Bab 16 Cemburu?

124 53 342
                                    

Hallo guys....

I'm come back...

Selamat datang lagi di lapak menye2 ini..

Udah pada kangen sama livia dan bastian kah?

Yuhu.. langsung pada baca aja yuk daripada penasaran..

~Happy reading~

"Udah mau pergi?" tanya Bastian saat menutup pintu kamar dan berpapasan dengan Bima.

"Iya, nih. Masih banyak kerjaan gue di sana yang belum kelar. Hari ini kemungkinan barang juga datang banyak banget." ujar Bima.

Bastian melihat sikap Bima yang tergesa-gesa. Lelaki itu langsung berjalan menuruni tangga dengan cepat. Ia akui, Bima adalah sosok lelaki yang cekatan dan bertanggung jawab. Apapun tugas yang diberikan oleh ayahnya selalu berhasil dia selesaikan dengan sempurna. Itulah sebabnya, Bara lebih percaya kepadanya ketimbang dirinya, yang notabennya adalah anak kandungnya sendiri. Meski begitu Bastian sama sekali tidak cemburu. Ia justru berharap bahwa Bima kelak bisa menggantikan tugas-tugas tersebut.

"Kalo butuh bantuan bilang aja." tawar Bastian. Bima langsung menoleh dan tersenyum kepadanya seraya mengacungkan jempol.

"Bim, tunggu."

Bima menghentikan langkahnya sebentar. Ia membalikkan badan menatap Bastian yang sudah ada di depannya. "Apalagi? Gue bener-bener dikejar deadline ini." ujarnya tidak bisa tenang.

Bastian memindai sekeliling, memastikan tidak ada seorang pun di antara mereka.

"Kenapa gak bales pesan dari Sinta?" bisik Bastian membuat Bima termenung sesaat. Rautnya berubah datar dan dingin.

"Bukan urusan lo."

"Jelas ini urusan gue." tekan Bastian.

"Apa sih yang lo harapin dari gue?" tanya Bima begitu pasrah.

"Ck!" Bastian berdecak kesal. Jelas bukan pernyataan itu yang ingin ia dengar dari Bima. "Bisa nggak sih sekali ini aja lo serius. Gue capek lihat sandiwara kalian yang basi."

Bima tersenyum remeh, "Sandiwara?"

"Iya, sandiwara lo yang sok-soakan gak peduli sama Sinta padahal hati lo sakit dan menderita." jelas Bastian.

Bima menghela napas panjang, lalu tersenyum tipis sambil menepuk sebelah pundak Bastian. Meski apa yang diutarakan Bastian sepenuhnya benar, cowok itu akan terus berusaha memungkiri kenyataan yang ada.

"Lo tenang aja. Semua sandiwara ini akan berakhir."

"Maksud lo?" tanya Bastian sembari menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Luka gue udah nemuin penawarnya."

****

Siang hari ini Livia terpaksa berjaga satu shif bersama Bastian. Bima yang sengaja mengusulkan karena ia ingin Bastian memberi sedikit pengetahuan kepada Livia tentang dunia farmasi. Bima sendiri masih sibuk dengan urusannya di cabang apotek baru yang selama beberapa minggu ini sudah beroperasi.

Meski malas, Bastian tetap berjalan ke ruang obat dengan membawa tumpukan buku tebal di kedua tangannya. Setelah sampai, ia bergegas menurunkannya di meja dan memanggil Livia.

"Ayu di mana?" tanya Bastian ketika Livia ada di depannya.

"Mbak Ayu pulang, katanya ada urusan sebentar di rumahnya. Tapi nanti dia balik lagi kok. Dia minta maaf karena nggak sempat izin sama kamu tadi."

"Oh, ya udah kalo gitu-" Belum selesai Bastian bicara, Livia tanpa pamit langsung nyelenong pergi begitu saja dari hadapannya. Dasar gak sopan! batinnya kesal.

365 Days (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang