melotot. “Ya iyalah! Mas Ganen berapa kali nyoba nggak jadi-jadi? Sesakit itu, tahu!”

Memang tidak semua perempuan merasakan sakit pada kali pertama berhubungan badan, tidak keluar darah perawan juga. Tetapi semua itu tidak lantas membuktikan bahwa perempuan itu pernah berhubungan badan sebelumnya. Reaksi tiap orang berbeda-beda. Tetapi, Jamila masuk ke dalam golongan perempuan yang merasakan sakit saat pertama kali mencobanya, sehingga mereka tidak bisa langsung berhasil di percobaan pertama itu. Jamila pernah membaca dan menonton video pemahaman seputar hubungan intim seperti itu, sehingga sebisa mungkin, ia mempersiapkan tubuhnya dengan baik. Meski pada kenyataannya tidak semudah itu.

“Kamu sendiri yang bilang kepingin nyoba, sekarang nyesel?”

Perempuan itu lantas terkekeh, memeluk lengan suaminya dan bergelayut manja. “Enggak. Udahannya enak.”

Jamila belum selesai menata kembali rangkaian perawatan wajahnya, saat Ganendra masuk sambil menenteng tas ranselnya.

“Bu Atik barusan pamit mau pulang,” ujarnya sambil tangannya dicium oleh Jamila. “Katanya kamu lagi mandi, belum keluar-keluar dari tadi.”

“Habis beresin lemari tadi. Mas Ganen udah minum?”

Ganendra mengangguk. “Beli donat. Ada anaknya Bu Midah yang lagi nyoba jualan donat. Guru-guru pada pesen kemarin, aku ikutan beli jadinya.”

Jamila tersenyum, mengangguk-angguk. “Bu Atik masak sayur asem. Kalau Mas Ganen mau makan sekarang, aku mau siapin dulu.”

Namun, Ganendra menggeleng. “Nanti aja habis Magrib,” sahutnya, lantas memperhatikan istrinya yang tampak letih. “Kamu kenapa? Kecapean?”

Perhaps LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang