Bab 14 Gengsi

134 54 260
                                        

Hallo, balik lagi nih sama aku..

Maap banget ya, uda lama gak nongol

Iya, aku lagi sibuk...

Doain semoga semuanya lancar dan sehat

Guys,,, bantu ramein yah...

Sumpah, ini cerita tuh seru banget

Jangan samapi nyesel karena gak baca

Hehehe....

~Happy Reading~

Hari ini personil apotek dalam formasi lengkap. Bima baru saja kembali dari misi dan tugasnya memberi laporan bulanan kepada Bara mengenai perkembangan beberapa cabang apotek miliknya. Juga menyampaikan amanat untuk mendaftarkan calon pegawai yang akan mendapatkan beasiswa. Mulai pagi ini sif di tempat kerja mulai normal kembali. Livia yang sudah diakui kemampuanya bahkan boleh melakukan sif pagi sesuai jadwal yang mereka buat, tanpa didampingi Bima atau Bastian yang dulu harus ia jalani selama tiga bulan.

"Pagi Livia," sapa Ayu tampak sumringah. Rautnya dipenuhi aura ceria setelah kemarin menjalani libur di hari minggu. "Cieee... yang udah lolos jadi kandidat penerima beasiswa." lanjutnya, usai meletakkan tas miliknya di atas meja kerja.

"Pagi juga Mbak Ayu, hm, makasih ya, pagi-pagi gini udah ngibulin aku." balas Livia nyengir menanggapi ucapan Ayu. Gadis itu sedang sibuk membersihkan etalase dengan kemoceng bulu ayam di tangannya.

"Gue ngomong serius loh ini." terang Ayu begitu yakin.

Livia tertegun sejenak lalu menghentikan aktifitasnya bersih-bersih dan beralih menatap Ayu dengan wajah serius. "Mbak Ayu tahu darimana?"

"Gue kan ikut grup WA apotek inti. Semalam gue baca kalau nama lo tercantum sebagai penerima beasiswa itu." ujar Ayu tersenyum sembari memperlihatkan layar ponselnya di depan Livia.

Livia hanya berdiri kaku di tempatnya. Ia bingung harus berekspresi seperti apa, antara mau percaya atau tidak. Karena kenyataanya sampai saat ini Bima sama sekali belum memberitahu apapun tentang kabar itu. Mereka cuma bertegur sapa biasa tiap kali bertemu sejak kepulanganya. Dan ia tidak akan berharap banyak.

"Woi, melamun aja. Mikirin apa sih?" seru Dino menepuk pundak Livia membuatnya kaget.

"Kalian satu sif sekarang?" Ayu melirik keduanya sekilas disela-sela waktunya memindahkan laporannya ke dalam komputer.

"Iya, Mbak." sahut Livia penuh semangat.

"Ekhm, yang udah lepas dari tawanan Bang Tian. Makin bersinar aja mukanya." goda Dino yang langsung dihadiahi cubitan kecil di lengan kananya.

"Kamu mau ngeledekin aku apa mau gombal?!" tukas Livia dengan mata melotot penuh ancaman. Cubitan di lengan Dino juga belum ia lepas tapi malah semakin ia tekan hingga membuat sang empunya meringis kesakitan.

"Liv, Liv, bercanda Liv, ampun dah...." pintanya melas. Ayu yang sejak tadi masih memperhatikan keduanya bahkan tak kuasa menahan tawa. Lumayan, nonton hiburan pasutri gratis. batinnya.

"Mbak Liv, dipanggil Bang Bima suruh ke atas tuh." Kedatangan Ulin yang tiba-tiba dengan celemek bunga-bunga yang masih terbalut benar-benar membuat Dino lega. Sepertinya di lain waktu ia harus berterima kasih kepada gadis itu karena telah menyelamatkannya dari cubitan maut Livia. Menjadikannya pacar ke dua puluh lima mungkin.

Livia dengan dada mulai berdesir bergegas meninggalkan para sahabatnya dan berjalan menuju lantai dua.

Dengan perlahan Livia menapaki setiap anak tangga yang ia lalui dengan kaki bergetar. Untaian doa juga terus ia panjatkan tiada henti. Sesampainya di atas, ia sesekali menengok ke kamar Bastian yang dibiarkan terbuka. Gadis itu memukul kepalanya pelan, heran dengan si otak yang tanpa sadar malah mencari keberadaan Bastian yang sejak tadi pagi memang belum menampakkan batang hidungnya.

365 Days (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang