27. Pelajaran bagi para pembully

39 33 6
                                    

Hai hai haiiiii
Gimana sama hari ini? Baik semua, kan?

Hari minggu nih, pada kemana aja?

Tumben banget kan, aku up siang? Iya, soalnya nanti malem mau ngerjain pr yg sudah menumpuk dan merengek minta diselesaikan.

Oke. Jangan lupa vote, ramein komen, n share cerita ini ke temen-temen kalian.

Btw, absen hadir dulu donk. Aku pengen tau ada berapa org yg baca cerita aku.

Babayyyy

Sesuai dengan apa yang dua hari lalu Bima katakan, hari Selasa ini Bima sudah mulai sekolah kembali. Sebelumnya, dokter menyarankan agar Bima istirahat untuk beberapa hari ini, namun Bima menolak. Bima bilang, "saya harus masuk sekolah, dok. Saya mau kasih pelajaran ke orang yang udah berani bully sahabat saya."

Dan pada akhirnya, dokter pun mengizinkan Bima untuk pulang dan masuk sekolah lagi. Tapi dengan syarat, Bima tidak boleh kelelahan. Kondisinya memang sudah agak membaik, namun masih belum stabil.

Kami berdua--aku dan Bima--sedang berjalan di koridor. Aku mengikuti langkah kaki Bima yang sangat cepat. Tatapan Bima sangat tegas, seperti akan memakan seseorang.

"Heh lo, Santi!!!" teriak Bima memanggil Santi yang sedang berada di koridor kelas beserta antek-anteknya.

"Kenapa sayang, tadi manggil aku?" tanya Santi membuat Bima bergidik.

Bima berjalan menghampiri Santi dengan memasukkan tangannya ke saku celana seragam membuatnya terkesan arrogant. Sedangkan Santi, dia tersenyum sumringah kala tangannya ditarik oleh Bima.

Aku mengikuti langkah Bima yang membawa Santi ke rooftop sekolah. Sesampainya kami bertiga di rooftop, Bima langsung menghentakkan tangannya membuat genggaman tangannya terlepas.

"Kamu udah sembuh, sayang? Dua hari yang lalu aku jenguk kam-" kata-kata Santi terputus karena Bima langsung menyela.

"Jangan panggil gue 'sayang'. Lo bukan siapa-siapa gue!!!" bentak Bima tepat didepan wajah Santi.

"Yaudah, aku mau jadi pacar kamu. Mau gak?" tanya Santi sambil mengedip-ngedipkan matanya. Jijik.

"Cih, gue gak mau pacaran sama cewek yang udah bully sahabat gue. Dan juga, gue gak suka sama lo." jawab Bima tegas. Aku hanya menyimak.

Santi terlihat terkejut dengan apa yang Bima katakan. Mungkin sekarang, Santi sedang berpikir darimana Bima mengetahui soal ini. Santi menatapku nyalang, tatapannya seperti berkata, "lo ngadu sama Bima?"

"Kenapa? Kaget karena gue bisa tau lo udah bully Zora? Lo tau kan, lo lagi berhadapan sama siapa?!!" kata Bima dengan nada tajam.

"Ng-nggak kok, aku gak bully Zora. Dia bohong, Bim. Jangan percaya sama dia!!!" elak Santi sambil menunjuk diriku dengan jari telunjuknya.

"Gak usah ngelak, Santi. Gue tau lo yang bully Zora, dia gak pernah bohong sama gue!!!" bentak Bima lagi.

"Nggak, Bim...." jawab Santi lirih.

"Lo tau kan, Zora itu siapanya gue? Dia itu sahabat gue." tegas Bima membuat siapapun yang mendengarnya ketakutan.

"I-iya, aku tau..."

"Lo pukul Zora?" tanya Bima yang diangguki oleh Santi, "gue yang sahabatnya aja gak berani pukul Zora, lah lo yang bukan siapa-siapanya Zora seenaknya aja pukul dia. Lo nyari masalah sama gue?"

"Ng-nggak, Bim..."

"Inget ya, Santi. Jangan pernah nyentuh sahabat gue walaupun cuman seujung kuku, kalau gak mau kepala lo ada di tangan gue." desis Bima tepat ditelinga Santi yang membuatnya ketakutan.

Am I Selfish?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang