Malam guys....🤗
Udah pada tidur belum nih?😏
Maap ya update-nya malam2...😁
Spesial nih buat kalian, semoga syukaaa😍
Jangan lupa, vote!!😡
Jangan lupa koment di setiap paragraf!!!😡
Aduh,, aku kok galak banget sih🤣
Typo, tandain aja 😅
~Happy Reading~
"Mbak, maafin gue ya, please...." rengek Ulin memohon pada Livia dengan kedua tangan menangkup di depan dada. Matanya mengerjap-ngerjap menampilkan puppy eyes penuh harap. Ia terus menghadang langkah Livia membuatnya susah untuk bergerak.
"Iya, aku maafin kok. Tapi awas, Jangan halangin jalan aku buat pergi dari sini!" pinta Livia menahan amarah. Dengan gesit tangannya berhasil memindahkan semua pakaiannya dari almari ke dalam tas. Setelah selesai ia pun segera bergegas keluar kamar.
Tepat di ambang pintu, kedua mata sengitnya kembali bertemu dengan tatapan remeh Bastian yang tengah bermain basket. Melihat gayanya yang sok cool saat memantul-mantulkan bola benar-benar membuat Livia ingin merebut bola itu dan melemparkanya tepat ke wajah Bastian.
"Mau kemana? Lo gak denger pesan Bima tadi?" tanya Bastian.
"Bukan urusan kamu. Aku bisa kok selesain masalah aku sama Bang Bima sendiri." jawab Livia kesal.
"Yakin?"
"Ya, yakinlah."
"Oke. Ya udah sana kalau mau pergi. Gue harap masih ada angkutan yang mau nganter lo sampai rumah dengan selamat." ujar Bastian. Dengan santainya cowok itu duduk di kursi sambil mengelap keringatnya dengan handuk. Memperhatikan punggung Livia yang perlahan menjauh dari pandangannya.
"Lin, denger berita cewek yang dirampok terus dimutilasi di dalam angkot gak?" ucap Bastian random. Sontak membuat langkah Livia seketika berhenti.
"Hah?" Ulin menggaruk kepalanya tidak mengerti. Dengan cepat Bastian langsung mengedipkan sebelah matanya memberi isyarat.
"Ah, iya, itu kemarin beritanya ngeri banget Bang. Mana sebelum dimutilasi tuh cewek diajak bercinta dulu lagi. Ih, serem deh pokoknya!" pungkas Ulin bermaksud menakut-nakuti Livia. Ia yang paham akan interupsi Bastian segera menyahuti omongan ketusnya.
Livia terdiam. Terus terang ia merasa takut. Nyalinya untuk pergi dari apotek mendadak menciut, mengingat waktu perjalanan yang ditempuh menuju rumahnya memanglah tidak sebentar.
Tiba-tiba saja nada dering dari ponsel Livia berbunyi. Ia segera mengangkat dan menerima panggilan itu dengan senyum merekah.
"Hallo, Bapak," ucap Livia girang.
"Akhirnya, Bapak telepon Livia di saat yang tepat." sambungnya sembari melirik ke arah Bastian dengan senyum mengejek.
Ulin berjalan mendekati Bastian, perasaanya tidak enak. "Duh, bisa gawat nih Bang. Gimana kalau Bapaknya mau jemput dia?" bisiknya sembari menggigiti ujung kukunya.
"Nggak mungkin. Pasti ada hal lain kenapa tiba-tiba Bokapnya telepon." sahut Bastian mencoba menghilangkan rasa cemas yang sedang bersarang di benaknya. Jangan sampai Livia pergi dari sini karena ulahnya. Bisa kena amuk nanti.
"Terus apa dong?"
"Mana gue tahu, lagi kangen mungkin." terka Bastian asal.
"Gimana kalau dia ngaduin kita sama Bapaknya?" gumam Ulin membuat dahi Bastian sedikit berkerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Days (End)
RomanceIni adalah kisah gadis bernama Livia Almahera bersama 365 harinya. Livia tidak mengira jika keputusannya menerima tawaran kerja di apotek akan membawa dampak besar terhadap hidupnya. Terlebih apa yang ia impikan untuk kuliah bisa terwujud. Ia menjad...