Bab 13 Tawanan Bastian

159 80 407
                                    

Hallo eperibadii.... 🤗

Gimana kabar kalian minggu ini?😇

Masih waras kan ye...🤪

Kalo nggak, hm,, coba baca ini, dijamin tambah bobrok wkwkwk...🤭

Eh, jangan lupa vote dan komentarnya ya..🤩

~Happy Reading~

Dewi dengan perasaan resah terus mondar-mandir di ruang tengah mengabaikan tugasnya. Membiarkan Dino sendirian melayani pelanggan yang ada di depan tanpa bantuannya. Melihat kawannya hanya berjalan layaknya setrika usang membuat kepala cowok itu serasa mau pecah. Kesabarannya pagi ini benar-benar diuji.

"Lo kenapa sih Mbak? Dino pusing tuh gara-gara lihatin Mbak Dewi terus." ujar Ulin memperhatikan Dewi sekilas, lalu kembali melakukan menicure-pedikure pada kuku-kuku manisnya sambil bersandar di dinding.

"Kalian gak pada mikirin Livia?" tanya Dewi dengan raut wajah gelisah.

"Ya, mikir. Tapi nggak dengan cara muter-muter gitu juga kali, bantuin gue dong melayani pelanggan." amuk Dino mengeluarkan emosinya. Ia lekas meneguk segelas air putih dari kulkas usai melayani pembeli terakhir. Meski sudah mandi tapi basah keringat bercucuran di seluruh tubuhnya.

"Udah Din, kita sarapan dulu aja yuk," ajak Ulin yang sejak tadi sudah menunggunya. Pasalnya, hari ini Dino berjanji akan me-review menu baru masakan Ulin yang resepnya ia dapat dari nenek moyang Dino di kampung. Semur jengkol.

"Ya udah sana pada sarapan dulu deh, gue aja yang jaga." timpal Dewi tanpa semangat.

"Lagian tumben banget sih lo khawatir sama Livia, biasanya juga gak peduli kan?" sambung Ulin menempelkan tangannya pada kening Dewi heran. Dino yang melihat keberanian gadis itu spontan terkekeh. "Lo waras?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat.

Dewi buru-buru menurunkan tangan Ulin dari dahinya dan menoyor kepalanya pelan. "Menurut lo?!" sentaknya dengan mata melotot. "Gue ngerasa gak enak aja sama dia, kayaknya sikap gue udah keterlaluan banget deh selama ini. Dan sekarang dia malah jadi korban gara-gara gue." keluh Dewi terlihat menyesal.

"Jadi sekarang lo udah mulai respect nih ama Livia?" Dino berkomentar dan langsung dihadiahi anggukan oleh Dewi.

"Iya sih, kalau dipikir-pikir kasihan juga nasib Livia. Emm... kira-kira dia sekarang lagi ngapain ya sama Bang Tian? Kok jam segini belum pulang juga sih? Dia udah sarapan belum?" celetuk Ulin menerka-nerka sembari berjalan ala setrika. Saking khawatirnya ia sampai tak sadar telah menggigiti kuku jarinya yang baru saja dirawat.

"Udah udah! Gak usah pada parno. Gue yakin, Livia baik-baik aja. Bastian tuh cuma iseng ngerjain Livia. Udah, ayok sarapan." sahut Dino membuyarkan pikiran para gadis alay di depanya. Ia segera berjalan ke belakang disusul Ulin yang tengah berlari kecil mengejarnya.

"Din, tungguin." teriak Ulin.

"Biasa aja kali, gue juga lagi males sarapan. Mau diet gue!" gerutu Dewi saat melihat tingkah dua temannya buru-buru ke dapur. Takut waktu makan mereka akan diserobot seperti yang sudah-sudah. Ya, habis jarang-jarang juga sih si Dewi panik gini sampai gak minat sarapan. Hehe...

****

Setibanya di pantai yang ada di daerah Jakarta utara, Livia hanya duduk termenung di atas bebatuan pinggir pantai sambil menyaksikan matahari yang perlahan kian meninggi. Bibirnya terus tersenyum menyaksikan keindahan alam yang jarang ia lihat. Udara sejuk dan suasana yang tenang selalu berhasil membangkitkan semangatnya untuk kuat menjalani hari. Terlebih, mulai sekarang ia akan melewati setiap detiknya bersama Bastian. Ya, cowok itu kini telah mengikatnya dengan perjanjian sepihak yang sudah mereka sepakati dan harus ia patuhi.

365 Days (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang