8. Ujian Kelulusan

86 67 23
                                    

Hai hai haiiiii.

Gimana sama hari ini?? Baik semua kan??

Maaf dua hari kemarin aku gak update. Soalnya aku kemarin lagi capek. Belum lagi kuota aku abis. Jadi, maklumi lah ya....

Jangan lupa vote, komen, dan bagikan ke temen-temen kalian ya....

Udah ah. Gosah basa-basi. Cuss langsung baca aja.

Moga kalian sukaaaaa

Bayyyyyy

Tidak terasa sudah satu bulan terlewati. Kini aku dan semua teman-temanku sedang melakukan ujian kelulusan. Hari ini adalah hari ketiga kami melakukan ujian sebagai syarat untuk lulus SMP, dan masuk ke jenjang berikutnya. Yaitu SMA.

Aku dan Bima sudah memutuskan akan melanjutkan SMA dimana. Aku, Bima, Bilva, Camelia, dan Farel akan masuk ke SMA yang sama. Sedangkan Kayla, Sauzan, Alifahtu, dan Destya mereka tidak masuk SMA yang sama denganku.

Aku sangat tidak sabar untuk masuk SMA. Pasti disana aku akan mendapat teman-teman baru. Orang-orang bilang, SMA adalah masa paling indah. Makanya dari itu, aku sangat menantikannya.

Tapi, satu hal yang membuatku takut. Nilai ujian. Aku takut nilai ujianku jelek. Aku pasti akan terkena marah lagi.

Dan juga, bukan hanya soal nilai ujian saja. Kelas pun, akan menjadi masalah. Jika aku tidak masuk kelas terbaik, aku akan dimarahi. Seperti saat aku masuk SMP, aku mendapatkan kelas 7B. Tapi tetap saja kena marah.

"Woii, Ra. Bengong aja lo. Mikirin apaan, sih?" itu Bilva. Siapa lagi?

"Nggak mikirin apa-apa," kataku sambil terus melihat kerumunan murid lelaki.

Diantara kerumunan lelaki itu, ada satu lelaki yang membuatku tidak mau memalingkan pandangan.

Bima.

Dia sangat tampan. Dia tinggi, manis, memiliki kulit putih bersih, peka, lucu, tapi nyebelin, pemarah. Ya, kira-kira seperti itulah sifatnya.

Saat aku melihatnya, serasa aku sedang ada di dunia lain. Seperti sedang ada di dunia anime. Akhh lebay sekaliii.

Lelaki yang menggunakan seragam sekolah tapi tidak dikancing dengan kaos hitam polos sebagai dalaman itu semakin menambah kesan cool, dia adalah Bima-ku. Lelaki yang menggantikan sosok seorang ayah untukku selama tiga tahun ini.

Bayangkan saja, umur-umur remaja beranjak dewasa ini seorang anak pasti membutuhkan sosok seorang ayah untuk menjadi pelindung kala dunia tak sejalan dengan harapannya. Tapi, ayahku malah meninggalkanku sendirian dan tidak lagi melindungi anak gadisnya. Tapi aku masih bersyukur karena aku memiliki Bima, selama ini lelaki itu lah yang menjadi pelindungku. Aku menyayanginya lebih dari apapun.

"Lo pergi kekelas lo aja sono, bentar lagi bel bunyi," titahku pada Bilva. Dia kan tidak sekelas denganku.

"Iya deh, bayy Zoraa!!" katanya sambil melambaikan tangan lalu pergi meninggalkan kelas ku.

"Kotenk...kotenk..." gumamku sambil menggelengkan kepala.

"Ehh Ra, hari ini jadwal mapel apa?" tanya Bima setelah bubar dari kerumunan. Entahlah itu kerumunan apa.

"Matematika sama Ipa," kataku santai. Tapi setelah menyadari sesuatu "Bussettt Mtk sama Ipa disatuin. Meledak kepala gue klo gini."

Bima manggut-manggut membenarkan. Dia juga sama sepertiku--membenci Matematika dan Ipa. Apakah kalian juga sama seperti aku? Jika tidak, kalian sangat mengesankan.

Am I Selfish?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang