"Hallo, Bim..."
"Iya kenapa, Ra?"
"Bim, tolongin gue Bim..."
"Lo kenapa?!!"
"Gue sakit, dirumah gak ada orang. Bisa beliin gue obat?"
"Tunggu. Jangan kemana-mana."
"Makasih, Bim..."
~~~
Jam sudah menunjukkan pukul 21.28 malam, tapi tiba-tiba saja aku merasa tidak enak badan. Dirumah tidak ada siapa-siapa, jadi aku menelepon Bima untuk datang kesini.
Sungguh, aku sangat merepotkan sekali. Aku juga tidak mau jika aku sakit, tapi bagaimana? Ini sudah konsekuensinya jika tadi aku kehujanan.
Ini bukan kali pertama aku demam saat terkena hujan, dan orang yang selalu aku repotkan pasti bi Inah dan Bima.
Bi Inah sudah pulang, dan tidak ada orang dirumah. Aku sendirian. Mau tidak mau, aku harus meminta bantuan pada Bima.
Badanku sudah sangat lemas, kepalaku pusing, suhu tubuhku panas, hidungku meler, batuk-batuk, dan juga bersin. Sangat paket lengkap.
Tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu kamarku. Sepertinya Bima.
"Ra ini gue, Bima. Boleh masuk?" katanya.
"Iya masuk aja, gak dikunci..." jawabku lemah.
Mendapat jawaban dariku, Bima langsung membuka pintu dan masuk kedalam kamarku. Ditangannya terdapat satu kantung plastik berisikan obat dan...bubur?
Untuk apa Bima membawa bubur? Seingatku, aku tidak minta untuk dibawakan bubur. Tapi...ah sudahlah.
Aku sangat kedinginan, bahkan selimut tebal berlapis-lapis saja tidak cukup menghangatkan tubuhku. Aku sudah seperti larva.
"Gak ujan-ujanan aja dah kayak gini, apalagi kalo tadi ujan-ujanan," Bima sudah mulai mengomeliku.
"Maaf..."cicitku nyaris tak terdengar.
"Udah makan?" tanyanya setelah duduk ditepi ranjang.
"Belum," jawabku singkat sambil terus mengeratkan selimut. Badanku sampai menggigil karena kedinginan.
Bima menyentuh dahiku dengan punggung tangannya untuk mengecek suhu tubuhku. Panas.
"Makan dulu, ya? Abistuh minum obat," kata Bima seraya menyuapkan bubur yang tadi dibawanya.
Aku menggeleng tanda tidak mau. Tapi lelaki itu terus memaksa agar aku membuka mulut dam memakan buburnya. Dengan terpaksa, aku merubah posisiku menjadi duduk, dan membuka mulut lalu melahap bubur yang dia bawa. Rasanya enak.
"Bunda tau lo kesini?" tanyaku pada Bima disela-sela kunyahan bubur.
"Tau. Bunda aja ampe maksa pengen kesini, tapi gue larang. Udah malem juga," jawabnya sambil terus menyuapkan bubur.
"Maaf repotin lo mulu," ujarku lemah.
"Jangan ngeyel makanya!" balas Bima cepat.
"Iya maaf..."
"Idung lo merah, pipi kayak tomat. Lucu," kata Bima santai.
Uhukk uhukk
Tiba-tiba aku terbatuk karena mendengar ucapan Bima. Apa? Lucu? Dia tidak tau saja bagaimana menderitanya karena hidungku tersumbat. Tidak bisa nafas, rasanya seperti akan mati.
Dia selalu menari-nari diatas penderitaan oranglain.
"Berisik lo!" kataku sarkas
Baru juga beberapa suap, tapi aku sudah kenyang. Aku meminta Bima untuk mengambilkan minum yang ada diatas nakas. Dan Bima mengambilnya, lalu memberikannya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Selfish?
Teen Fiction"Lo jangan egois, Zora!!" "Gue yang lebih dulu suka sama Lo, Bima!!" "Tapi lo sahabat gue." "Gue gak peduli." "Buang jauh-jauh sifat egois lo." "Gue suka sama lo dari dulu, Bim." "Buang jauh perasaan lo ke gue." "BIMAAAAA!!!" ○●○●○●○ Apa seorang per...