Bab 17 First Kiss

141 51 306
                                    

Hallo,,,🤗

Sesuai janji aku nih, aku bakalan rajin2 update loh sekarang..🥰

Tapi, kalian janji juga ya kasih aku semangat😇

Jangan lupa vote dan koment di setiap paragrafnya..🤭

Share share share cerita ini ke temen2 kalian semua...😊

Livia mode awywgehesoslnxjsgfs

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Livia mode awywgehesoslnxjsgfs

~Happy reading~

Sore itu suasana apotek tampak begitu ramai. Banyaknya pengunjung yang berdatangan seperti sudah menjadi pemandangan biasa. Kehadiran orang-orang yang berjejer di depan etalase dengan berbagai pose seolah mempunyai arti tersendiri bagi Livia dan rekan-rekannya. Lihat saja Dewi, di saat keadaan sedang genting dan membutuhkannya, ia malah enak-enakan makan gorengan lalap cabai rawit di belakang. Alasannya, ia malas bertemu fans fanatik yang tiap sore selalu menganggunya dengan dalih membeli obat. Siapa lagi kalau bukan Bang Kohar, penjual batagor yang biasa mangkal di perempatan.

Lain halnya dengan Livia yang gemar melayani pembeli tanpa memilih-milih. Dino justru kebalikannya, sebelum melayani ia akan menyeleksi dulu siapa calon pembeli yang akan ia datangi. Tentu saja perempuan muda dan cantik adalah sasaran utamanya untuk modus sekaligus tebar pesona.

"Udah pergi, Liv?" tanya Dewi sebelum memasukkan tempe mendoan ke-limanya ke dalam mulut.

Livia mengangguk pelan. "Udah." jawabnya, kemudian meneguk segelas es sirup guna menghalau rasa hausnya yang sejak tadi bersarang. "Bang Kohar nitip salam buat Mbak Dewi, katanya, Assalammualaikum,"

"Waalaikumsalam,"

"Ciee... dibales." ledek Livia.

"Dih,"

"Haha...." Livia tertawa melihat perubahan raut wajah Dewi yang bersemu merah. "Lumayan Mbak, bisa jadi juragan batagor nanti." lanjutnya masih menggoda.

"Enak banget ya kalian! Kerja gini doang mah gue juga bisa!" Suara Dino menginterupsi layaknya seorang atasan yang sedang memarahi bawahannya. Ia yang baru datang langsung menarik kursi plastik dan ikut duduk menikmati gorengan.

"Gantian jaga di depan lo!" perintah Dino menatap Dewi dengan mulut penuh makanan.

"Elah! Gaya lo udah kayak bos aja!" ujar Dewi malas-malasan. Namun, beberapa detik kemudian ia segera beranjak berdiri saat kedua matanya tanpa sengaja menangkap sosok Bastian sedang berjalan ke arahnya.

"Tumben nurut?"

Livia mengendikkan kedua bahunya tidak peduli, lalu melanjutkan aksinya makan sambil sesekali bercanda dengan Dino.

Seperti sudah menjadi kebiasaan, setiap sore setelah jam-jam padat Ulin memang selalu menyiapkan berbagai cemilan untuk mengganjal perut mereka yang keroncongan. Lelah dan kerja keras yang mereka lakukan seakan luruh berkat kelezatan dari makanan yang Ulin ciptakan. Ditambah canda dan tawa yang makin membuat keakraban di antara mereka begitu kuat dan solid.

365 Days (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang