Bab 8 Mendadak Hutang

167 85 303
                                    

HOllA....

DAPAT SAPA DARI BASTIAN NIH,

MAU BILANG APA SAMA DIA??

MAU BILANG APA SAMA BIMA?

DAN,

MAU BILANG APA SAMA LIVIA?

KALIAN MASIH SEMANGAT KAN BACA CERITA INI??

YUKK,,,

~Happy reading~

Suara adzan subuh terdengar begitu merdu. Livia yang masih bergulat dengan selimut Doraemon miliknya memilih untuk menaikkannya hingga menutupi permukaan wajahnya. Udara di pagi ini begitu dingin. Namun, ketika sebuah suara lengkingkan Kuntilanak menggema, kedua mata Livia yang semula terpejam langsung terbuka lebar.

"Aaaa....!!!" Livia berteriak histeris.

"HIHIHIHI...." jerit Kuntilanak dari ringtone ponsel Ulin seraya menampilkan sosok horor di layarnya.

Ulin dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul pun mencoba untuk bangun.

"Apaan sih Mbak, berisik tahu!" erang Ulin sembari mengucek kedua matanya yang masih mengantuk.

"Itu, ponsel kamu, ada Kuntilanak yang telepon." balas Livia panik sambil mengarahkan telunjuknya ke arah ponsel yang ada di sisi atas bantal Ulin.

Ulin menoleh lalu menggeleng pelan, "Astaga! Ini tuh cuma bunyi alarm. Masa gini aja takut sih." ejek Ulin, lantas mengusap tombol off pada layar ponselnya. "Noh, udah mati kan."

"Resek banget sih kamu, awas aja besok pakai ringtone model gitu. Aku buang ponsel kamu!" ancam Livia dengan wajah kesal. Ia beranjak berdiri dan bergegas membersihkan kamar.

"Iya, iya, mana gue tahu kalau Mbak Livia penakut." ujar Ulin meledek.

"Jadi ditemenin ke pasar gak?" tanya Livia memandang ke arah sahabatnya yang masih ogah-ogahan untuk bangun.

Ulin yang sejak tadi merasa ada sesuatu mengganjal di hatinya mulai sadar. Ternyata ada alasan lain kenapa ia menyalakan alarm sepagi ini. Dengan cepat ia meraih ponselnya dan segera mengirim pesan kepada seseorang.

"Iya, jadi Mbak. Cepetan gih shalad dan nyapu halaman depan!" perintah Ulin sedikit cemas.

Livia menyipitkan matanya, menatap sikap Ulin yang tampak sedang gelisah. "Kamu kenapa?" tanya Livia penasaran.

"Gak apa-apa kok. Udah sana cepetan pergi terus temenin gue." usirnya.

Ulin berdecak sebal karena Livia justru sibuk memperhatikannya tanpa melakukan apa yang ia perintahkan.

"Iya deh, iya." ujar Livia. Rasa kepo akan keresahan Ulin ternyata hanya berbalas pada sebuah usiran. Padahal hatinya sedang menerka-nerka apa yang sedang Ulin pikirkan.

Setelah selesai shalad, Livia langsung mengerjakan tugas selanjutnya. Ia segera menyapu halaman depan apotek seperti biasannya. Hingar bingar suara knalpot kendaraan motor bergantian masuk ke dalam kendang telinganya. Belum lagi aksi tawar menawar para pedagang dan penjual semakin menyemarakkan suasana pasar di pagi yang belum sepenuhnya tiba.

"Woi, kalo nyapu yang bener dong! Mana pakai acara senyum-senyum gak jelas lagi, kesambet lo?" ucap seseorang dengan suara berat. Livia yang terkejut langsung mengedarkan pandangannya ke segala arah.

365 Days (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang