Bab 11 Party

112 64 219
                                    

Hallo haa....🤗

Apa kabar semuanya?😊

Maap yah, baru nongol😅

Alhamdulillah kelar sakit, kelar kerjaan🥳

Rasanya awakward banget...🤪

Dah, gak usah lama2...🙈

~Happy reading~

Dewi dengan perasaan kalut masih berdiri menerima telepon dari seseorang di ujung sana. Disaksikan beberapa temannya yang kini juga sedang memperhatikannya dengan perasaan tak kalah cemas. Suara lirih Dewi dengan mimik setengah gelisah senantiasa mendominasi wajahnya. Sementara itu, Ulin dan Dino terus berkomat-kamit seperti menghapal mantra melalui bibir mereka tiada henti.

"Mereka kenapa sih Mbak?" tanya Livia memandang aneh sikap teman-temannya.

"Biasa." jawab Ayu sambil tersenyum. Hanya cewek itu yang paling tenang di antara temannya yang lain.

Tak lama berselang, Dewi kembali meletakkan gagang telepon pada tempatnya. Ia lekas mengembuskan napasnya sampai harus mengaturnya berkali-kali. Serbuan pertanyaan langsung melayang dari mulut Dino dan Ulin yang sejak tadi sudah menunggu. Mereka berdua bahkan sampai menguncang-ngguncangkan tubuh Dewi tidak sabar meminta penjelasan.

"Gimana, gimana, gimana?!" tanya Dino antusias.

"Cepetan dong kasih tahu, biar gue bisa cepetan siapin semuanya nih." sambung Ulin terlihat memaksa.

"PESTA!" seru Dewi penuh semangat. Diikuti tawa membahana yang kemudian keluar dari mulut besarnya. Ketiga manusia heboh itu sontak berjingkrak sambil berpelukan. Anehnya, Ayu yang sejak tadi hanya diam kini ikut berbaur dengan mereka. Livia benar-benar bingung dibuatnya. Ia merasa menjadi sosok bayi kecil dibingkai matahari yang tengah menyaksikan teletubies sedang berpelukan di padang rumput yang hijau. Begitu unik dan membahagiakan.

Beruntung di jam sebelas siang ini suasana apotek lumayan sepi. Dengan lincah dan lihai Ulin segera mengeluarkan beberapa lembar uang dari brangkas rahasia mereka.

"Wuih, banyak nih tabungan kita." kata Dino menghitung lembaran uang setengah kucel di tangannya dengan mata binar.

"Ada berapa?" tanya Dewi yang masih berkutat dengan ponselnya.

"Dua ratus limah puluh ribu."

"Hore...." Ayu tiba-tiba bertepuk tangan. "Gue mau rujak buah, sambalnya yang ekstra pedas." sambungnya mendaftarkan diri.

"Siap, Mbak...." timpal Dino sembari mengacungkan jempol ke arahnya.

"Lin, gak usah masak. Gue udah pesen Go-food, hari ini kita makan bakso dunia aja. Sisanya buat beli sosis buat bakar-bakaran ntar malem." ujar Dewi setelah menutup aplikasi Go-food yang ada di ponselnya.

Livia masih terbengong-bengong sembari membawa kemoceng di tangannya. Apa yang terjadi di hadapannya terlalu ambigu untuk ia pikirkan. Ia benar-benar belum paham dengan situasi saat ini. Jelaslah, sejak tadi para temannya itu sibuk dengan menu makanan yang akan mereka pilih tanpa melibatkan dirinya sama sekali. Fix, juga tanpa pemberitahuan apapaun.

Dengan suara bergetar, akhirnya Livia memberanikan diri untuk bertanya. "Mbak Dewi, boleh tahu nggak, sebenarnya ada apa sih?"

"Bastian gak pulang hari ini." jawabnya datar.

"Oh, kalau gitu, aku sama siapa dong sif jaga siangnya?" tanya Livia mengerutkan dahi.

"Sama gue, Liv," sahut Ayu. "Sorry, kita belum sempat jelasin tadi."

365 Days (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang