36. Berusaha adil

36 8 0
                                    

Langit pagi yang cerah membuatku lebih semangat untuk pergi sekolah. Setelah beberapa minggu kemarin kehilangan semangat, kini aku mendapatkannya kembali. Ternyata benar, Bima memang penyemangat untukku. Terasa saat tanpa ada dirinya, aku seperti tidak ada semangat untuk menjalani hari-hariku yang berat.

Kemarin Bima bilang akan menjemputku dan berangkat sekolah bersama, jadi aku menunggunya. Mulanya aku merasa heran, jika Bima menjemputku lantas siapa yang akan menjemput Disa? Tapi lelaki itu tidak mengatakan apa-apa lagi setelahnya.

Tidak lama kemudian, mobil berwarna hitam pun berhenti tepat di depanku. Aku bingung itu mobil siapa, tapi ketika si pengemudi menurunkan laca jendelanya aku pun tau dia siapa.

Bima.

Lelaki yang mengendarai mobil hitam itu adalah Bima. Aku awalnya terkejut, tapi setelahnya Bima menyuruhku untuk masuk kedalam mobil. Namun setelah mendengar perktaan Bima, aku pun kembali turun.

"Maaf Ra, kamu duduknya dibangku belakang ya? Soalnya aku juga mau jemput Disa," ucapnya sambil tersenyum canggung.

Setelah aku duduk dibangku belakang, Bima pun melajukan mobilnya kearah rumah Disa. Banyak pertanyaan yang aku lontarkan, dan Bima tidak lelah menjawabnya.

"Kenapa kamu bawa mobil? Tumben banget," tanyaku.

Bima melirikku dari arah spion lalu menjawabnya, "biar bisa angkut kamu sama Disa. Aku mau adil sama kalian berdua."

"Seharusnya gak usah gini, kamu jemput aja Disa, kan aku bisa berangkat bareng sama Iko," balasku sambil menunduk.

"Kan aku udah bilang kalo aku gak suka kamu deket-deket sama Enriko, masih aja ngeyel!" ucapnya dengan nada tak suka.

"Tapi Bim, aku takut kalo Disa nganggep aku perusak hubungan kalian, aku gak mau."

"Please Ra, kali ini aja nurut sama aku. Kita baru aja baikan pas kemarin, jangan bikin keributan lagi." Bima masih kekeuh dengan pendiriannya.

"Keributan? Kapan aku bikin keributan? Yang aku bilang ini bener! Kalo aku hadir ditengah-tengah kalian, aku takut ada yang berpikir kalo aku mau ngancurin hubungan kalian berdua!" bentakku tak sengaja. Wajahku sudah merah padam tanda sangat marah.

"Siapa yang bakal mikir kayak gitu? Anak-anak di sekolah? Mereka semua udah pada tau kalo lo itu sahabat gue dari kecil, mana mungkin mereka mikir kayak gitu?!" balas Bima tak mau kalah. Kini dia menggunakan lo-gue lagi, tidak seperti yang kemarin di janjikan.

"Terserah lo deh, sampe kapanpun lo gak akan pernah ngerti posisi gue sekarang kayak gimana," aku mengalah dan kembali diam.

Bima tak menjawabnya, dia hanya menghela napas panjang lalu kembali fokus menyetir.

Sesampainya di depan rumah Disa, Bima langsung keluar dari mobil dan menghampiri kekasihnya. Mereka mengobrol sebentar, lalu Bima membukakan pintu mobil untuk Disa. Saat gadis itu masuk, aku langsung berpura-pura sibuk dengan layar ponsel.

"Eh, kok ada Zora?" tanya Disa pada Bima.

Aku mendongak, "iya kata Bima biar sembarian."

Mendengar jawabanku, Disa hanya menganggukkan kepalanya dan kembali menghadap ke depan. Bima kembali menyetir hanya dengan menggunakan sebelah tangannya karena tangan yang satunya bergenggaman dengan Disa. Melihat itu, aku merasakan seperti hatiku pecah berkeping-keping. Aku tak sanggup melihatnya, itu membuatku amat kesakitan.

Sesampainya di sekolah, aku langsung keluar dari mobil Bima dan pergi ke kelas duluan. Aku sungguh kesal, baru saja kemarin berbaikan, sekarang sudah ribut lagi. Lelaki itu memang plin-plan.

Am I Selfish?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang