Hai hai haiiiiii
Gimana kabarnya hari ini? Baik semua kan?Hahaa lama banget aku gak nongol, biasalah orang sibuk. Gak ih bercanda...
Janlup vote, komen, follow aku, and share cerita ini ke temen-temen kalian.
Happy reading^-^
●
●
Bulan-bulan berganti, kenaikan kelas sudah menanti. Huh, mengingat kenaikan kelas, itu membuatku sedikit takut. Hanya sedikit, ingat itu. Aku hanya agak takut jika hasil tidak sesuai harapanku. Jika masalah naik kelas atau tidak, sudah ku pastikan aku akan naik kelas. Bukannya sombong atau apa, aku hanya berbicara soal fakta.
Hari Kamis pagi yang agak mendung akibat dari semalam hingga subuh turun hujan, tidak membuatku patah semangat untuk pergi sekolah. Aku sudah siap dengan seragam dan tas sekolahku, lalu langsung saja aku keluar rumah untuk menunggu seseorang.
Siapa lagi kalau bukan Bima?
Hanya lelaki itu yang selalu aku tunggu, ya walaupun dia sering telat menjemputku. Pernah suatu saat Bima bangun kesiangan, dan tentu saja itu berimbas padaku. Kami berdua telat sampai sekolah, dan berakhir dijemur dilapangan sambil hormat pada bendera sampai jam ke-2 selesai. Huh, sangat menjengkelkan.
Aku menunggu Bima sambil bersenandung kecil. Tapi rasanya seperti ada yang janggal, pinggangku rasanya sakit. Seperti encok. Itu sangat menyebalkan, karena saat aku bergerak, pinggangku akan sakit.
Aku tidak tau pinggangku sakit karena apa.
Tak lama kemudian, lelaki yang aku tunggu-tunggu akhirnya sampai dengan memggunakan motor hitam miliknya. Langsung saja Bima memakaikanku helm dan menyuruhku naik ke jok motornya.
Aku hanya diam saat diperjalanan menuju sekolah. Sesekali aku menengok ke kanan dan ke kiri, banyak sekali gadis-gadis yang menjerit saat melihat Bima melewatinya.
"Gila!!! Motornya cakep banget, woi!!!"
"Motornya aja ganteng, apa lagi yang punya."
"Kuy cowok, mau dong jadi pacarmu!!!"
"Sayang udah punya cewek. Andai kalo belum, mau gua embat tadinya."
Samar-samar ku dengar jeritan para gadis itu yang tengah berjalan di trotoar. Sepertinya itu bukan murid di sekolahku, karena seragamnya berbeda. Ah sudahlah, aku tidak menghiraukannya.
Beberapa menit berlalu, Bima menghentikan motornya dan melepas kaitan helm yang aku kenakan. Dia pun melakukan yang sama, kemudian menarik lenganku untuk masuk ke dekapannya. Hey, ini masih pagi, tapi dia sudah membuatku tersipu malu sebab banyak murid di parkiran yang melihat.
"Bim? Lo kenapa?" tanyaku lemah.
"Gue gak mau lo tinggalin gue, Ra." racaunya.
"Hah? Tinggalin gimana?" aku semakin tak paham.
"Semalem gue mimpi lo ikut sama Yora dan tinggalin gue, gue gak mau..." ucapnya.
"Gue gak akan kemana-mana, Bim." kataku untuk menenangkan.
"Tapi gue takut..."
"Hey, emang gue mau kemana? Gue kan gak kemana-mana, karena lo rumah gue. Rumah tempat gue pulang."
"Janji?"
"Janji!!"
Bima melepaskan pelukannya dan menghela nafas gusar. Raut wajahnya menampakkan sarat kekhawatiran, dia takut kehilangan. Walaupun jujur, aku juga tak mau kehilangannya. Karena bagiku, dia adalah segalanya. Tanpanya, entah apa yang akan terjadi padaku. Mungkin aku sudah menyerah? Aku pun tak tau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Selfish?
Teen Fiction"Lo jangan egois, Zora!!" "Gue yang lebih dulu suka sama Lo, Bima!!" "Tapi lo sahabat gue." "Gue gak peduli." "Buang jauh-jauh sifat egois lo." "Gue suka sama lo dari dulu, Bim." "Buang jauh perasaan lo ke gue." "BIMAAAAA!!!" ○●○●○●○ Apa seorang per...