"Ra, rumah lo kelewatan," ucap Bima memberi tahu.
"Iya biarin. Gue mau kerumah lo aja," kata ku tanpa memalingkan wajah.
"Lo kalo capek, sini gue aja yang bawa sepedanya," tawar Bima. Tapi percuma, rumahnya saja sudah dekat. Hampir sampai.
"Nggak usah, bentar lagi juga nyampe," tolakku.
"Lo kena marahnya, digimanain?" tanya nya lagi. Sangat kepo memang.
"Gak di gimana-manain. Paling cuma kena amuk mulut emak doang," aku berbohong.
"Yaudah kalo cuma kena bacot doang," kata Bima sambil terus melihat jalanan disekitar. "Lagian juga, lo jangan nakal makanya."
"Gue gak nakal, Bim. Mereka aja yang nggak ngertiin gue," elakku.
"Gak ngertiin gimana? Bukannya mereka sayang benget ya, sama lo?"
"Mungkin," jawabku singkat.
"Apanya? Lo kenapa sih, sebenernya? Lo kayak yang gak suka sama ortu lo?" tanya Bima beruntun.
Pertanyaan beruntun itu sangat membuatku bingung harus menjawab apa. Dan pada akhirnya, aku hanya diam seribu bahasa. Aku tidak menjawabnya.
"Jawab Ra, lo kenapa??" Bima semakin penasaran, bahkan dia sampai mengguncang tubuhku. Hampir saja kami terjatuh karena oleng.
"Gue gak kenapa-napa, Bima," kataku sambil ngos-ngosan karena kelelahan mengayuh sepeda.
"Beneran??" tanya Bima lagi memastikan.
"Iya Bim," balasku singkat.
Akhirnya, kami berdua diam tidak memulai topik obrolan apapun. Mungkin karena Bima bosan. Jujur, aku juga lelah mengayuh sepeda. Ini sangat berat. Tapi tidak seberat beban yang ditanggung orang tua. Benar??
"Gue kenapa-napa, Bim. Lo gak tau kalo gue lagi dirumah gimana, lo gak tau kalo gue selalu kena marah mama-papa. Mereka gak cuman marahin dengan ocehan doang, mereka juga pukulin gue. Semua sakit, Bim. Gak cuman fisik, tapi mental juga. Gue bohong kalo selama ini baik-baik aja. Nyatanya nggak, Bim. Nggak," itu yang ingin aku katakan. Tapi lidah terasa kelu saat ingin mengungkapkannya.
Bima tidak sadar jika ada bekas lebam di pergelangan tangan kiriku, mungkin itu sudah membiru. Sangat menyakitkan. Tapi aku tidak memberi tahu Bima, karena aku tidak mau Bima merasa kasihan padaku. Jadi, aku menahan rasa sakit itu dihadapan teman-temanku. Terlebih Bima.
Entah aku yang pintar menyembunyikan luka, atau Bima yang memang tidak peduli. Aku tidak tahu. Tapi, sepertinya Bima memang tidak menyadari luka lebamku. Karena aku memakai baju seragam berlengan panjang dan menggunakan kerudung. Jadi tidak terlihat.
"Akhirnya, sampe juga," kataku saat sesampainya di depan rumah Bima.
Rumah minimalis 2 lantai bercat hitam, putih, dan cokelat. Rumah yang memiliki kehangatan didalamnnya. Tidak seperti dirumahku.
"Taro sepedanya ke garasi sono," titah Bima padaku saat kami sudah sampai didepan rumahnya.
Tanpa banyak bicara, aku hanya menurut apa yang Bima katakan. Lantas aku menuntun sepeda milik Bima untuk dibawa ke garasi.
"Udah? Ayok masuk," ajak Bima padaku.
"Iya," jawabku menerima ajakan Bima.
"Assalamualaikum...Nda!!! Bima pulang bawa bidadari, nihh!!" teriakan Bima menggemparkan seantero penjuru rumah.
"Jangan teriak-teriak, bego. Malu sama tetangga," kataku memperingatkan.
"Biarin wlee," balas Bima sambil menjulurkan lidah.
"Gak sopan lo," aku mencibir.
"Waalaikumsalam. Bima, udah berapa kali Nda bilang, jangan teriak-teriak kalo dirumah. Malu," peringat seorang wanita, kata-katanya sama seperti apa yang aku katakan.
"Ehhh...bidadari Nda, gak kangen sama Nda?" tanya wanita itu padaku.
Aku terkekeh mendengar kata bidadari untukku. Lantas aku memeluk wanita tersebut. "Kangen Nda.."
"Gimana kabar kamu, Zora?" tanya wanita itu.
"Baik, Nda," jawabku saat sudah melepas pelukannya. "Kalo Nda sendiri gimana?"
"Nda juga baik," jawabnya kemudian.
Itu adalah Bunda Rahma--Bundanya Bima. Aku memang sudah sangat akrab dengan keluarga Bima. Tidak hanya dengan bunda-nya saja, tapi juga dengan ayah-nya. Mereka sangat baik padaku, tidak seperti orangtuaku.
Karena aku dan Bima sudah sahabatan sejak lama, jadi aku sangat dekat dengan keluarganya. Bahkan mereka sudah menganggapku seperti keluarga mereka sendiri.
Aku sangat iri pada Bima karena memiliki keluarga yang sangat sayang padanya. Tidak seperti aku. Tapi, apa gunanya mengeluh? Toh, itu tak akan mengubah apapun.
Aku sangat berharap bisa memiliki keluarga seperti keluarga yang Bima miliki. Tuhan...apa boleh aku berharap seperti itu? Aku hanya ingin bahagia, mengapa engkau memberiku cobaan seberat ini?
"Ayah mana Bund?" tanya bima pada Sang ibu.
"Ya, belum pulang kerja atuh," jawab ibu-nya, kemudian mempersilahkan kami berdua masuk kedalam rumah.
"Emang ayah kapan pulangnya?" kini giliran aku yang bertanya.
"Mungkin nanti malem," jawab bunda Rahma, lalu melengang pergi kedapur. Mungkin akan membuatkan minum untuk kami.
"Lo kesini udah izin belum sama Mama lo?" tanya Bima padaku.
"Nggak perlu. Lagian juga, mereka pulang nanti malem," balasku setelah duduk di sofa ruang tengah.
"Kalo Mama lo nyari? Gimana?"
"Gak akan, gue pulang sebelum mereka pulang."
"Emang kapan?"
"Sore."
"Gue ganti baju dulu, lo mau ganti baju nggak?" tawar Bima.
"Nggak deh. Gue lepas rok aja," tolakku.
"Kalo gerah, buka aja dulu kerudungnya." Bima mengusulkan.
"Iya."
"Yaudah, gue ke kamar dulu," pamit Bima.
"Iya.."
Saat sudah memastikan Bima masuk ke kamarnya, aku mengangkat sebagian lengan bajuku untuk melihat luka lebam itu. Ternyata benar saja itu sudah membiru.
"Asstagfirullah...itu kenapa, Zora??" tanya Bunda Rahma.
Aku meringis saat tidak sengaja menyentuh lebam kebiruanku akibat terkejut. Ternyata Bunda Rahma sudah mengetahui luka ini, aku harus menjawab apa?
"Itu kenapa Zora??" tanya Bunda Rahma sekali lagi. Sekarang terlihat agak panik.
"Nggak kenapa-napa kok, Bund," jawabku berbohong.
"Nggak mungkin. Bilang sama Nda, itu kenapa bisa biru begitu tangannya??"
"A-anu...itu.." tiba-tiba lidahku menjadi kelu. Aku tidak tahu akan menjelaskan apa.
"Zora, tangan lo kenapa?!!" pekik Bima saat sudah sampai dihadapanku dan Bunda.
Aku harus bagaimana?!! Tolong siapapun bawa aku pergi dari sini!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Selfish?
Ficção Adolescente"Lo jangan egois, Zora!!" "Gue yang lebih dulu suka sama Lo, Bima!!" "Tapi lo sahabat gue." "Gue gak peduli." "Buang jauh-jauh sifat egois lo." "Gue suka sama lo dari dulu, Bim." "Buang jauh perasaan lo ke gue." "BIMAAAAA!!!" ○●○●○●○ Apa seorang per...