Bab 11

1.2K 223 10
                                    

Selamat malam, yeorobun!































Jamila membuat ayam goreng lengkuas dan sayur jantung pisang yang dimasak dengan kuah santan dan daun melinjo. Ayamnya merupakan ayam kampung, sehingga harus diungkep lebih lama dari ayam potong biasa. Untuk melengkapinya, ia membuat sambal terasi cukup banyak. Bu Atik gemar sekali makan dengan sambal terasi, meski hanya dengan rebusan daun bayam.

Ia tidak tahu apakah mertuanya akan suka atau tidak, Jamila hanya ingin berusaha dekat. Ia tidak mau punya hubungan yang buruk dengan mertua dan iparnya.

“Nanti kalau ternyata mereka nggak suka, gimana, Bu?” tanyanya pada Bu Atik.

Tentu saja ada rasa gelisah yang menjalar. Ia belum pernah seperti ini sebelumnya. Ia tidak pernah peduli pada pandangan orang lain terhadapnya. Akan tetapi, kali ini alasannya berbeda. Jamila sudah menikah, ia belum mengenal keluarga suaminya selain nama dan wajahnya.

“Ya nggak apa-apa. Kan, yang penting udah usaha. Kita toh nggak perlu jadi orang lain hanya untuk dilihat baik sama orang. Kalau ada orang yang nggak suka sama Mbak Mila, padahal Mbak Mila nggak ngapa-ngapain, ya biarin aja,” ujar Bu Atik menenangkan. Nada suaranya tidak pernah berubah. Seperti ibunya, yang selalu memberikan kalimat positif untuk Jamila.

Gadis itu merasa beruntung memiliki Bu Atik di sini. Itulah sebabnya, ia tidak menganggap perempuan itu sebagai pembantunya, melainkan keluarganya sendiri. Tidak membiarkan Bu Atik mengerjakan semuanya sendiri, meski pada awalnya perempuan itu terlihat enggan ketika dibantu.

“Mas Ganen belum pernah ngajakin aku ke rumah ibunya. Aku ngerasa nggak enak, udah nikah berhari-hari tapi belum main ke sana. Padahal jarak rumahnya nggak jauh,” ungkap Jamila dengan nada suara yang agak merajuk.

Bu Atik tersenyum maklum. “Ya gimana lagi? Mas Ganen, kan, kerjanya sampai sore. Belum lagi sekarang udah mulai ngajar les lagi, kan?”

Iya, sih. Mulai Senin kemarin, Ganendra sudah mulai aktif mengajar les lagi. Mereka menjadikan teras yang luas itu sebagai tempat Ganendra mengajar. Awalnya Jamila meminta agar mereka menggunakan ruang tamu saja, toh belum pernah ada tamu yang berkunjung, dan kalaupun ada, bisa diakali dengan duduk di teras. Tetapi anak-anak itu malah meminta di teras saja. Untungnya meski dekat dengan jalan raya, tetapi masih tertutup dengan rumah tetangga, sehingga suara kendaraannya tidak begitu mengganggu.

Jamila juga berinisiatif menyediakan air kemasan gelas di kulkas lama, yang ia letakkan di sudut ruang tamu. Ganendra tidak protes sama sekali. Lelaki itu malah berterima kasih atas kebaikan hati Jamila.

Menjelang siang hari, Jamila benar-benar mengunjungi rumah mertuanya seorang diri. Ia sempat kebingungan, karena agak lupa dengan letak rumahnya, meski Ganendra mengatakan bahwa rumah itu berada persis di belakang toko yang ibunya kelola. Jamila sudah pernah datang setelah menikah, tetapi hanya sebentar saja, dan ia tidak datang seorang diri.

“Repot-repot segala, Mbak,” kata Putri sambil menerima rantang pemberian Jamila.

Tidak ada ibu mertuanya di rumah, perempuan itu sedang sibuk di toko pada jam-jam seperti ini. Kebetulan saja Putri sedang pulang, biasanya gadis itu juga akan ada di toko bersama ibunya.

“Nggak repot. Tadi ke pasar kepingin masak ini, sekalian aja masak banyak. Aku, kan, belum pernah ke sini, biar sekalian kamu sama Ibu ikut makan juga,” sahut Jamila setelah memperhatikan ruang tamu di rumah mertuanya itu.

Bukan rumah jadul seperti rumah yang ia tempati, malah sepertinya belum lama direnovasi dan terlihat mewah dengan tirai-tirai yang tinggi. Sofanya juga empuk dan bersih. Saat itu, Jamila tidak punya kesempatan untuk melihat-lihat rumah mertuanya seperti sekarang ini, karena benar-benar hanya sebentar bersama keluarganya saja, diajak mengunjungi rumah keluarga Ganendra yang lain.

Perhaps LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang