PART 6

319 50 2
                                    

Jika menceritakan bagaimana Ivander House terbentuk, semua itu karena Paji yang memiliki jiwa social butterfly sampai bisa berteman dekat dengan Jevin dan Haikal yang berbeda jurusan dengannya, selain itu Paji termasuk ke dalam mahasiswa aktif berorganisasi di kampusnya.

Pagi ini Ares bersiap keluar dengan pakaian olahraganya, ia membuka pintu kamar di sebrangnya yang ukurannya dua kali lipat dibanding kamarnya, serta fasilitas lainnya yang memadai, bahkan ibunya tidak keberatan jika mereka tinggal di sini, wajar saja jika mereka menyebutnya basecamp. Empat temannya masih tertidur pulas akibat semalam begadang, hanya Ares yang tidur cepat.

Ares hanya mengeceknya kemudian ia keluar rumah sendirian, tujuannya entah kemana paling-paling taman kota yang biasanya ramai pada minggu pagi.

Berbeda keadaan di dalam unit apartemen Joana, semuanya sudah terbangun dari tidurnya, Seiya duduk di sofa menunggu kamar mandi yang masih digunakan Yesha, sementara Joana di dapur berniat membuatkan sarapan untuk teman-temannya, namun karena bahan makanan habis ia harus keluar membelinya.

"Stok bahan makanan abis, gue ke supermarket dulu ya guys."

"Sorry gak bisa nganter belum mandi hehe."

"Gak papa."

"Ayo sama gue." Chaery langsung berdiri dari sofa yang menghadap langsung ke arah televisi.

Akhirnya Joana ditemani Chaery, karena letak supermarket berada di sebrang apartemen mereka berjalan kaki ke sana.

"Oh iya mau makan apa, Chae?" tanya Joana sambil memasukkan bahan-bahan makanan ke dalam troli sekalian untuk stok beberapa hari kedepannya.

"Yang pastinya ada sayur, sisanya apa aja gue makan kok."

Joana mengangguk dan melanjutkan langkahnya memilih bahan-bahan lainnya.

Setelah merasa cukup akhirnya mereka membayarnya,  masing-masing menenteng satu bingkisan belanjaan. Mereka keluar dari supermarket yang ada di lantai dua dan berniat langsung pulang, saat sudah berada di lantai bawah mata Joana menemukan sosok Ares yang sedang meneguk sebotol minuman di luar sana. Joana sengaja tidak memberitahu temannya itu, biar saja keduanya sama-sama terkejut.

Chaery berjalan terlebih dahulu keluar dari pintu kaca dan benar saja, keduanya berpapasan lalu saling terkejut, "Chaery?"

"Ares lo ngapain?" tanya Joana, Chaery hanya diam saja memperhatikan Ares sambil meneliti, entah kenapa Chaery ingin tahu sifat cowok yang mencoba mendekatinya itu.

"Rumah gue sekitar sini."

"Ohhh pantesan, gak jauh dong dari apartemen gue."

"Iya, Jevin pernah bilang."

Joana menahan senyumnya mendengar itu, artinya Jevin mengakuinya bahwa mereka berhubungan dekat walaupun statusnya teman. Tak apa, Joana tetap bersyukur.

"Mau gue bantuin gak?" Ares beralih pada Chaery dan menawarkan bantuannya.

"Gak perlu."

"Berat itu keliatannya, Chae."

"Bawain yang gue aja, Res." Joana menyerahkannya langsung pada Ares, beruntung cowok itu dengan sigap mengambil kantong belanjaannya.

"Eh gue niatnya bawain p-"

"Gue mau cari sesuatu yang kurang, lo anterin Chaery ya Res ke apartemen gue."

Ah, Ares paham maksud Joana. Kalau begini si Ares harus mengakui kalau joana adalah temannya.

"Yaudah Jo, kita tungguin." sahut Chaery.

"Enggak enggak, kelamaan Chae, biarin di masak sama mereka aja ini."

"Tapi, Jo."

"Chae, ayo." ajak Ares, Joana menatap Chaery dengan keyakinan penuh, ia tidak mau terus-terusan temannya takut pada seorang laki-laki. Tentunya Joana juga tidak asal membiarkan siapa yang ada di sisi Chaery.

Chaery pasrah dan kini langkahnya mengikuti Ares, sedangkan cowok itu menyejajarkan posisinya.

"Lo nginep?"

"Iya."

"Chae berat gak? Sini gue bawain."

"Enggak."

"Capek gak? Mau istirahat dlu?"

"Enggak."

"Haus?"

"Enggak."

"Gue bawel ya?"

"Iya."

Oke Ares diam, takut Chaery justru risih padanya. Sampai di pekarangan apartemen, Chaery menghentikan langkahnya.

"Sini kantong belanjanya, lo gak perlu masuk."

"Gue udah janji nganter lo sampai depan pintu."

Chaery pasrah, Ares adalah tipe orang berprinsip. Seharusnya Chaery takut berjalan bersisian dengan Ares apalagi kini hanya ada mereka berdua di lift, tapi Chaery hampir luluh pada tindakan Ares.

Nih cowok sejauh ini bertanggungjawab sih, tapi tetap aja harus waspada.

Batinnya menilai sosok cowok menjulang tinggi di depannya, Chaery memang agak sedikit memundurkan badannya yang di dapat malah pemandangan Ares dari belakang.

Ting.

Lift terbuka lalu mereka keluar, hanya perlu sepuluh langkah untuk sampai di depan pintu apartemen, setelah itu Chaery menekan tombol di sisi pintu.

"Lo gak ada niatan mampir kan?"

"Enggak kok, Chae."

Tak lama pintu terbuka menampilkan Seiya, "Loh kok sama Ares?"

"Nanti gue ceritain di dalem," kata Chaery yang langsung masuk tanpa mengambil kantung belanjaan di tangan Ares.

Tersisa Seiya dan Ares di ambang pintu, cowok itu memberikan bingkisannya pada Seiya lalu pamit pulang.

"Eh Ares? Lo mau deketin Chae?"

Ares sudah berjalan menuju lift, namun ia membalikkan badannya merasa pertanyaan Seiya penting baginya, "Eum."

"Dia bukan cewek sembarangan."

"Siapa nama lo sebelumnya?"

"Seiya."

"Oke Seiya, denger gue baik-baik, gue tertarik sama Chaery dan gak pernah ada niat nyakitin dia sama sekali, gue serius."

"Beneran?" tanya Seiya memastikan lagi dan mendapat anggukan dari Ares yang terlihat yakin.

"Gue pegang omongan lo, kalau sampai Chaery kenapa-napa karena lo gue patahin kaki lo!"

Brak.

Setelah mengatakan kalimat mengerikan itu, Seiya menutup pintunya.

"Galak banget pawangnya." gumam Ares dengan bergidik ngeri.

•••

STARLIT REVERIE | 00 LINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang