Bab 23

1.1K 221 24
                                    

Karena hari ini udah kelar nulis 2 bab, jadi aku update.

Makasih yang udah baca 🤗













Sang suami rutin mengiriminya pesan di sela-sela kesibukannya menjaga murid-muridnya di Jakarta. Tidak lupa mengirimi foto dan video tentang situasi di sana, atau potret dirinya sendiri. Jamila bahagia dengan perubahan positif itu. Berjauhan ternyata membuat suaminya menjadi lebih aktif dalam hal komunikasi.

Ia sudah pulang dari rumah sakit kemarin sore, dan pagi ini, suaminya akan kembali dari perjalanan jauhnya. Para tetangga berpikir kalau Jamila tinggal di rumah ayahnya selama ditinggal suaminya, karena tidak terlihat aktivitas sama sekali di rumahnya. Jamila hanya mengiakan, tanpa mau mengumbar cerita sedih tentang apa yang baru ia alami.

Tubuhnya sudah lebih sehat dari sebelumnya, meski hatinya masih merasakan sakit, dan entah kapan bisa benar-benar sembuh.

Jamila mengulas riasan tipis di wajahnya yang masih terlihat pucat. Dia harus menyambut suaminya dengan baik setelah tidak bertemu tiga hari lamanya.

Jamila baru saja menutup gelas teh untuk suaminya saat mendengar deru mesin motor berhenti di depan rumah. Senyumnya merekah. Ia buru-buru ke depan, karena sangat yakin bahwa itu adalah suaminya. Dan memang benar, itu suaminya. Tetapi senyumnya surut. Saat melihat siapa yang datang bersama lelakinya.

“Sini mampir dulu, Bu.”

“Iya, Pak Nendra. Makasih, tapi mau langsungan aja.”

Apakah Jamila tidak terlihat?

“Makasih ya, Bu. Nanti biar saya jemput motornya kalau udah selesai direparasi.”

Perempuan berjilbab hitam itu menatap Jamila dan menganggukkan kepalanya singkat. “Mari, Bu. Saya permisi dulu.”

Jamila hanya tersenyum singkat, tidak membalas sapaan itu dan langsung kembali ke dalam saat suaminya malah bergeming memperhatikan perempuan yang tadi diboncengnya melaju pergi.

Motor suaminya rusak, tetapi mengapa tidak menghubunginya untuk menjemput?

“Motorku ternyata ngadat, nggak bisa nyala tadi. Jadinya ikut Bu Ratih sekalian,” jelas lelaki itu tanpa diminta.

“Kamu mau makan dulu atau mandi dulu, Mas? Udah aku bikinin teh panas, tuh,” ujar Jamila sembari berlalu ke tempat penjemuran pakaian. Ia mengangkat jemuran yang telah kering, sebelum nanti ia mencuci lagi.

“Bu Atik nggak dateng?”

Jamila menghela napas pendek, lantas menggeleng. “Udah pulang tadi. Cuma masak bening bayam.”

Ganendra menyadari ada yang salah dengan istrinya. Lelaki itu pun mendekat setelah melepaskan tas dan jaket yang ia pakai.

“Kamu kenapa? Lagi nggak mood?

Lelaki itu senang bisa pulang dan bertemu lagi dengan istrinya. Namun, perempuan itu tidak menyambutnya dengan senyum. Rasa lelahnya tiba-tiba saja menumpuk dan membuat dadanya berat.

“Kenapa nggak ngabarin aku kalau motornya rusak? Kan, bisa minta tolong aku buat jemput?” nada suara itu masih baik-baik saja. Jamila tidak meledak-ledak, dia lelah, dia tidak ingin menghadapi masalah lain setelah hari beratnya kemarin. Namun, melihat lelakinya bersama dengan perempuan lain, yang sepertinya adalah perempuan yang sama dengan yang pernah ia dengar dari gosip tetangga soal mantan pacar sang suami, entah mengapa membuat dadanya sesak.

Jamila benci perasaan seperti ini. Dia merasa cemburu sekaligus takut.

“Nggak mau ngerepotin kamu. Lagian, Bu Ratih juga arah rumahnya sama, makanya aku pulang bareng dia.”

Perhaps LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang