©hujan©

87 4 2
                                    

Aku itu sudah sejak lama suka kepada hujan, bahkan ketika kecil dulu, saat hujan tiba di depan persinggahan kami, aku akan menyempatkan diri untuk mandi hujan. Apa istilah "mandi hujan" ini cocok?, Pasalnya hujan di zaman kami benar benar hujan, bukan air bersih murni yang membersihkan kuman yang menempel di kulit. Itu sebabnya ibuku selalu meminta ku membilas diri dengan air mandi di dalam jeding.

Aku dan Kaka sepupu sepermainan ku pernah mendapatkan pengalaman Menaik kapal Ferry. Kapal yang dapat mengangkut mobil-mobil dan kendaraan lainnya dari Surabaya ke Madura. Dari pengalaman itu, Kaka ku menyusun mainan mobil-mobilan dari plastik dan membuat kapal-kapal. Dia memainkan imajinasi nya dengan sangat baik. Sampai-sampai aku terbawa ke suasana saat pertama kali menaiki Ferry. Ya tentu saja semua imajinasi itu tak terlepas dari hujan yang menghasilkan genagan di depan permukiman kami.

Lambat laun aku semakin bertambah usia. Hasrat untuk mandi hujan juga berangsur angsur pergi. Lalu aku menikmati hujan bukan dengan diguyur air lagi. Namun menikmati momen sebelum dan setelah hujan. Bagaimana mendung yang membawa gelap padahal mentari bersinar di atas kepala. Atau ketika hujan telah reda. Hujan selalu meninggalkan sejuknya udara dan suasana yang menenangkan. Sampai-sampai aku menghirup udara dalam dalam dan menghembuskan nya dengan penuh hasrat.

Usia remaja, aku tidak terlalu konsen dengan hujan, hujan menjadi fenomenal biasa, ya sangat biasa seperti fajar dan senja, semua terasa biasa, itu semua terasa biasa karena kebodohan ku yang tak pandai berfikir. Lihat!!, Aku menghabiskan hari hari dengan biasa padahal hujan, fajar dan senja adalah fenomena yang indah meski terjadi berkali-kali.

Hingga aku mulai membuka diri dengan pikiran yang lebih terbuka. Aku mengenal namanya obsesi terhadap perempuan. Dan perempuan itu nona.

Nona bercerita kepada ku kalau dia menyukai hujan, dia bahkan berbangga diri ketika menikmati hujan yang mengguyur dirinya saat menaiki motor. Aku pun tak mau kalah. Saat hujan masih rintik aku ke luar asrama. Menengadahkan kepala, dan membiarkan wajah ku terkena rintik. Rasanya geli agak sedikit segar tapi penuh Prasa. Prasa seakan lebih dekat dengan nona karena hujan.

Berangsur-angsur dunia membuka lebar mataku. Banyak orang di internet maupun disekitar ku seolah sangat candu dengan hujan. Aku mulai membuat puisi untuk perempuan saat hujan tiba. Ini menyenangkan dan menenangkan. Mungkin. Mungkin iya atau mungkin tidak, tapi faktanya aku membuat puisi.

Suatu saat nona menghilang. Aku menjadi kehilangan obyek untuk membuat puisi saat hujan, tapi tentu saja , hujan tidak berubah atas Prasa ku, hujan tetap turun dan membawa sendu kepada ku. Hujan membawa dingin seakan pesan untuk membuat unggun agar hangat dengan puisi. Apa pun puisinya. Entah untuk nona , puan , atau wanita lain.

𝕾𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝕾

Nona, hujan lagi di sini.
Di sisi aku diatas kursi sambil menyelami.
Makna mendung, yang pekat abu-abu sunyi,
Di langit yang entah apa disana menanti,
Cukupkah hujan dengan nada-nada nya menemani
Hanya serbuk air suci turun dengan rapi
Sesekali mengenai wajahku dengan guratan sepi
Sembari memilih apa yang akan terjadi.
Lamunan kita berhenti.
Kita tersadar kalau kita menanti.
Di ujung hujan selalu menitih
Membuat rasa sendiri, terasa menjernih
Wahai pesan pesan
Tidaklah sendirian itu meragukan
Apakah petang memberikan tekanan
Tiada yang tahu...
Tapi hujan tetap turun meski suasana hati nona muram🌷

𝕾𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝖝𝕾

Lalu suatu ketika mungkin saja aku akan menyaksikan sendiri hujan salju di tempat yang jauh. Tentu saja, ingin melihat nya bersama mu. Bagiamana hujan salju itu turun dengan lunglai, membasahi mantel kita yang tebal. Kita tidak berlindung di dalam rumah atau apartemen. Kita di luar sejenak, berdua saja dengan hujan salju yang ringan. Lalu aku kau, bersyukur atas banyak hal. Bersyukur atas kebersamaan kita, bersyukur atas apa yang kita alami selama ini, dan bersyukur atas hujan yang membawa sendu riang diantara kita. Semoga...

Semesta Itu Kamu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang