PART 33

237 34 0
                                    

Seiya mendengar keributan di lantai bawah rumahnya, yang tadinya siap berangkat ke kampus sepertinya diurungkan niatnya setelah mengecek, keadaan cukup kacau melihat pria gila yang biasa menguras uang mamanya itu datang bersama satu orang temannya.

"Mama?" Seiya terkejut dengan darah yang mengalir di pelipis sang mama, lalu menghampiri Seiya dengan tatapan memohon.

"Tolongin mama." lirihnya.

"Kalian berengsek!" teriaknya yang siap melawan kedua orang itu. Namun mereka hanya tertawa meremehkan Seiya yang melayangkan pukulannya memukul udara karena pria itu menghindar secepatnya.

"Gak perlu beraksi, kamu bisa habis di tangan saya."

"Gue mohon pergi dari rumah ini, gue bisa lapor polisi kalau kalian masih bertahan di sini."

Brak!

"Seiya!" teriak mamanya yang tak bisa membantunya.

Seiya langsung tersungkur di lantai lalu pria itu menahan kedua tangannya di belakang, "Kita pergi kalau lo bisa bayar hutang nyokap lo."

"Cepet bilang nominalnya!"

Tak di sebutkan melainkan menunjukkan jumlahnya di layar ponsel yang tertera angka-angka hingga membuatnya membuka mulutnya lebar.

"Mama?"

"Ini bukan sembarang hutang, cukup jadi urusan kita dan nyokap lo perjanjian ini, tinggal selamatkan nyokap lo itu."

"Lepas! Gue gak ada urusannya sama kalian." gadis itu memberontak tapi tenanganya tidak akan cukup karena mereka dua orang.

"Yakin gak bakal nyesel lo bilang kayak gini?"

"Kalian itu sampah!" teriaknya tapi setelah itu wajahnya di tampar sangat kencang, pipinya langsung terasa panas dan terbakar.

"Lepasin Seiya." mohon mamanya pada kedua orang itu.

"Lepasin? Terus siapa jaminannya kalau gitu?"

"Gila! Kalian lebih pantas di sebut iblis," ujar Seiya geram membuat emosi kedua pria itu tersulut.

"Secara tidak langsung lo sendiri yang minta kita untuk berbuat lebih kejam."

Ucapannya tidak main-main, mereka benar-benar melakukan kekerasan pada Seiya, bahkan punggung gadis itu di cambuk menggunakan sabuk berkali-kali, mereka juga melukai kakinya.

Karena melihat mamanya hampir menghubungi bantuan, seorang laki-laki itu beralih pada mamanya, lalu Seiya menendang satu orang lagi yang ada di depannya yang tengah berlutut itu, tak menyia-nyiakan kesempatan kabur, dengan langkah yang tertatih Seiya keluar tanpa alas kaki yang melindunginya.

Beruntung ponselnya selalu ada di sakunya, sambil berlari kesakitan ia mencoba menghubungi seseorang meminta bantuannya, entah kenapa nama Paji yang pertama ia hubungi.

Di angkat namun tak bersuara.

"Tolong.." lirihnya yang dapat terdengar Paji.

Sesekali kepalanya menengok ke belakang memastikan orang-orang tadi tidak mengikutinya.

"Seiya?" panggil Paji terkejut mendengar napas tersengal-sengal dan nada yang memohon itu.

"Tolongin gue." kini Seiya menangis, isak tangisnya pun terdengar sampai Paji.

"Sei? Lo share location, gue ke sana sekarang."

•••

Paji tidak tahu harus membawanya kemana, penampilan Seiya cukup memprihatinkan dengan luka-luka disekujur tubuhnya, pada akhirnya rumah menjadi tempat pilihan Paji membawa gadis itu.

"Lo diem dulu di sini, gue keluar sebentar."

Seiya mengangguk lalu mendudukkan dirinya di sofa sambil menunggu Paji kembali, suasana rumah ini cukup sepi, hanya ada Seiya seorang.

Ponsel yang ada di sakunya bergetar, segera ia mengangkat panggilan telepon itu.

"Hallo, Jo?"

Refleks ia menjauhkan ponsel dari telinganya lantaran Joana yang meluapkan kekesalan padanya karena hari ini tak ada kabar, belum lagi suara Yesha dan Chaery sebagai ad-libs nya.

"Gue lagi menikmati bolos hari ini," alibinya agar mereka tidak mengkhawatirkannya.

"Lagi gak mood aja, udah ya gue matiin." setelah itu ia memutuskan sambungan teleponnya.

Selang beberapa detik, Paji kembali dengan sekantung obat-obatan pemakaian luar yang baru saja di belinya untuk Seiya. Dan ia juga tahu bagian mana yang terdapat luka-luka, Seiya sudah memberitahunya.

"Sei, gue bantu obatin ya?"

Cowok itu duduk di sampingnya lalu meraih lengan Seiya, hanya luka kecil namun tetap Paji tangani, setelah itu luka di kakinya yang membuat Paji berlutut di depannya.

"Ji, gue bisa sendiri." Seiya tidak enak hati pada cowok itu.

"Gak papa, Sei."

"Oh iya punggung lo juga luka-luka ya?" lanjutnya setelah mengobati kakinya.

"Hmm."

"Gimana ya, Sei?"

"B- biar gue sendiri aja."

"Bisa?"

"Enggak."

"Yaudah sini gue bantu, sumpah bukan nyari kesempatan."

"Gak ada orang di rumah ini selain lo, Ji?"

"Ada ART tapi lagi pada keluar."

"Tapi-"

"Sei, kalau gak di obatin nanti makin parah."

"Masa harus sama lo sih?"

"Ya terus mau sama siapa lagi?"

Seseorang menghentikan keributan kecil mereka, Soraya baru saja masuk ke dalam rumahnya mendapati Seiya yang ada di rumahnya.

"Lho, Seiya?"

"Tante.."

"Kebetulan Ma, tolong bantu Sei obatin luka di punggungnya ya." pintanya.

"Luka? Kamu kenapa, Sei?" Soraya langsung panik dan mendekati Seiya, memegang kedua pipinya sambil mengecek keadaannya.

"Emm.. Aku gak papa."

"Gak mungkin gak papa, kamu jatuh atau gimana bisa kayak gini?"

"Iya jatuh." jawabnya.

"Bener?" Soraya memastikan jawaban Seiya pada Paji, justru mendapat gelengan kepala, ia juga tidak tahu, Seiya tidak menceritakannya padahal sedaritadi Paji memaksa gadis itu untuk bersuara, namun Seiya hanya memberitahu letak lukanya saja.

"Sei?" panggil soraya lagi membuatnya mengigit bibirnya, tak ingin orang lain tahu apa yang terjadi padanya.

"Yaudah kalau gak mau cerita, ayok tante bantu obatin dulu." Soraya membawanya ke kamar Paji karena hanya kamar itu yang paling dekat.

•••

Dikit bgt, writers block soalnya.

Maaf kalau ada typo.

STARLIT REVERIE | 00 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang