PART 26

221 31 0
                                    

"Acara lagi?" Yesha menatap jengah pada kedua papanya yang menghampiri Yesha tengah berada di kamarnya selepas pulang kuliah.

"Tentu saja kali ini berbeda."

"Setiap ada acara juga papa selalu bilang gitu, nyatanya sama aja."

"Ini undangan khusus dari dari temen papa, kamu harus tahu ada yang ngefans sama kamu."

Yesha tertawa kencang mendengarnya, "Fans apaan?"

"Dia suka permainan piano kamu."

"Really?"

"Papa sedang dalam mode serius loh, Sha."

Tiba-tiba sang mama yang ada di dapur berteriak, "Yesha cepetan mandi!"

"Udah sana turuti sebelum mama kamu marah-marah." saran papa, lalu ia meninggalkan Yesha, namun sebelum itu ia berpesan, "Jalan lupa malam ini."

Setelah pintu kamar tertutup Yesha berdecak kesal dan merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Setidaknya kali ini gue ada alasan bertahan di acaranya papa, mungkin dia sedikit mengobati rasa bosan pas acara."

•••

Jangan-jangan gue mau dijodohin kayak Sei? Idih enggak deh, apalagi sama dia.

Batinnya kesal melihat malam ini hanya ada pertemuan dua keluarga yang terkesan privasi, ia jadi teringat kisah hidup Seiya yang di ceritakannya beberapa hari yang lalu.

Saat ini di hadapan Yesha sudah ada sepasang suami istri dan satu laki-laki di samping mereka, katanya masih ada satu anak laki-laki lainnya yang kebetulan malam ini sedang tidak bisa hadir.

Laki-laki yang berdiri menghadapnya adalah Regantara, tempat ini tepat di kediaman kedua orang tuanya, keluarga Yesha lah yang berkunjung.

Ia sedang dalam tahap melupakan laki-laki itu, nyaris 90% tidak lagi mengharapkannya, tapi malam ini Yesha pun hampir dibuat jatuh kembali ke dalam harapan mustahil itu karena senyum tipis Regan yang dilemparkan untuknya.

Kenapa harus kayak gini?

Diam-diam Regan membatin, tak di sangka Yesha yang selama ini di maksud adalah sosok yang sama.

"Nah Regan, ini Yesha nya." kata papanya Yesha pada Regan.

"Emm.. Regan." Regan mengulurkan tangannya pada Yesha.

"Sha!" bisik sang mama sembari menyenggol lengan gadis itu yang malah terdiam.

Yesha hanya menyambut uluran tangan Regan tanpa berniat menyebutkan namanya. Mereka memaklumi Yesha yang mereka pikir mungkin canggung karena kedua anak remaja itu baru dipertemukan secara langsung.

Papanya Yesha tertawa kecil memecahkan keheningan, "Gak usah malu Yesha, dia yang selama ini suka sama permainan piano kamu."

"Betul, kamu sangat berbakat." sahut mamanya Regan yang hanya Yesha balas dengan senyum tipis nan terpaksa.

"Ahh iya, silahkan duduk." Kata tuan rumah ini.

"Gimana Regan first impression kamu melihat Yesha?"

"Cantik."

Bohong!

Regan tidak mungkin memuji parasit yang menganggu di hidupnya. Pikir Yesha yang terus menggerutu dalam hatinya.

"Ma, aku mau pulang." bisiknya pada sang mama.

Namun ia malah mendapat tatapan peringatan dari mamanya, "Baru juga dateng."

"Oh iya kebetulan disini ada ruang musik, mungkin kamu mau melihat-lihat, di sana juga ada piano." mamanya Regan bermaksud agar Yesha tidak bosan berada di sini.

"Regan, temani Yesha." kali ini papanya ikut menimpali. Tentu Regan menyambutnya dengan baik sehingga Yesha terpaksa menuruti agar cepat pulang.

"Di sini." ujar Regan setelah mereka menaiki anak tangga, ia membuka pintu ruang musik dan mengajak Yesha masuk.

"Ternyata lo Yesha yang selama-"

"Diem!" Yesha memotong ucapan Regan dengan cepat.

"Gue gak mau denger perkataan menusuk lagi." lanjutnya.

"Tapi gue cuma mau bilang-"

"Stop Regan, apapun itu." tatapan Yesha mengisyaratkan seolah ia lelah dan menyerah.

Tanpa sepatah katapun, ia turun kembali ke ruang tamu dimana kedua orang tuanya sedang berbincang di sana.

"Om Tante.. Maaf banget sebelumnya." kata Yesha pada kedua orang tua Regan.

"Ada apa Yesha?"

Mamanya agak sedikit takut dengan apa yang akan keluar dari ucapan anak gadisnya.

"Aku gak enak badan, boleh aku pulang duluan?" ucapnya dan berharap mereka mengerti, tapi tidak dengan mamanya yang lagi-lagi menatapnya seolah berkata, bukankah sedaritadi baik-baik saja?

"Ya ampun, iya sayang tadinya gak perlu di paksakan kalau sedang sakit."

Yesha tersenyum kecil menanggapinya, lalu ia meyakinkan sang Papa bahwa ia akan pulang sendiri.

"Kalau gitu bawa mobil papa, nanti kami pulang dengan taxi." setidaknya ada satu pihak yang mengertinya.

"Boleh Regan antar Yesha, Om?" izin Regan pada papanya yang kini berdiri di samping Yesha.

"Tentu."

"Gak perlu!"

Lagi-lagi Yesha mendapat peringatan dari tatapan sang mama karena nada bicaranya sedikit menyentak pada Regan.

"Em.. Gak perlu." ulangnya lagi dengan lembut.

"Aku pamit ya Om, Tante."

"Hati-hati, Yesha."

"Nanti kabarin Papa kalau udah sampai rumah."

Gadis itu hanya mengangguk menjawabnya, lalu ia segera keluar dengan langkah cepat. Regan mengejarnya sampai halaman depan rumahnya dimana mobil terparkir.

"Mau gue anter?"

"Bukannya udah jelas ya tadi pas di dalem, gak perlu!"

"Biar nanti mobilnya gue bawa lagi buat nyokap bokap lo pulang."

"Gak usah pura-pura perhatian kayak gitu, lo bukan Regan yang gue kenal!"

"Yesha."

"Regan yang gue kenal itu cuek, apa yang diucapkannya sembarangan tanpa fakta bahkan menyakiti hati seseorang."

"Oke gue minta maaf."

"Gak segampang itu!"

"Gue harus ngelakuin apa biar lo maafin?"

"Spenting itukah maaf dari gue? Ohh hell no! Regan, seharusnya lo seneng dong karena gue gak akan ganggu lo lagi." setelah mengatakan kalimat itu, Yesha masuk ke dalam mobil.

"Sha.." Regan mengetuk jendela mobil berusaha menghalangi gadis itu yang hendak pergi. Tapi Yesha tak memedulikan Regan, ia melakukan mobilnya meninggalkan perkarangan rumah ini.

•••

STARLIT REVERIE | 00 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang