32. Jadian

26 25 6
                                    

Hi hai haiiii
Gimana puasanya hari ini? Lancar kan?

Janlup votementnya yakk. Jangan jadi pembaca ghaib oke??

Happy reading^^

Sudah hampir dua minggu Disa pindah ke SMA Anggara, dan selama itu pula dia terlihat mendekati Bima. Oh ayolah, jujur saja aku merasa cemburu. Mana mungkin tidak jika lelaki yang kau suka dekat dengan perempuan lain, tentunya kau juga akan merasakan yang sama sepertiku bukan?

Ya memang aku tau, aku tak memiliki hak apapun untuk melarang Bima dekat dengan Disa. Tapi hanya saja aku tidak ingin kehilangan lelaki itu, hanya dia yang selalu ada untukku. Ouh aku menjadi overthinking.

Sudah beberapa hari ini Bima tak menjemputku untuk berangkat sekolah bersama, alasannya dia ingin berangkat bersama Disa. Huh, menyebalkan. Jadilah aku berangkat sendiri menggunakan motor. Walaupun aku tidak terlalu lancar mengendarai motor, akan tetap aku paksakan untuk memakainya demi berangkat sekolah.

Seperti hari ini, tadi pagi aku menelpon Bima untuk menanyakan dia akan menjemputku atau tidak, dan dia menjawab tidak. Baiklah Zora, mulai sekarang kau tak perlu meminta Bima untuk menjemputmu lagi.

Mengendarai motor dengan kecepatan sedang sambil menikmati suasana pagi yang cerah ini. Sangat nyaman.

Tak lama kemudian, sampailah aku di sekolah. Karena bel sudah akan berbunyi, aku bergegas masuk ke kelas setelah melepas helm dan memarkirkan motor. Tapi langkahku tercekat saat melihat sosok seorang lelaki yang membuatku kesal belakangan ini. Bima.

Lelaki itu terlihat membantu Disa membuka helm yang biasa aku kenakan, sama seperti saat Bima melakukannya padaku. "Gak ada yang boleh naikin jok belakang motor gue selain lo sama bunda gue, Ra,"  kalimat itu terngiang di telingaku.

Cih, mana bukti dari kata-katamu waktu itu, Bima sakti Pramayudha? Kau pembohong. Huh sudahlah, tidak perlu di ingat-ingat karena semua laki-laki sama saja. Tidak ada yang bisa di percaya.

Memang benar apa yang orang bilang, semua lelaki sama saja, tapi tidak dengan seorang ayah. Namun bagaimana bisa aku mempercayai lelaki jika ayahku sendiri menyakitiku. Bukan hanya menyakiti fisik, tapi juga mental.

Aku mencoba untuk percaya pada sahabatku, Bima. Tapi sama saja, dia seperti lelaki lain yang tak menepati perkataan dan janji-janji manisnya.

Memang benar, menaruh harapan pada manusia itu menyakitkan.

Aku melanjutkan langkah kembali menuju kelas, tapi lelaki itu memanggilku. Ya, Bima memanggilku.

"Woii, Zora!!" panggilnya agak kencang.

Aku berbalik lalu memaksakan untuk tersenyum walaupun sakit, "apa?"

"Kenapa lo kagak pernah chat gue balakangan ini? Terakhir kita chattan itu lima hari yang lalu, dan kita telponan tadi pagi itu pun cuman bentar. Lo kenapa?" serobot Bima saat sudah ada dihadapanku.

"Sibuk, gue mau sok ngartis," jawabku nyeleneh.

Bima menatapku tajam, "lo kenapa? Ada yang salah di gue?" tanya Bima lagi. Oh jangan tanyakan Disa, gadis itu berdiri sangat dekat dengan Bima hingga tangan mereka bersentuhan.

"Gue gak pa-pa, gak ada yang salah juga di lo. Gue emang sibuk akhir-akhir ini, ngerti lah apa yang gue maksud," ucapku sambil menaik turunkan alis. "Gue duluan ya, jam pertama mapel MTK nih. Byee Bima, Disa!!!"

Setelah meninggalkan mereka berdua di koridor yang sepi, raut wajahku kembali berubah menjadi datar. Aku memiliki banyak topeng yang bisa aku kenakan, jadi jangan heran.

Am I Selfish?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang